Pasien Kanker RSUD Yohannes Kupang Kecewa Obat Habis
Penderita kanker getah bening yang selama ini dirawat di RSUD Johannes Kupang sedih dan kecewa karena obat habis.
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: omdsmy_novemy_leo
Setelah MB marah-marah, pegawai cari resepnya dapat, tapi MB hanya diberikan tiga lempeng Xeloda dengan alasan resep harus dibuat oleh dokter spesialis, bukan dari UGD.
"Waktu itu saya diarahkan ke UGD karena libur, dan UGD yang bikin resep, kenapa resepnya ditolak," kata MB.
Saat itu MB marah minta obat Xeloda stok satu bulan dan pihak apotik menyuruh MB mengambilnya besok.
"Saya benar-benar capai menghadapi masalah yang sama terus menerus. Setiap kali mau kemoterapi, dan ambil obat, saya datang dari pagi sampai jam 2, lapar haus, sakit, semua jadi satu. Lalu nanti obat habis, tidak bisa kemoterapi. Saya capai," kata MB.
MB kecewa karena sudah memenuhi kewajiban selama puluhan tahun sampai pensiun untuk membayar Askes kelas 1 setiap bulan, namun saat sakit dia tidak mendapatakan haknya.
"Selama 30 tahun sampai sekarang saya lakukan kewajiban membayar askes BPJS kelas 1. Tapi saat saya sakit, saya tidak dapatkan hak. Kalau saya mati karena memang sudah waktunya, ya tidak mengapa. Tapi kalau saya mati gara-gara obat tidak ada dan tidak bisa kemo secara rutin, kalian yang harus tanggung jawab. Itu yang saya katakan kepada mereka," kata MB.
MB menjelaskan, tanggal 18 Januari 2017 ia kontrol untuk persiapan kemoterapi tanggal 20 Januari, tapi lagi-lagi obat kemo Novalbin habis karena sudah dipakai dua pasien.
"Saya SMS ibu wadir, tapi SMS saya tidak dibalas. Lalu saya telepon lagi Ombudsman dan katanya sudah koordinasi dengan direktur, tapi obatnya masih pengadaan. Saya harap, tolong jika pesan obat Xeloda dan Novalbin itu banyak karena pasien juga banyak. Kalau pesan obat terbatas, pasiennya bisa mati," kata MB.
Ia berharap pihak rumah sakit memperhatikan masalah ketersediaan obat agar tidak habis saat dibutuhkan.
"Penyakit kanker dalam tubuh kita ini jalan terus, bukan menunggu kapan obat datang. Kanker berkembang terus, obat juga habis terus. Saya selalu stress dan takut, jika ambil resep harus lampirkan dengan hasil PA dari laboratorium bahwa penyakit kami itu ganas. Lalu di hasil PA itu dituliskan huruf besar `ganas'. Mambaca ganas saya takut, lalu ke apotik mau tebus obat malah obat habis. Hal ini bikin saya makin takut, stres dan sedih," ujarnya.
MB mengatakan, ada satu satu dari Oesapa yang kena kanker dan tak dapat obat.
"Saya beberapa kali ketemu nenek itu, diantar oleh anak perempuannya yang punya bayi. Kalau mau ambil obat, anaknya yang ke apotik dan nenek itu yang menggendong cucunya. Tadi ketemu, saya tanya dia, katanya obat Xeloda belum ada," kata MB. (vel)