Bunuh Diri dalam Kajian Filsafat Moral, Begini Penjelasannya
Menurut filsuf dan sastrawan Prancis ini, absurditas ialah ciri paling dalam manusia. Dunia dan manusia yang
Mengambil keputusan bunuh diri saat ragu adalah sebuah kekeliruan besar. Dalam perspektif moral, jika seseorang dilanda hati nurani yang ragu-ragu, maka orang tersebut harus menunda keputusan tindakannya sampai ia mendapat kepastian tentang apa yang harus dibuat.
Kesungguhan sikap moral kita baru tampak kalau kita bertindak demi kewajiban itu sendiri sebagai prinsip objektif bagi tindakan kita, kendati hal itu tidak mengenakkan perasaan atau memuaskan keinginan subjektif kita. Demikian kata Immanuel Kant.
Kewajiban kita adalah hidup. Maka tidak melakukan bunuh diri karena kewajiban untuk hidup mempunyai nilai moral.
Lalu apakah seseorang yang secara matang memutuskan untuk bunuh diri adalah sebuah keniscayaan? Bukan. Ia tetap keliru. Dalam situasi yang berlawanan inilah, seseorang hendaknya menunjukkan keberanian moral yang tinggi dan mempertahankan keseimbangan batin yang baik.
Kita semua pernah mengalami jatuh dan bangun dalam perjuangan hidup. Maka yang perlu disiapkan ialah bagaimana menghadapi yang baik maupun yang buruk sehingga kita tidak terlalu kecewa.
Gagal ujian, dipecat dari perusahaan, atau putus cinta yang menyebabkan kepercayaan diri runtuh adalah sederatan pemicu orang bunuh diri. Kemudian lahirlah apa yang dinamakan galau, rasa susah, ketakutan, kekhawatiran besar.
Bunuh diri akhirnya dilihat sebagai jalan yang mudah untuk mengatasi kegalauan. Nah, manusia akhirnya `diperbudak'. Jadi budak kegalauan, budak ketakutan, budak kesusahan. Budak selalu ada dalam posisi ditekan, ditindas.
Nietzsche, filsuf atheis Jerman juga berbicara tentang budak. Dalam konsep Nietzsche, budak hanyalah sekawanan koloni manusia yang miskin secara batin dan ekonomi, energi, vitalitas dan sama sekali jauh dari kata menarik baik secara fisik maupun ekonomi.
Kaum budak menafsir hidupnya secara pesimis. Makanya, hidup dalam keadaan serba kekurangan lalu memerosokkan mereka ke dalam kubangan dendam dan amarah terhadap kemuraman hidup yang mereka jalani. Suatu sikap yang semula marah pada keadaannya sendiri itu pada akhirnya terakumulasi dan mulai mencari pelampiasan pada sesuatu yang di luar dirinya.
Membunuh diri sendiri karena alasan emosi semata adalah karakter seorang budak. Orang merasa hidup ini penuh beban, tak berarti apa-apa. Jika sudah begini, bunuh diri akhirnya jadi hal biasa.
Cinta akan kebenaran sebagai keterarahan budi dan hati dalam mengakui kebenaran sebagai sebuah nilai yang senantiasa menjadi titik pusat perhatian sudah mati.
Matinya kebenaran sama artinya dengan melemahnya nilai-nilai kehidupan -tak ada lagi yang bisa jadi tuntutan dan sandaran kepercayaan. Hidup pun lantas menjadi momok yang menakutkan, penuh dengan wajah-wajah yang tak berbelaskasih dan tak punya hati. *