Kaum Buruh Mencari Keadilan, Inilah yang Terjadi di NTT

Standar Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Nusa Tenggara Timur terbilang layak, namun toh upah yang mereka terima

Editor: Dion DB Putra

Oleh: Hardy Sungkang, S.Fil
Alumnus STFK Ledalero

POS KUPANG.COM - Dalam suatu kesempatan, saya berbincang ringan dengan seorang buruh atau pekerja di Kota Ruteng. Dia pekerja di salah satu toko milik pengusaha di kota tersebut. Dalam perbincangan kami, saya mencoba menyentil tentang upah yang mereka peroleh dalam sebulan. Sambil meneteskan air mata, ia menceritakan bahwa upah yang dia peroleh dari pekerjaannya sangat tidak sesuaidengan yang dia harapkan, apalagi untuk membiayai hidup istri dan anak-anakanya.

Standar Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Nusa Tenggara Timur terbilang layak, namun toh upah yang mereka terima tidak memenuhi standar. Ia mengeluh terkait upah yang diterimanya. Baginya, upah yang dia terima dalam sebulan sangat sedikit dibandingkan dengan jam kerjanya yang begitu efektif. Produktivitasnya tinggi sedangkan upah yang diperolehnya sungguh prihatin. Ia hanya mendapat upah lima ratus ribu per bulan. Jam kerjanya mulai jam tujuh pagi sampai enam sore.

Upah Minimum Regional ( UMR) Provinsi Nusa Tenggara Timur per tahun 2017 terbilang satu juta lima ratus dua puluh lima ribu rupiah (Rp 1.525.000). Sehingga, tanpa terkecuali para buruh di NTT seharusnya memiliki hak untukmenerima upah yang layak seperti peningkatan standar UMR setiap tahun. Karena itu, sungguh perihatin ketika dibandingkan dengan upah yang diperoleh dari seorang tenaga kerja di berbagai toko di Kabupaten Manggarai khususnya, bahkan NTT umumnya, sangat tidak memenuhi standar UMR tersebut.

Kenyataan ini merupakan fenomena yang lumrah dialami aleh tenaga kerja (buruh) lokal kita. Pertanyaanya adalah apakahyang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk meningkatkan hak tenaga kerja di NTT? Apakah pemerintah hanya sendengkan telinga tanpa tergerak hatinya untuk mengubah nasib kaum buruh?

Dari kenyataan konkret seperti ini, saya mencoba untuk mengupas ketidakadilan bagi kaum buruh di NTT. Berbicara tentang keadilan sungguh sensitif ketika disepadankan dengan kasus kaum buruh lokal di NTT yang tidak memperoleh upah yang layak.
Keadilan dimengerti sebagai sesuatu yang baik atau sikap yang tidak memihak serta menjaga hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.

Kenyataanya bahwa keadilan bagi kaum buruh di NTT sangat tidak relevan dengan pengertian keadilan. Karena itu, masihkah kita asumsi negara ini sebagai negara yang adil, sementara nasib masyarakatnya sungguh miris dan tidak diperlakukan demikian.
John Rawls yang hidup pada awal abad ke-21 menekankan tentang keadilan sosial yang menjunjung tinggi jaminan stabilitas hidup manusia serta keseimbangan antara kehidupan pribadi dan bersama. Jaminan keadilan sosial yang diutarakan oleh Rawls ini sangat sensitif jika dikontekstualisasikan dengan nasib kaum buruh di NTT.

Kenyataanya keadilan seringkali diselewengkan, bahkan dikuasai oleh kaum pemodal. Lantas, masih relevankah keadilan distributif yang kerapkali kita dendangkan di negeri ini?

Kekuasaan kaum kapitalis masih melekat. Aspek produktivitas sungguh diperhatikan dibandingkan dengan upah yang diberikan kepada pekerja. Karena itu, jangan heran kalau di negeri ini selalu ada aksi mogok para kaum buruh dalam hal menuntut keadilan. Pertanyaan untuk kita, apakah hak untuk peroleh upah yang layak bagi kaum buruh kita di NTT ini sudah diperhatikan? Tentu tidak. Kondisi miris yang dikisahakan oleh seorang pekerja toko tersebut di atas sungguh memilukan. Lantas, apa yang harus diperbuat di tengah pergulatan situasi sosial politik sekarang ini?

Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah ditetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak. Penetapan upah ini dilaksanakan dengan memerhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, yang meliputi: Pertama, upah minimum yang berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Kedua, upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (Adrian Sutendi; 2009).

Ketentuan upah yang telah ditetapkan dalam satu daerah tidak bisa diubah secara sewenang-wenang tanpa berasaskan Undang-Undang. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai hukum, maka undang-undang menjadi tonggak untuk mengaplikasikan kebijakan pemerintah kepada seluruh masyarkat. Agar kebijakan dapat terwujud sesuai nilainya, maka pengusaha atau pemilik perusahaan tidak boleh bertindak semena-mena terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengusaha atau pemilik perusahaan kecil juga dilarang memberi upah lebih rendah dari upah minimum yang telah distandarkan oleh masing-masing wilayah provinsi atau kabupaten/kota di NTT yang telah berasaskan Undang-Undang. Berdasarkan ketetapan tersebut, maka dianjurkan agar setiap pemilik toko atau perusahan di NTT wajib memberikan upah yang layak bagi pekerja. Apabila peraturan ini diaplikasikan, makaini merupakan bentuk penghargaan terhadap hak pekerja dalam hal mendapatkan upah.

Kelemahan sistem hukum yang kurang memerhatikan hak pekerja akan berimplikasi negatif bagi kaum buruh. Terlebih khusus bagi kaum buruh di NTT. Pengupahan mesti menjadi hak yang perlu dan harus dituntut. Tindakan ini penting karena kenyataan produktivitas yang diperoleh lebih tinggi. Secara riil bahwa kondisi pekerja kita dipekerjakan dengan pengorbanan waktu yang efisien dan aspek produktivitas yang efektif.

Secara kritis kita mau klarifikasi bahwa sistem penegak hukum kita masih belum mencapai hal yang diharapkan. Hukum pekerja kita masih digandeng erat oleh penguasa dan kaum pemodal lainnya. Pemerintah kita masih di bawah kontrol dan kendali mereka.

Harapan saya kepada pemerintah, mewakili kaum buruh yang akan merayakan May Day `Hari Buruh' sedunia, hendaknya lebih menghargai hak kaum buruh secara adil. Pertama, pemerintah daerah atau pemerintah pusat diharapkan untuk lebih intens dalam aplikasi UU yang telah diproduksi oleh legislatif, khususnya hak masyarakat sebagai objek serta subjek UU.

Kedua, pemerintah diharapkan untuk lebih efektif dalam mengontrol kaum kapitalis atau pengusaha agar tidak bertindak semena-mena dalam memberikan keadilan bagi para pekerja. Dengan demikian, ketika harapan ini tercapai maka keadilan dalam setiap kebijakan UU akan terpenuhi. Selamat Hari Buruh.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved