Kain Tenun Ikat di Lembata untuk Antar Dulang. Apa Artinya?
Kain tenun ikat yang dijual di pasar-pasar di Lewoleba, Kabupaten Lembata, umumnya dibeli untuk keperluan antar dulang.
Penulis: Frans Krowin | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Frans Krowin
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA – Kain tenun ikat yang dijual di pasar-pasar di Lewoleba, Kabupaten Lembata, umumnya dibeli untuk keperluan antar dulang.
Antar dulang merupakan tradisi masyarakat setempat saat ada urusan pernikahan atau lainnya.
“Antar dulang itu kebiasaan masyarakat Lembata. Kalau ada urusan pernikahan, misalnya, maka hari-hari menjelang acara, keluarga mulai antar dulang. Saat antar dulang itu keluarga antar beras, mie, kopi, gula, kecap dan lainnya. Dan di atas sembako itu, biasanya orang meletakkan kain tenunan.”
Hal itu diungkapkan Petronela Lipat, penjual kain tenun ikat di Pasar Pada, Lewoleba, ketika ditemui Pos-Kupang.com, Rabu (1/11/2017) sore.
Saat itu, Petronela sedang melayani warga yang hendak membeli kain tenun ikat di tempat jualannya.
“Di sini saya jual tenunan Atadei, Ile Ape, Lebatukan dan Kedang. Ada juga kain tenun ikat dari Adonara dan lainnya yang biasanya dibeli untuk kebutuhan antar dulang. Kalau tenunan untuk antar dulang, itu harganya relatif murah dibandingkan kain lainnya,” ujar Petronela.
Baca: Atlet NTT Siap Tanding di Pornas Korpri XIV 2017 Yogyakarta
Dia mengatakan, harga kain tenun ikat yang dijualnya bervariasi. Tenunan Lebatukan, misalnya, dijual dengan harga sekitar Rp 300.000/kain.
Sementara tenunan Atadei dijual dengan harga yang lebih mahal lagi.
Kain Atadei itu, lanjut dia, harganya sama dengan kain Ile Ape dan Kedang. Harga biasanya di atas Rp 300.000. Kain tenun jenis ini umumnya dibeli untuk dipakai sendiri.
Tapi ada juga untuk antar dulang, hanya saja untuk hal yang satu ini, lazimnya bila ada hubungan keluarga dekat, misalnya kakak adik.
Mengingat pembeli kain tenun ikat itu tak hanya berasal dari Lembata, maka ia juga menjual tenunan dari daerah lain, seperti Ende lio atau dari Maumere, juga dari Manggarai dan Rote serta Sabu Raijua.
Mengenai minat konsumen terhadap kain tenun ikat yang dijualnya, Petronela menyebutkan, umumnya warga membeli kain tenun motif Kedang.
Tenunan dari Kedang itu warnanya cerah, motifnya juga bagus.
Baca: Kapolres TTU: Dari Mulut Korban Keluar Busa
Mungkin karena itu, kata Petronela, sehingga pembeli cenderung membeli kain tenun ikat dari Kedang.
Apalagi harganya relatif terjangkau. Cerahnya warna tenunan Kedang itu hampir sama dengan tenunan Adonara.
Hanya bedanya, lanjut dia, tenunan Adonara itu sedikit lebih redup dibandingkan tenunan Kedang. Tapi ada motif tertentu dari Adonara yang juga cerah, sehingga biasanya dijual dengan harga bersaing.
Baca: Bawa Pisau dan Rantai Sepeda Motor, Warga Belu Ini Ditilang Polisi Lalulintas
Tenunan yang dijualnya, ungkap Petronela, diperoleh dari para penenun. Para penenun umumnya menitipkan tenunannya di tempat itu untuk dijual.
Olehnya, ia menjual tenunan tersebut dengan memperoleh sedikit keuntungan.
“Saya untung tidak banyak. Hanya sedikit saja, buat beli sirih pinang,” ujarnya. (*)