Menghilangkan Orientasi Jabatan

Pembagian kekuasaan kepada mereka yang dianggap sebagai pendukung bukan sesuai kebutuhan.

Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra

POS KUPANG.COM - Selama ini, kita melihat pembentukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pada tiap provinsi, kota dan kabupaten masih sangat gemuk. Bupati, walikota dan gubernur kerap "memanfaatkan" semata untuk sharing power.

Pembagian kekuasaan kepada mereka yang dianggap sebagai pendukung bukan sesuai kebutuhan. Konsekwensinya pelayanan berjalan tumpang tindih serta tak efisien.

Dengan kata lain, perampingan, restrukturisasi atau penataan kembali institusi pemerintahan mengarah pada pendekatan miskin struktur tapi kaya fungsi. Beberapa instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi sama digabung saja sehingga menjadi satu kesatuan pelayanan.

Dengan demikian masyarakat yang membutuhkan pelayanan hanya mendatangi satu lembaga dengan tupoksi yang sama. Selama ini, memang tak fokus selain hanya menghambur-hamburkan anggaran negara.

Semangat yang hendak diketengahkan, yakni perlahan menghilangkan orientasi jabatan eselon atau struktur yang selama ini diagung-agungkan. Padahal ditilik dari fungsi belum banyak memberi pengaruh pada perubahan pelayanan. Pelayanan masih jauh dari harapan. Justru sebaliknya, masyarakat yang sejatinya mendapat servis masih sulit mendapat akses karena birokrasi yang panjang dan melelahkan. Karena itulah sebagaimana yang ditunjukkan Pemkab Manggarai bersama DPRD setempat yang telah membentuk 19 dinas dan tiga badan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Dengan pembentukan lembaga yang baru kita berharap pelayanan kepada masyarakat Manggarai akan semakin baik. Pun untuk pemerintah kabupaten lain di NTT yang belum membentuk kita berharap agar segera mengimplementasikan perintah PP tersebut.

Salah satu contoh, pelayanan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) sesungguhnya telah membawa roh miskin struktur kaya fungsi ini. Namun, realisasinya belum maksimal. Di BPPT Kota Kupang, misalnya baru 13 izin yang diserahkan dari puluhan izin yang diamanatkan peraturan pemerintah. Sebagian besar belum. Karena itu, aneh ketika pelayanan satu atap ini sudah berjalan beberapa tahun, namun masih ada "kantor satu atap" lainnya. Justru membingungkan masyarakat.

Karena itu perlunya keseriusan pemerintah kota untuk segera menertibkannya. Praktis ada banyak permainan bawah tangan yang dilakukan. Misalnya, izin mendirikan bangunan (IMB) kepada masyarakat dengan masa surut. Artinya, izin baru diterbitkan sekarang, namun tanggal yang tercantum pada IMB berlangsung beberapa tahun sebelumnya ketika kantor satu atap belum didirikan. Tujuannya untuk menghindari berbagai kewajiban. Hal ini tentu merugikan negara. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved