Mbay Kiri Kembali Memanas, Warga Usir Petugas, Begini Masalahnya
Warga yang menolak kebijakan pemerintah tentang pendistribusian lahan irigasi Mbay Kiri sempat menghadang dan mengusir Tim
Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Agustinus Sape
Muhidin mengaku kecewa dengan kebijakan Pemda Nagekeo yang sangat tidak adil itu.
Tokoh muda Mbay I, Adimat Manetima ketika berdialog dengan Sekcam Aesesa, Yakobus Laga Kota, mengatakan, masyarakat sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak pernah konsisten dengan apa yang mereka buat dan sepakati dengan masyarakat.
Menurut Adimat, pembagian lahan sawah Mbay Kiri memang ditolak oleh warga masyarakat.
Alasannya, banyak warga yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan Bupati secara faktual telah memiliki lahan sawah di Mbay Kanan.
Kekecewaan lain, pada pertemuan pra kondisi 5 Juli 2017 menghasilkan kesepakatan yang termuat dalam rekomendasi dimana sebelum pemerintah membagi lahan sawah kepada warga masyarakat terlebih dahulu dilakukan pertemuan pemerintah dan seluruh warga masyarakat.
Kesepakatan itulah, kata Adimat, yang masyarakat pegang dan warga menunggu untuk bisa ada pertemuan lanjutan.
Namun, katanya, tiba-tiba masyarakat dikejutkan Rabu 23 Agustus, ada pegawai dari Pemerintah Kabupaten Nagekeo didampingi aparat Kepolisian, unsur TNI dan pihak Satpol PP ke lokasi untuk melakukan pembagian lahan.
"Pertanyaannya, bagaimana dengan kesepakatan yang telah kita lakukan bersama pada 5 Juli lalu. Saya lihat kalau pemerintah punya cara kerja seperti ini, sebetulnya jangan persalahkan masyarakat. Yang salah adalah pemerintah, karena selalu tidak konsisten,” ujar Adimat.
Warga yang lain, Yunus Wara, Arif Badho, Holis secara tegas mengatakan, menolak pembagian lahan sawah Mbay Kiri jika warga Mbay I dan Mbay II tidak diprioritaskan.
"Kalau warga dari luar yang lebih banyak mendapat lahan sawah, kami secara tegas menolak dan akan melawan kebijakan ini, karena telah mengganggu perasaan kami masyarakat yang diperlakukan tidak adil. Banyak warga masyarakat, anak-anak kami yang merantau atau kuliah ataupun yang masih duduk di bangku SLTA belum dapat lahan, sementara yang dari luar yang dapat, adilnya di mana,“ tanya Yunus.
Mereka juga menilai Pemerintah Kabupaten Nagekeo tidak konsisten dengan kesepakatan dalam pertemuan antara pemerintah dan tokoh masyarakat pada 5 Juli 2017 dimana sebelum pembagian lahan sawah harus terlebih dahulu dilakukan pertemuan pra kondisi.
"Namun tiba-tiba pemerintah mau bagi lahan tanpa ada pertemuan dengan warga," tambah Kholis.
Penolakan juga datang dati Nursia Menda. Dihadapan Asisten I, Florentinus Pone, Kasdim 1625 Ngada, Mayor ( inf) Muryono, Danramil Aesesa Kapten Suyanto, Kapolsek Aesesa, Kompol Jamalludin, Kadis Pol PP, Elias Tae , Nursia mengungkapkan kekecewaannya atas kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil.
"Bagaimana banyak warga yang berada di lokasi tidak mendapat pembagian lahan, sementara yang dapat lebih banyak warga dari luar. Kami minta pemerintah perlu mempertimbangkan kembali keputusan itu, sehingga hati warga yang ada di lokasi tidak merasa terluka dengan keputusan itu. Saya perempuan yang dalam hukum adat tidak punya hak atas tanah, tapi saya juga merasa terpanggil untuk memberikan masukan dalam kaitan dengan keputusan yang dirasakan tidak adil ini," kata Nursia. (*)
