Salib sebagai Jalan Perdamaian
Sejak 26 Februari 2017 umat Kristen sedunia mulai merayakan pekan kudus pra paskah (quadragessima) atau yang juga dikenal sebagai
Khotbah seorang pendeta atau pastor boleh membuat anda mengantuk dan merasa bosan. Tetapi jarang ada warga jemaat yang memutuskan pulang karena khotbah yang tidak dipersiapkan dengan baik. Warga jemaat akan bertahan menunggu berkat Allah melalui penumpangan tangan pendeta. Di penghujung tata ibadah pendeta mengutus warga jemaat pulang ke dalam hidup tiap-tiap hari dengan membentangkan tangannya. Itu berisi tugas agar mereka pulang, berperilaku dan meneladani tangan Kristus.
Kalau para pendeta dan pastor merentangkan tangan pada akhir ibadah sama seperti tangan Kristus di salib tetapi mereka masih mengambil sikap konfrontatif dan kondemnatif terhadap sang lain, kalau warga jemaat baru akan pulang setelah penumpangan tangan dari pendeta yang memperagakan ulang perentangan tangan oleh Kristus, tetapi dalam hidupnya orang-orang tidak melihat sikap hidup Kristus, sikap yang yang aktif merangkul, yang mengasihi dan mengundang musuh-musuhNya, tangan dari seorang yang telah memilih jalan penderitaan, ini menjadi pertanda bahwa kita baru percaya dengan kuat kepada salib dan belum membuat orang melihat salib.
Salib baru dipahami sebatas obyek penyembahan, sekedar sebuah perayaan liturgis. Salib belum menjadi ethos kehidupan kristiani.*