Mengutuk Tindakan Persekusi
Keutuhan menjadi matra khas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena melaluinya masing-masing warga negara

Oleh: Yandris Tolan
Tinggal di Desa Narasaosina, Adonara Timur
POS KUPANG.COM - Mengawal dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati bagi setiap warga negara. Nilai keutuhan yang dipertahankan di balik kebhinekaan mengindikasikan adanya nilai sosial yang integralistik.
Keutuhan menjadi matra khas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena melaluinya masing-masing warga negara membangun atensi untuk mengawal kebhinekaan. Beberapa pekan terakhir, adrenalin kita seolah diasah dengan berbagai tindakan asosial. Muncul kelompok minoritas yang memupuk ideologi sesat hingga menjadikan sesamanya sebagai tumbal dari tindakannya.
Persekusi adalah satu dari sekian banyak tindakan amoral lainnya yang sedang mencederai reputasi kebangsaan kita. Sadar atau tidak, kita tengah mempertentangkan suatu fenomena kemanusiaan dalam kemajemukan bangsa. Dalam banyak kalangan, persekusi dipandang amoral karena ikut mencederai dan mereduksi pengalaman eksistensial manusia.
Menjadi amoral karena persekusi cenderung menafikan nilai sosialitas dan lebih menjunjung nilai intoleran serta kebiadaban yang terstruktur. Jika tindakan persekusi dibiarkan eksis dalam kehidupan yang plural, maka pada waktu tertentu tendensi dari tindakan persekusi menguat hingga meluluhlantahkan persatuan yang adalah ideologi utama dalam kebhinekaan kita.
Saya menilai tindakan persekusi yang marak terjadi belakangan ini merupakan bias dari labelisasi negatif yang disemat pada reputasi organisasi-organisasi massa yang secara kasatmata dipandang radikal. Kita tentu tidak lagi berasumsi bahwa persekusi terjadi karena bermotif dendam. Dendam dalam tindakan persekusi pada satu sisi bisa dibenarkan, akan tetapi pada sisi yang lain, dendam bukan unsur pertama dan menjadi alasan krusial mengapa tindakan persekusi itu terjadi. Sebab aspek dendam hanya fenomen kecil yang diikusertakan sebagai alasan di balik tindakan persekusi.
Persekusi dalam pemahaman Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai suatu pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Mengarah pada dasar pemahaman ini, saya menilai bahwa persekusi adalah tindakan yang terstruktur sifatnya. Artinya, tindakan persekusi terbentuk karena direncanakan secara matang, memiliki akses luas serta memprioritaskan target yang jelas.
Dasar pemahaman di atas secara harafiah bisa ditafsir bahwa persekusi adalah tindakan yang ingin mereduksi dan mengeliminir hakekat hidup manusia. Saya yakin masing-masing orang memiliki asumsi berbeda tentang fenomena persekusi. Akan tetapi, jika merujuk pada pemahaman di atas maka kita sangat jelas menemukan beragam kejanggalan dan situasi batas yang tak bisa lagi dipungkiri.
Situsai batas itu ada karena tindakan persekusi memiliki tendensi utama yakni mencederai dan membatasi ruang gerak manusia. Pemburuan yang adalah potret kelam di balik tindakan persekusi justru mempertegas kepada kita suatu gamabaran kelam tentang persekusi itu sendiri. Pemburuan dalam artian sederhana menunjuk pada suatu tindakan mengincar, mencari-cari, bahkan mengejar.
Motif dari tindakan ini sangat jelas bahwa para pelaku yang terlibat dalam tindkan persekusi adalah golongan orang yang berniat jahat, anti moral-sosial, dan sadisnya mereka adalah golongan orang yang sedang kehilangan identitas diri dan kelompoknya.
Sejenak kita kembali mencermati realitas miris yang tengah memuncak polemik di Indonesia, sudah waktunya kita meretas jalan baru guna memberantas hingga mengutuk tindakan persekusi. Saya tidak berdalih menghadirkan fakta-fakta tragis yang telah terjadi, namun saya ingin mengajak setiap warga negara untuk lebih giat membangun kewaspadaan lewat tindakan-tindakan sosial yang lebih menyelamatkan dan menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan persatuan dalam tatanan sosial.
Kita mengutuk tindakan persekusi tidak sebatas wacana yang mahadasyat, tetapi lebih urgen daripada itu adalah bagaimana kita berjuang membentuk kelompok sosial yang anti terhadap segala bentuk tindakan amoral. Kelompok sosial yang saya maksudkan adalah, organisasi yang diwadahi oleh tiga tungku penting dalam kehidupan sosial-politik kita yakni, keterlibatan tokoh adat, tokoh pemerintah, dan tokoh agama.
Ketiga tokoh penting ini akan memfasilitasi segala urusan yang menjadi prioritas dari visi-misi kelompok sosial. Hemat saya, kelompok ini akan menjadi aspek komplementer dalam kinerja pihak keamanan. Harapan ini akan tercipta baik, apabila masing-masing orang memiliki satu tujuan yang sama yakni mengawal dan menjaga keutuhan NKRI. Sesegera mungkin kita mengutuk tindakan persekusi mulai dari daerah kita masing-masing. Hilangkan mental menunggu hingga terlampau sibuk ketika suatu kejadian miris telah terjadi. Mulailah dari sekarang untuk memberantas dan mengutuk persekusi. Keterlibatan nyata penting dan mendesak digalakan sebagai wujud keberpihakan dan kepekaan sosial kita dalam menjaga ruang gerak dan eksistensi para generasi muda kita.
Sembari merujuk pada keterlibatan ketiga ranah penting yakni, tokoh adat, pemerintah, dan agama, kita pun hendaknya waspada dan selektif menerima ideologi yang termaktub dalam organisasi-organisasi baru saat ini. Sikap selektif menegaskan bahwa kita harus tahu persis bagaimana legal tidaknya pengakuan hukum atas suatu organisasi massa.
Kita harus jelih memilah manakah ormas yang dipandang layak dalam sebuah tatanan sosial. Keprihatinan ini saya utarakan karena pada umumnya, para pelaku yang terlibat dalam tindakan-tindakan amoral dalam hal ini persekusi, misalnya, adalah orang-orang yang pada awalnya terlibat sebuah ormas yang dinilai radikal dan anti moral-sosial. Mari sekali lagi kita yang cinta keutuhan NKRI, memberantas dan mengutuk persekusi. Ingat mengawal dan menjaga kebhinekaan adalah harga mati yang tak lagi diganggu-gugat.*