Tantangan Pengelolaan Sumber Daya Air di NTT
Kondisi iklim yang relatif kering menjadikan wilayah NTT mengalami permasalahan Sumber Daya Air (SDA) yang sangat serius.
3. Bendungan Napunggete
Bendungan Napunggete terletak di Desa Ilin Medo Kecamatan Waiblama Kabupaten Sikka. Bendungan Napunggete menjawab kebutuhan Kota Maumere (Ibukota Kabupaten Sikka) saat ini mengalami krisis air bersih, Bendungan direncanakan mampu menyuplai air bersih sebesar 200 liter/detik selain untuk intensifikasi areal irigasi DI Nebe seluas 230 ha.
Status persiapan pembangunan Bendungan Napunggete hari ini menunggu penetapan pemenang dari Menteri PUPR dan persetujuan multy years contract dari Menteri Keuangan. Rencana kontrak tanggal 2 Desember 2016 dan groundbreacking oleh Presiden RI pada tanggal 13 Desember 2016 bertepatan dengan Hari Nusantara yang dipusatkan di Kabupaten Lembata.
4. Bendungan Manikin/Tefmo
Bendungan Manikin terletak di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Bendungan Manikin merupakan salah satu skema untuk pemenuhan air bersih bagi Kota Kupang selain Bendungan Kolhua, mempunyai potensi untuk pengembangan areal pertanian seluas 1.030 ha dan air bersih dengan debit sebesar 298 liter/detik.
5. Bendungan Mbay/Lambo
Bendungan Mbay/Lambo terletak di Desa Labolewa Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo. Bendungan ini terletak di bagian hulu Kota Mbay yang merupakan Ibukota Kabupaten Nagekeo. Dataran Mbay terletak pada hamparan yang relatif datar dan mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian, Bendungan direncanakan mampu menyuplai untuk Daerah Irigasi Sutami seluas 5.200 Ha serta air baku untuk kota sebanyak 200 liter/detik.
6. Bendungan Temef
Bendungan Temef terletak di Desa Oeninio Kecamatan Oenino Kabupaten TTS. Sungai Temef merupakan salah satu anak sungai Benanain yang setiap tahun mengalami banjir di dataran Malaka, Bendungan ini diharapkan dapat mereduksi banjir selain dapat menambah areal Irigasi untuk intensifikasi 1.152 Ha dan ekstensifikasi 4.097 Ha serta potensi PLTM sebesar 2 x 1,1 MW
7. Bendungan Kolhua/Helong
Bendungan Kolhua terletak di Desa Kolhua, Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Setiap musim kemarau Kota Kupang selalu mengalami krisis air bersih. Bendungan direncanakan mampu menyuplai air bersih dengan system gravitasi ke kotas ebesar 150 liter/detik.
Di balik komitmen yang kuat dari pemerintah pusat untuk membangun tujuh bendungan seperti tersebut di atas, bukan berarti semuanya berjalan mulus sesuai rencana. Bendungan Kolhua misalnya, telah mengalami penolakan masyarakat. Daerah bendungan dan genangan terletak pada lahan pertanian milik warga masyarakat, proses pembebasan lahan oleh Pemerintah Kota Kupang masih terkendala pro dan kontra dalam masyarakat. Beberapa hal yang berkaitan dengan Penolakan terhadap Pembangunan Bendungan Kolhua :
* Study Amdal gagal di Tim Teknis Komisi Amdal Provinsi NTT pada tahun 2012 dan tahun 2015, karena ada penolakan dari masyarakat pemilik lahan.
* Surat KOMNAS HAM RI Nomor : 1.327/K/PMT/VI/2014 tanggal 12 Juni 2014, Perihal : Rekomendasi Berkenaan Dengan Rencana Pembangunan Bendungan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang pada intinya, pengadu menyampaikan keberatan atas rencana Pemerintah Kota Kupang untuk membangun Bendungan Kolhua seluas 118,60 Ha dengan alasan bahwa lahan tersebut merupakan produktif, baik lahan pertanian, perkebunan (hutan Jati) dan sumber makanan ternak ( kambing dan sapi). Selain itu, lahan tersebut merupakan tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan melekat pada masyarakat adat, dan terdapat pemakaman leluhur.
Namun karena sudah masuk dalam rancangan pembangunan nasional, maka pelaksanaannya harus dilakukan. Jika terjadi kesulitan pembebasan lahan maka ada jalan yaitu berdasarkan Undang-undang dan peraturan, maka pemerintah dapat mengambil alih lahan masyarakat untuk kepentingan umum. Kalau hal ini yang terjadi maka yang rugi adalah masyarakat pemilik lahan itu sendiri.
Dukungan Stakeholder dalam Pembangunan Infrastruktur
Salah satu kebijakan dasar pengelolaan air di Indonesia adalah pendayagunaan sumber air harus berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi pada masyarakat di setiap tingkat dan mendorong tumbuhnya komitmen bersama antarpihak terkait (stakeholder) dan penyelenggaraan aktivitas-aktivitas yang layak secara sosial.
Dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air di daerah. Berbagai elemen dalam masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat dalam prosesnya. Pembangunan yang dilakukan bukan serta merta terjadi begitu saja. Contoh kasus seperti pembangunan Waduk Kolhua yang sampai saat ini belum ada kepastian terkait pembebasan lahan. Situasi politik yang terjadi dapat membuat situasi bertambah pelik. Mestinya kondisi keuangan daerah yang masih belum mencukupi dan di sisi lain ada komitmen dari pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur sumber daya air merupakan hal yang menggembirakan dan sudah sepatutnya mendapat dukungan dari semua komponen di Provinsi NTT.
Paling tidak ada empat komponen dalam mendukung pembangunan infrastruktur di daerah, yaitu:
1. Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah
Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, mutlak untuk dilakukan. Dukungan tersebut bukan saja pada saat pelaksanaan, tetapi lebih pada saat dilakukan penyiapan lokasi. Masalah sosial dan pembebasan lahan perlu diperhatikan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Perlu pendekatan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan menjamin kepastian hukum dalam perolehan tanah bagi pelaksanaan pembangunan.
Komitmen pemerintah itu sendiri dapat tercermin dari struktur APBN, APBD provinsi maupun APBD kabupaten/kota. Pada tahun 2016 ini, APBN mengalokasikan dana sebesar ± 11 triliun rupiah, dan sekitar 43,8 % merupakan dana untuk membangun infrastruktur di NTT. Untuk APBD Provinsi NTT dialokasikan sekitar 12,9 % dari total anggaran ± 3,5 triliun rupiah. Secara keseluruhan komposisi dana pembangunan NTT meliputi : Sektoral 21 %, APBD Provinsi NTT 10 %, APBD kabupaten/kota 51 %, tugas pembantuan 10 %, dana dekonsentrasi 4 %, program bersama 2 %, mitra lembaga Internasional 2 %. Dengan demikian sinergitas secara vertikal maupun horisontal sangat dibutuhkan. Jika tidak demikian maka akan berpotensi terjadi ketimpangan dalam proses pembangunan di Provinsi NTT ini.
2. Dukungan Masyarakat
Peran serta dan dukungan dari masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap proses pembangunan yang dilaksanakan. Untuk itu masyarakat perlu senantiasa diberikan pemahaman yang baik dan selalu dilibatkan dalam setiap tahapan pembangunan. Hal ini dipandang perlu untuk merekatkan hubungan emosional masyarakat dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap setiap aspek pembangunan. Pemerintah memang sudah mulai untuk mengadakan pertemuan dalam bentuk seminar dan lokakarya tentang pengelolaan sumber daya air. Dinas PU Provinsi NTT sendiri selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pembangunan infrastruktur yang akan dibangun. Sosialisasi kepada msayarakat terkait Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) secara umum juga dilakukan pada bulan Oktober 2016.
Kesadaran masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan sumber daya air di wilayahnya masing-masing sudah terbentuk. Akan tetapi, secara umum hasilnya belum tampak nyata. Mungkin diperlukan suatu penyadaran publik secara terus-menerus dengan banyak cara. Persoalan sosial dan penolakan masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur yang terjadi menjadi bahan perenungan kita bersama di provinsi yang serba minus ini. Terkadang tidak dipungkiri bahwa ada politisasi dari pihak/golongan tertentu yang tidak ingin ada kemajuan di bumi Flobamora ini.
3. Dukungan LSM/NGO
Persoalan pengelolaan sumber daya air bukan lagi hanya menjadi urusan pemerintah, melainkan merupakan urusan bersama semua pihak. Peranan LSM/NGO juga sangat penting. Beberapa LSM/NGO besar telah aktif berperan bersama-sama Pemerintah terutama dalam hal advokasi terhadap masyarakat. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang positif terkait kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun di sisi lain, ada LSM/NGO yang didirikan dengan motif tertentu. Motif yang dimaksud adalah hal yang kontradiktif dengan program/kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah. Apalagi pendirian suatu badan seperti halnya LSM sangat mudah untuk dilakukan. Cukup dengan modal beberapa ratus ribu rupiah saja badan usaha atau LSM sudah dapat menjalankan kegiatannya. Akte pendiriannya pun tergolong relatif murah. Ada LSM yang cukup giat terutama terkait pengelolaan SDA, seperti Yayasan Pikul yang beberapa waktu terakhir telah mengadakan penelitian terkait pengelolaan SDA berkelanjutan dengan kearifan lokal berdasarkan aspek sosial budaya yang kental di NTT. Hal tersebut tentunya sangat mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sehingga pengelolaan sumber daya air dapat berkelanjutan (sustainable).
4. Dukungan Media
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, disebutkan bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Keterbukaan informasi publik sekaligus menjadi sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik dan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informatif yang semakin berkualitas.