Putusan PN Dinilai Tak Adil Siska Menangis Depan Ketua Pengadilan
Bersama suaminya, Fransiska diterima Ketua PN Atambua, Robert, S.H, Panitera, Sega Fransiskus, dan dua pejabat PN lainnya.
POS KUPANG.COM, ATAMBUA -Merasa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Atambua tak adil, Fransiska Nanga (49) mendatangi PN Atambua bersama suaminya, Petrus Pikut, Selasa (21/6/2016).
Bersama suaminya, Fransiska diterima Ketua PN Atambua, Robert, S.H, Panitera, Sega Fransiskus, dan dua pejabat PN lainnya.
Di hadapan Ketua PN Atambua, Fransiska dan suaminya berbicara penuh emosi mempertanyakan mengapa putusan pengadilan memberatkannya dan seolah keadilan jauh darinya.
Mengapa hanya dirinya yang diharuskan menjalani hukuman penjara lima bulan dan cuma dirinya diharuskan membayar ganti rugi Rp 187 juta kepada Marianus Antoni. Padahal dirinya tak pernah menerima uang dari Marianus satu sen pun karena Marianus menyetor langsung ke PT Life Solution.
Namun Ketua PN Atambua, Robert dan panitera mengatakan semua sudah diputuskan dalam sidang sehingga mereka tak bisa membahas apa yang sudah menjadi keputusan hakim.
Fransiska mengaku kedatangan dirinya bersama suami hanyalah untuk menyerahkan berkas memori peninjauan kembali (PK) terhadap perkara perdata yang mengharuskannya membayar Rp 187 juta kepada Marianus Antonius.
Memori PK, lanjutnya, dilakukan berdasarkan permintaan Ketua PN Atambua pada pertemuan sebelumnya.
"Kami datang menyerahkan memori PK karena putusan ini tak adil bagi saya," katanya.
Namun jawaban ketua PN dan panitera membuat keduanya tersentak. Fransiska sebagai tergugat tak bisa mengambil langkah hukum luar biasa karena dibatasi peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 karena kasus itu masuk kategori gugatan sederhana sehingga putusan PN Atambua inkrah, final dan mengikat. Upaya untuk banding, kasasi atau peninjauan kembali sangat tidak mungkin.
Mendengar hal ini, Fransiska dan suami tetap ngotot menyerahkan memori PK karena menurut mereka itu atas permintaan Ketua PN Atambua pada pertemuan kali lalu. Bahkan, lanjutnya, Ketua PN Atambua meminta mereka bersama petugas menghitung biaya administrasi yang timbul jika mereka melakukan upaya PK.
Ketua PN Atambua, Robert menegaskan, dirinya tak pernah meminta ataupun menyarankan agar Fransiska melakukan upaya PK karena hal itu disalahkan secara aturan.
"Tak ada upaya hukum luar biasa. Putusan ini inkrah. Satu-satunya jalan adalah berdamai saja. Dan bicarakan bagaimana supaya ibu cicil atau apa. Ibu ngotot kemanapun tak bisa," ujar Robert.
Menurutnya, upaya hukum lanjutan setelah putusan adalah melakukan keberatan atas putusan itu. Namun keberatan sudah dilakukan dan PN Atambua tetap pada putusannya mengharuskan Fransiska menyelesaikan kewajibannya.
Mendengar penjelasan ini, Fransiska dan suaminya melemah dan menitikkan air matanya.
"Putusan ini menyakitkan pak. Saya sudah dihukum penjara lima bulan, sekarang harus bayar Rp 187 juta padahal saya tidak terima uang itu," katanya. (roy)