Tantangan Pengelolaan Sumber Daya Air di NTT
Kondisi iklim yang relatif kering menjadikan wilayah NTT mengalami permasalahan Sumber Daya Air (SDA) yang sangat serius.
Oleh: Ir. Andreas Wellem Koreh, MT
Kepala Dinas PU Provinsi NTT
BERBICARA tentang wilayah, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni. Kondisi iklim yang relatif kering dimana musim hujan hanya berlangsung 3-4 bulan dan sebagian besar, yaitu 8-9 bulan kemarau menjadikan wilayah NTT mengalami permasalahan Sumber Daya Air (SDA) yang sangat serius.
Wilayah di NTT memiliki suhu yang bervariasi. Dari 10 stasiun meteorologi/klimatologi di NTT, tercatat suhu tertinggi pada tahun 2015 adalah 37,4 0C dan terendah adalah 8,8 0C. Secara umum daerah NTT tergolong panas dengan rata-rata suhu antara 26-28 0C sepanjang tahun 2015 dengan pengecualian beberapa wilayah yang memiliki rata-rata suhu 19,9 0C. Rata-rata curah hujan yang tercatat pada stasiun meteorologi/klimatologi adalah antara 600-2.700 mm3. Berdasarkan jumlah hari hujan dalam setahun, Kabupaten Manggarai memiliki jumlah hari hujan tertinggi, yaitu 160 hari hujan disusul Manggarai Barat dengan 125 hari hujan dan Ngada dengan 121 hari hujan. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah hari hujan terendah adalah Kabupaten Sumba Tengah dengan 31 hari hujan disusul Timor Tengah Selatan dengan 62 hari hujan dan Timor Tengah Utara dengan 68 hari hujan pada tahun 2015. Melihat karakteristik wilayah dan iklim di NTT maka dapat dikatakan bahwa kondisi iklim sangat bervariasi setiap daerah. Variasi tersebut akan sangat mempengaruhi adaptasi masyarakat di dalam setiap aktivitas kehidupannya.
Kondisi sumber daya air di Provinsi NTT telah dihitung dan bisa dilihat pada grafik Neraca Air berikut:
Dengan asumsi curah hujan rata-rata 1.200 mm/tahun maka dari hasil perhitungan menghasilkan ketersediaan air sebesar 18.257 milyar m3. Namun secara keseluruhan, Provinsi NTT mengalami defisit air sebesar ± 1,5 milyar m3. Hal ini disebabkan distribusi hujan yang melimpah tapi mempunyai durasi yang relatif pendek, yaitu 3-4 bulan dan sebagian besar terjadi musim kemarau. Dari neraca air terlihat bahwa kondisi basah terjadi pada bulan Desember-Mei, dimana ketersediaan air berlimpah, yang berpotensi menimbulkan bencana alam banjir. Kondisi kering berada pada bulan Juni-November terjadi defisit ketersediaan air yang berpotensi menimbulkan bencana kekeringan.
Neraca air yang telah dihitung, mempunyai implikasi terhadap pemenuhan air untuk kebutuhan masyarakat maupun pertanian. Kebutuhan air di Provinsi NTT dibagi menjadi tiga dengan total kebutuhan sebesar 10,03 milyar m3/tahun.
1. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi digunakan untuk mengairi areal daerah irigasi di Provinsi NTT seluas 355.969 Ha, yang terdiri dari: Daerah Irigasi (DI) kewenangan pusat sebanyak 26 DI dengan total areal 106.689 Ha, Daerah Irigasi kewenangan provinsi sebanyak 42 DI dengan total areal 60.328 Ha, Daerah Irigasi kewenangan kabupaten/kota sebanyak 3.069 DI dengan total areal 188.952 Ha. Berdasarkan asumsi kebutuhan air irigasi 1,5 liter/detik/Ha maka total kebutuhan air irigasi sebesar 9.401.158.779,84 m3
2. Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan air baku diasumsikan 75 liter/orang/hari dengan jumlah penduduk sekitar 5.120.061 jiwa, maka total kebutuhan air baku sebesar 140.161.669 m3.
3. Kebutuhan Air non Irigasi
Kebutuhan air non irigasi terdiri dari Kebutuhan air MDI (Municipal Domestic and Industry), kebutuhan air untuk peternakan, kebutuhan air untuk perikanan, dan kebutuhan air untuk pemeliharaan. Total kebutuhan air non irigasi sebesar 489.192.432,78 m3.
Kelebihan air pada bulan basah dapat dimanfaatkan dengan membangun bangunan penampung-penampung air seperti bendungan/waduk, embung irigasi dan embung kecil. Bangunan-bangunan air tersebut disamping untuk menampung air dan digunakan pada bulan kering, berfungsi juga sebagai pengendali banjir dan konservasi (menaikkan muka air tanah). Dengan defisit air ± 1,5 milyar m3 maka masih diperlukan banyak sarana bangunan penampung air di Provinsi NTT.
Hasil analisis perhitungan kebutuhan bangunan air untuk mengatasi defisit air tersebut adalah waduk sebanyak 70 buah, embung irigasi sebanyak 100 buah, embung kecil sebanyak 4000, dan sumur bor sebanyak 3000 buah. estimasi total tampungan adalah 1,59 milyar m3.
Sampai dengan tahun 2014 pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi NTT telah membangun bangunan penampung air hujan berupa embung kecil sebanyak 910 buah, embung irigasi 32 buah, dan bendungan/waduk satu buah yaitu Waduk Tilong. Berdasarkan hasil identifikasi, potensi pembangunan bendungan/waduk di Provinsi NTT sebanyak 50 buah yang tersebar di tiga pulau besar, yaitu Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Flores. Keterbatasan dana terutama oleh Pemerintah Provinsi NTT mengakibatkan proses pembangunan berjalan relatif lambat. Namun beberapa tahun terakhir pemerintah pusat melalui Kementerian PU-PR berusaha mempercepat proses pembangunan sarana prasarana sumber daya air (SDA). Program kerja Kementerian PU-PR tahun 2015-2019 di antaranya adalah pembangunan 65 bendungan/waduk di seluruh Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Bendungan baru yang akan dibangun jumlahnya adalah 49, dan tujuh bendungan di antaranya dibangun di NTT.
Pembangunan tujuh buah bendungan/waduk merupakan bukti komitmen pemerintah pusat untuk mengatasi krisis air di Provinsi NTT. Paling tidak sampai dengan 2019 ketujuh bendungan tersebut diharapkan dapat selesai dikerjakan. Ketujuh bendungan itu adalah Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka, Bendungan Lambo di Kabupaten Nagekeo, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang, dan Bendungan Kolhua di Kota Kupang. Berikut adalah sekilas gambaran tujuh bendungan di Provinsi NTT :
1. Bendungan Raknamo
Bendungan Raknamo terletak di Desa Raknamo Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Bendungan ini direncanakan mampu mengairi Daerah Irigasi Raknamo seluas 1.250 ha serta air baku sebesar 100 liter/detik untuk masyarakat sekitar serta daerah Oelamasi (Ibukota Kabupaten Kupang), serta pengendalian banjir di daerah hilir. Pembangunan Bendungan Raknamo telah terkontrak pada 26 November tahun 2014. Progres pembangunan Bendungan Raknamo saat ini 78% dari rencana 26%.
2. Bendungan Rotiklot
Bendungan Rotiklot terletak di Desa Fatuketi Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu. Pada dataran A ini ba setiap tahun mengalami banjir yang merendam 322 KK, menjawab tantangan dan peluang direncanakan Bendungan Rotiklot yang mampu mengairi 140 Ha (Padi), 500 Ha (Palawija) selain 40 liter/detik air baku untuk masyarakat sekitar dan Pelabuhan Atapupu. Pembangunan Bendungan Rotiklot telah terkontrak pada 27 November tahun 2015. Progres Bendungan Rotiklot saat ini 32% dari rencana 25%.