Polemik Putusnya Kerja Sama BPJS-RS Siloam Kupang: Awas Kalau Sakit
Mereka merayakan tahun baru dengan perasaan waswas jika sakit; di tengah terbatasnya akses fasilitas kesehatan yang
Oleh: Ermi Ndoen
Anggota Forum Academia NTT
POS KUPANG.COM -- Saat memasuki lift Rumah Sakit Siloam ketika menjemput orangtua yang sakit, saya membaca pengumunan dari Manajeman RSU Siloam Kupang. RSU Siloam menyampaikan surat BPJS Kesehatan Cabang Kupang Nomor 2369/XI-04/1217 tertanggal 20 Dec 2017.
Ada lima (5) poin yang disampaikan melalui pengumunan ini, yang singkatnya adalah BPJS Kesehatan Cabang Kupang untuk sementara tidak bekerjasama dengan RSU Siloam terhitung sejan 1 Januari 2018.
Akibatnya selain pasien gawat darurat, pasien peserta JKN -KIS rawat jalan dan rawat inap tidak bisa mendapat pelayanan di RSU Siloam; walaupun pada poin kelima disebutkan jaminan komitmen RSU Siloam terus bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Baca: VIDEO: Alasan BPJS Kesehatan Hentikan Pelayanan untuk Pemegang KIS di RS Siloam Kupang
Surat BPJS Kesehatan Cabang Kupang yang bertepatan dengan ulang tahun ke-59 NTT merupakan kado pahit buat masyarakat NTT dan RSU Siloam yang diresmikan tiga tahun lalu oleh Presiden Jokowi.
Pengumuman ini pun kado Tahun Baru yang mengejutkan buat masyarakat Kota Kupang.
Mereka merayakan tahun baru dengan perasaan waswas jika sakit; di tengah terbatasnya akses fasilitas kesehatan yang memadai dan pilihan rumah sakit untuk mendapat perawatan dengan pembiayaan BPJS Kesehatan di Kota Kupang untuk kurang lebih 630.000 penduduknya.
Ini belum termasuk beban tambahan rujukan dari kabupaten luar Kota Kupang yang mungkin hanya punya akses ke RSU Siloam dan WZ Johannes.
Di salah satu grup whatsapp, putusnya hubungan kerja sama BPJS dan RSU Siloam serius dibahas.
Ombudsman NTT dan perwakilan masyarakat, pihak BPJS, RSU Siloam, RSU Prof WZ Johannes, Dinkes Prov NTT, dan Komisi V DPRD NTT bahkan sampai Rapat Dengar Pendapat. Beberapa langkah antisipatis disepakati untuk mengatasi pemasalahan ini.
Baca: Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton Minta Jangan Hukum Pasien
Untuk sementara RSU WZ Johannes dan RS lainnya di Kota Kupang akan menangani pasien rujukan yang selama ini berobat di RSU Siloam dan adanya rujukan parsial bagi pasien cuci darah untuk tetap dilayani RSU Siloam namun administrasi pasien dan pelayanan lain yang berhubungan dengan BPJS akan dilayani RSU Prof WZ Johannes dengan bantuan RSU Siloam.
Rekomendasi lainnya, BPJS Kesehatan akan meninjau kembali pemutusan kerja sama dengan Siloam. RSU Siloam akan terus membenahi masalah administrasi dan pelayanannya untuk mencegah pemutusan hubungan kerja dengan BPJS.
Juga perlunya dukungan Pemda NTT dan organisasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) secara optimal dalam memfasilitasi dan memonitor pelayanan kesehatan rumah sakit di NTT agar bisa sesuai standar.
Terlepas dari polemik kerja sama RSU Siloam dan BPJS Kesehatan Cabang Kupang; ada satu pertanyaan muncul: "Siapa sebenarnya pemilik dari BPJS Kesehatan?
Apakah BPJS Kesehatan ini milik masyarakat termasuk pasien yang menggantungkan nyawanya pada rumah sakit atau milik manajemen BPJS?
Jika BPJS ini milik masyarakat, maka apapun tindakan BPJS, harusnya tidak boleh merugikan masyarakat termasuk pasien.
Baca: BPJS Kesehatan PHK dengan RS Siloam, Masyarakat Keberatan: Lebih Baik dari RS yang Lain
Jika RSU Siloam memang benar melakukan kesalahan administrasi atau tindakan lainnya; maka yang dibenahi adalah manajemen bukan masyarakat yang ikut dihukum oleh BPJS dengan hilangnya hak-hak mereka untuk mendapatkan pelayanan dari RSU Siloam.
Hal lainnya adalah semua rakyat Indonesia yang ikut serta dalam BPJS Kesehatan membayar premi yang sama di mana pun. Namun harus kita sadari tidak ada keadilan dalam pelayanan kesehatan dengan terbatasnya dan tidak meratanya fasilitas di seluruh Indonesia.
Akibatnya dengan besaran iuran BPJS yang sama, bukan serta merta semua peserta mendapat pelayanan yang sama. Kita di Kota Kupang, harusnya bersyukur dengan ada RS-RS swasta termasuk RSU Siloam yang membantu pemerintah dalam upaya pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan yang adil dan merata di Kota Kupang.
Rumah sakit -rumah sakit pemerintah tidak akan sanggup melayani semua pasien BPJS Kesehatan. Dukungan dan kerjsasama dengan pihak swasta adalah mutlak.
Rumah sakit swasta di daerah harus didukung agar menjadi partner pemerintah dan BPJS, bukannya dihukum tidak memberi pelayanan kepada masyarakat.
Yang terjadi adalah BPJS bukan menghukum rumah sakit yang dianggap "melanggar", tapi BPJS menghukum masyarakat pemilik BPJS dan yang membayar iuran BPJS.
Dari beberapa data kasar yang sempat dikumpulkan, jumlah rata-rata kunjungan rawat inap dan rawat jalan per bulan di RSU Siloam sebanyak 7.000 pasien dan 90 persen adalah pasien BPJS.
Pasien HD (cuci darah) sekitar 24 orang per hari serta emergensi sekitar 32 per hari. Jika pemutusan hubungan kerja BPJS dan RSU Siloam ini menunggu untuk ditinjau kembali tiga bulan ke depan; kemana 6.300 pasien ini harus pergi?
Apakah RSU WS Johannes mampu melayani semua pasien ini dalam kondisi sekarang yang juga bebannya sudah sangat berat sebagai satu-satunya RS rujukan Provinsi di NTT? Belum lagi kasus-kasus tertentu di mana hanya ada di Siloam.
Sebut saja kasus tulang, urologi, bedah saraf, yang notabene Siloam pionernya. Kita bahkan belum menghitung beban buat RSU WZ Johannes untuk melayani rujukan pasien lain dari kabupaten di seluruh NTT.
BPJS tidak hanya menghukum RSU Siloam; tapi berpotensi secara tindak langsung "menghukum" RSU WZ Johannes dengan memberi "beban tambahan" kepadanya.
Jika pasien emergensi dilayani di RSU Siloam dan setelah stabil harus dikirim ke RSU WS Johannes atau RS lainnya, apakah kondisi ruangan dan fasilitas di sana cukup untuk menerima pasien-pasien ini.
Jika kondisinya tidak memungkinkan siapa yang harus dikorbankan oleh BPJS, pasien yang menungggu tanpa kepastian atau RSU Siloam yang harus menanggung risiko perawatan lanjutannya?
Walaupun aspek manajemen dan admistrasi penting buat BPJS, pertimbangan penyelamatan pasien dengan kasus penyakit kritis harus menjadi prioritas dalam akses pelayanan kesehatan. BPJS harus menyadari hal ini.
Dalam menilai standar pelayanan RSU Siloam, kriteria apa yang dipakai BPJS? Jika Tim Akreditasi Rumah Sakit bisa memberikan akreditasi Paripurna untuk RSU Siloam, standar apa yang dipakai BPJS Kesehatan Cabang Kupang dalam menilai Siloam?
Bagaimana dengan rumah sakit lainnya di Kota Kupang, jika RSU Siloam saja tidak memenuhi standar yang dipakai BPJS?
Penilaian dilakukan oleh Tim Kars komite akreditasi rumah sakit bagi sebuah rumah sakit sangat melelahkan rumit dan tidak mudah untuk menjadi Paripurna.
Karena itu, akan manjadi pertanyaan, apa sebernarnya kesalahan RSU Siloam yang ditemukan oleh BPJS yang tidak bisa difasilitasi untuk diperbaiki.
Di sini akuntabilitas dan reputasi BPJS dipertanyakan. JIka ada kekurangan dari RSU Siloam, masyarakat pemilik BPJS harus tahu secara jelas. BPJS harus secara transparan menjelaskannya kepada masyarakat.
Kasus antara BPJS Kesehatan Cabang Kupang dan RSU Siloam ini juga harus disikapi secara bijak. Mungkin ini saat yang tepat juga untuk memperbaiki standar pelayanan rumah sakit di Kota Kupang dan NTT, bukan hanya RSU Siloam.
BPJS Kesehatan juga mungkin bermaksud baik untuk bantu membenahi manajemen RSU Siloam agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat NTT, terutama di Kota Kupang.
Namun tetap harus dikedepankan prinsip bahwa membina bukan berarti menghukum. Karena korban pertama yang merasakan upaya pembinaan yang dilakukan BPJS adalah para pembayar iuran BPJS.
Mereka yang dengan sabar ataupun dengan amarah yang tertahan, hanya bisa menerima semua keputusan BPJS yang mengelola iuran mereka; tanpa mampu melihat "maksud baik" BJPS.
Posisi mereka tetap korban dan tetap harus membayar iuran tepat waktu. Walapun isu keterbatasan akses dan ketidakadilan masih menjadi pekerjaan rumah bersama pemerintah, BPJS dan semua elemen masyarakat yang peduli akan nasib rakyat NTT.
Ke depan, pemerintah daerah dan unsur masyarakat harus dilibatkan secara transparan oleh BPJS dalam menilai pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang ada. Dengan demikian, BPJS tidak akan disudutkan juga ada tindakan yang harus diambil terhadap fasilitas kesehatan tertentu. Sehingga, tindakan pembinaan yang dilakukan bisa dipikirkan bersama agar tidak mengorbankan masyarakat.
Semoga BPJS dan RSU Siloam memberikan pelajaran yang baik buat pembenahan pelayanan kesehatan di NTT dan sekali lagi, tidak mengorbankan masyarakat.*