Punggung dan Panggung Perempuan Biasa
Panggung Perempuan Biasa dapat dilihat sebagai sebuah upaya representasi, usaha menyuarakan kegetiran nasib kaum perempuan NTT
Perempuan bukanlah makhluk yang membutuhkan simpati berlebihan, sebab itu hanya akan melanggengkan gambaran tentang perempuan sebagai sosok lemah yang bergantung pada laki-laki. Perempuan adalah makhluk yang bisa bangkit melawan dengan kekuatan sendiri untuk mematahkan gambaran sosial yang dikonstruksi untuk melanggengkan dominasi laki-laki. Perempuan juga bisa dengan tegas mengatakan "tidak" pada setiap praktik sosial yang merugikan diri mereka.
Saya melihat Panggung Perempuan Biasa sebagai narasi tentang perempuan secara khusus perempuan NTT yang perlahan berusaha bangkit dari keterpurukan untuk melawan situasi yang mengesampingkan mereka. Mereka sedang memasang punggung untuk membangun panggung mereka sendiri, dimana mereka bisa memiliki ruang untuk membuktikan bahwa mereka mampu berteriak melawan ketidakadilan yang mereka alami. Mereka bisa menarasikan diri mereka secara berbeda, dan membalikkan gambaran-gambaran yang keliru dalam dunia sosial-kultural mereka.
Akhirnya, Panggung Perempuan Biasa menjadi ruang perempuan menarasikan diri mereka dalam gambaran yang masih cukup ambivalen, antara gambaran yang dikonstruksi oleh dunia sosialnya, dengan gambaran yang coba mereka rangkai sendiri. Barangkali dalam pementasan berikutnya akan ditemukan sebuah narasi yang lebih tegas menunjukkan gambaran diri perempuan NTT yang bangkit melawan, serentak narasi mereka tentang laki-laki yang hidup dalam dunia sosial mereka. Laki-laki sebagai penindas? Atau laki-laki sebagai mitra yang bisa dilampaui? Publik NTT menanti pentas panggung perempuan berikutnya.*