Obsesive Kompulsif: Cemas yang Perlu Terapi

AAK berpenampilan rapi, layaknya pegawai pada umumnya. Ketika dilakukan pemeriksaan, AAK menjawab semua

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi 

Oleh: Dr. Sabina Gero Parera, SKp. MSc
Dosen tim Keperawatan Jiwa Prodi Keperawatan Poltekkes Kupang, Lektor Kepala Prodi Keperawatan Poltekkes Kupang

POS KUPANG.COM - Pertengahan bulan Oktober 2017, diamankan seorang perempuan yang mengaku diri anggota pegawai negeri sipil (PNS) Polri di Bandara El Tari Kupang. PNS Polri gadungan ini berinisial AAK, dropout mahasiswa diploma 3 keperawatan, tempat saya bekerja sebagai dosen.

AAK berpenampilan rapi, layaknya pegawai pada umumnya. Ketika dilakukan pemeriksaan, AAK menjawab semua pertanyaan dengan baik dan rasional. Jika diperhatikan benar perilaku AAK, maka terlihat ada ketidaksesuaian dalam penampilannya yang menunjukkan dirinya mempunyai masalah kejiwaan.

Setiap tanggal 9 November diperingati Hari Kesehatan Jiwa Nasional, berdekatan pula dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional, 12 November 2017. Hari Kesehatan Nasional ke-53 bertemakan "Sehat Keluarga, Sehat Indonesiaku" mengandung makna sehat badan atau fisik, sehat jiwa, psikologis, sehat sosial dan sehat spiritual, yang merupakan aspek diri seorang manusia.

Dalam kasus yang saya sebutkan di atas, AAK nampak sehat fisik, namun perilaku gadungan, setiap hari dia berkeliaran di rumah sakit seolah-olah tenaga kesehatan PNS Polri, dengan seragam lengkap dan atribut, mengaku diri anggota PNS

Ketika ditanya lebih mendalam mengatakan dirinya stres dan malu pada keluarga karena belum wisuda dan berniat menunjukkan pada orangtua seolah dirinya sudah bekerja. Dari aspek kesehatan jiwa, AAK mempunyai masalah cemas.

Krisis dalam Kehidupan

Pencetus cemas adalah krisis dalam kehidupan. Macam-macam krisis kehidupan, krisis pertumbuhan, krisis situasional dan krisis eksistensi diri. Proses perjalanan masalah kejiwaan dimulai dari adanya faktor pencetus, misalnya krisis eksistensi diri karena gagal menyelesaikan studi.

Dalam diri setiap orang ada faktor predisposisi seperti pernah mengalami kegagalan serupa pada waktu lalu. Selanjutnya seseorang berespon pertama pada tingkat kognitif (berpikir).

Respon itu bisa membuat seseorang biasa-biasa saja, stres ringan atau stres berat. Reaksi terhadap keadaan stres ringan maupun berat berupa mekanisme koping, mekanisme pertahanan diri. Ada 2 kemungkinan mekanisme koping terhadap cemas, mekanisme koping adaptif akan sehat jiwa dan mekanisme koping maladaptive akan berkembang menjadi masalah/gangguan jiwa.

Dalam ilmu keperawatan, sehat jiwa sebagai suatu rentangan, ujung yang satu sehat optimal, ujung yang lain sakit atau masalah kejiwaan. Orang dengan Masalah kejiwaan (ODMK) berisiko menjadi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Cemas atau anxiety merupakan salah satu masalah kejiwaan. Setiap hari kita mengalami cemas. Ada beberapa tipe cemas antara lain phobia, cemas-panik, pribadi cemas, stres post traumatik, obsesif-kompulsi.

Cemas dalam rentangan dimulai dari tidak cemas, cemas ringan, cemas sedang, cemas berat dan panik. Saat seseorang mengalami cemas panik, lapang persepsinya keluar dari lingkungan dimana dia berada. Semua tipe cemas akan mengalami tingkatan cemas ini, jika tidak segera mengatasinya.

Berisiko Gangguan Jiwa

Orang yang tidak dapat mengatasi cemasnya sendiri, berisiko menjadi gangguan jiwa. Walaupun gangguan cemas tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, karena tidak kehilangan insight (kesadaran bahwa dirinya sakit), namun tipe cemas obsesif-kompulsif merupakan tipe cemas yang sangat destruktif, sehingga memerlukan terapi, seperti kasus di atas.

Obsesif-kompulsif terdiri dari dua kata, obsesi berdasarkan apa yang dipikirkan dan mendominasi dirinya. Kompulsif berdasarkan perilaku yang mendesak untuk dilakukan. Gangguan ini dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama.

Melihat kasus di atas, cemas karena krisis perkuliahan, menimbulkan respon berpikir atau terobsesif sebagai sudah menyelesaikan kuliah dan menjadi perawat. Perilaku yang mengikuti obsesif ini adalah bekerja sebagai perawat di rumah sakit (kompulsif). Orang itu akan mengulang-ulang perilaku yang ada dalam pikirannya itu, karena membuat cemasnya berkurang.

Dengan berjalannya waktu, orang itu menjadi nyaman dengan keadaan yang manipulatif ini. Pikiran yang mendominasi menuntut harus dilakukan dalam tindakan-tindakan. Walaupun pikiran ini disadari irasional, namun dirinya tidak dapat melepaskan atau mengontrol pikiran tersebut, karena sudah merasa nyaman dengan keadaan ini, seperti seorang yang menjalani proses "cuci otak".

Seorang obsesif-kompulsif terlihat wajar sama dengan orang sehat jiwa lainnya.
Betapa kita terpapar terhadap masalah kejiwaan, sama seperti kita terpapar terhadap penyakit fisik.

Cobalah mulai memikirkan kesehatan jiwa, tidak hanya melulu kesehatan fisik. Seseorang yang cepat marah, sulit mengendalikan emosi, nafsu tinggi (makan, miras, rokok, dll), fanatik terhadap sesuatu, bermusuhan, dendam, curiga, irihati, sombong/angkuh, dan sejumlah daftar sikap dan perilaku buruk lainnya, bermasalah dengan kesehatan jiwa.

Perlu berubah, "move on" ke level yang lebih tinggi, tingkat kedewasaan yang lebih tinggi. Seperti yang dikatakan Albert Einstain "you cannot master a problem at the level where it was created", anda tidak dapat menguasai suatu permasalahan, jika anda masih berada pada tingkat dimana permasalahan itu terjadi. Berusahalah.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved