Ketika Yesus Dijadikan Iklan, Tulisan Menarik Pendeta Eben Nuban Timo yang Layak Direnungkan

Mulanya saya enggan memberi respons, tetapi setelah saya membaca teks itu beberapa kali, sambil menghubungkannya

Editor: Dion DB Putra
Ilustrasi 

Orang-orang percaya di kota-kota mengaku bahwa Allah adalah nilai tertinggi pengendali hidup mereka, tetapi mereka tidak bisa menghindar dari soal mammon atau uang sebagai alat tukar, bahkan sangat berkuasa mengatur hidup di kota-kota. Kota sebagai medan pertempuran antara Allah dan Mamon tergambar dalam tiga contoh berikut.

Pertama, tukang parkir. Mana yang dia utamakan: mengatur kendaraan agar tertib parkirnya atau tunggu saja terima yang retribusi.

Kedua, ngamen. Kalau begitu terima uang langsung berhenti nyanyi itu tanda dia hanya mau uangnya; tetapi kalau terus nyanyi sampai usai liriknya meski sudah dapat uang, itu artinya dia utamakan kepuasan pendengar.

Contoh ketiga; pegawai negeri atau teller bank. Kalau kepada rakyat biasa dia layani setengah hati, tetapi kepada pejabat atau penguasa dia penuh senyum dan kasih kemudahan antrean, sudah jelas dia melayani mammon.

Kota adalah medan pertempuran antara ketaatan kepada Allah atau pelayanan kepada mammon. Itu bisa kita lihat pada perilaku orang kota terhadap uang. Tidak bisa kita sangkali bahwa semua orang membutuhkan uang; dan bekerja untuk dapat uang.

Tetapi kalau disimak lebih jauh, akan bisa kelihatan tiga tipe perilaku orang-orang kota saat berurusan dengan Yesus dan uang.

Tipe pertama, cukup banyak orang kota yang cari uang dengan mata tertuju kepada Yesus serta pikiran dan hati dipandu oleh firman Allah. Orang-orang seperti ini umumnya belajar mencukupkan diri dengan gaji, berusaha untuk tidak merampas dan memeras; haram untuk tipu-tipu.

Tipe kedua, tidak sedikit orang kota yang menjalani aktivitas kerjanya, mencari rejeki dan mengejar prestasi tanpa pernah pikir tentang Yesus dan sama sekali tidak peduli terhadap firman Allah. Mereka ini menganggap tidak ada masalah kalau ambil uang milik orang lain.

Tipe ketiga juga terbilang sadis. Mereka itu adalah orang kota yang pakai nama Yesus, istilah kerennya mencatut nama Yesus untuk memperoleh uang dan keutungan.

Orang-orang ini adalah makelar injil, saudagar kekristenan. Yesus dijadikan iklan; ibadah dan mujizat penyembuhan direklame; agama dijadikan komoditi.

Hasil dari iklan dan reklame untuk perkuat pundi-pundi denominasi atau pengkhotbah. Orang miskin tidak dipedulikan. Ada juga orang kota yang memeras dan merampas, ambil milik sesama secara diam-diam, lalu makan sendiri-sendiri dan sembunyi.

Uang itu mereka bawa beberapa ratus ribu ke gereja di hari Minggu sebagai persembahan; atau kasih sebagai sumbangan ke pantai asuhan.

Tiga tipe orang beriman yang tinggal di kota-kota tadi kita temukan dalam Markus 14:3-11. Betul bahwa teks ini menjadikan keprihatinan terhadap kehidupan orang miskin yang seumpama jerawat di wajah kehidupan kota-kota modern di Asia.

Teks ini memperhadapkan kepada gereja bagaimana memanfaatkan persembahan anak-anak Tuhan yang dibawa dalam setiap ibadah Minggu untuk menguraikan benang kusut kemiskinan yang membelenggu kehidupan orang kota.

Tetapi soal utama dalam teks itu bukan pada bagaimana gereja menyikapi kemiskinan dan menyelamatkan orang miskin.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved