Selamat Datang Pemilihan Serentak NTT 2017 (1)
Mengurai benang kusut Pilbup di NTT, terkesan mengerjakan sesuatu yang sia-sia.
Mengurai Benang Kusut Pemilihan di NTT
Oleh Yosafat Koli
Komisioner KPU Provinsi NTT, Tinggal di Kupang
POS KUPANG.COM - RABU, 15 Februari 2017, pemilihan serentak kedua digelar pada 8 provinsi dan 94 kabupaten/kota. Nusa Tenggara Timur kebagian tiga: Kota Kupang, Kabupaten Lembata dan Flores Timur. Hari ini, 27 Mei, Kota Kupang menggelar peluncuran tahapan pemilihan Walikota, sementara Flores Timur dan Lembata, Sabtu (28/5). Selamat datang pemilihan serentak NTT 2017. Tulisan ini dibuat untuk dua perspektif. Refleksi atas karut-marut proses pemilihan bupati dan wakil bupati 2015 serta apa sebaiknya dilakukan dalam pemilihan ke depan.
Mengurai benang kusut Pilbup di NTT, terkesan mengerjakan sesuatu yang sia-sia. Semangatnya ingin menunjukkan kerumitan penyelenggaraan pilbup/pilwalkot ibarat benang yang lepas dari gulungan, saling membelit dan mengikat.
Sejumlah kasus yang merebak dalam pemilihan serentak di NTT 2015 nyaris merontokkan rasa nyaman rakyat berdemokrasi. Kasus pencalonan dan ricuh penghitungan suara di Kecamatan Ndoso, Manggarai Barat, atau pencalonan perorangan di Manggarai, dan kasus pencalonan di Sumba Timur, serta fenomena calon tunggal Timor Tengah Utara. Ini adalah sedikit dari contoh benang kusut dalam tahapan pemilihan. Meskipun aturannya cukup jelas, ada saja hal yang membuat menjadi tidak jelas, kabur dan kekacauan yang nyaris meminta korban jiwa.
Memang bukan hanya di NTT. Data keseluruhan di Indonesia menunjukkan setidaknya ada 36 laporan dugaan pidana pemilu, 59 sengketa TUN terkait dengan syarat calon yang ditetapkan oleh KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota, lima penundaan pelaksanaan pemungutan suara (pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, Sumatera Utara, pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Manado, Sulawesi Utara, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun, Sumatera Utara dan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Fakfak, Papua Barat), 151 permohonan Perselisihan Hasil Pemilih (PHP) di Mahkamah Konstitusi dengan hasil tujuh permohonan dicabut, tiga permohonan ditolak seluruhnya, 135 permohonan tidak dapat diterima. Di NTT, terdapat tiga PHP, Manggarai dengan nomor register permohonan 130/PHP-BUP-XIV/2016, Sumba Timur 96/PHP-BUP-XIV/2016, dan Manggarai Barat 133/PHP-BUP-XIV/2016.
Meskipun permohonan kandas, fenomena ini mempertegas adanya benang kusut.
Tetapi bak benang yang kusut, jika akan menggunakannya lagi, maka dia harus diurai, dicari ujungnya, melepas belitan dan ikatannya, menggulungnya lagi secara teratur agar dapat digunakan lagi.
Awal Februari silam, KPU Provinsi NTT melakukan evaluasi pemilihan serentak 2015 di Nusa Tenggara Timur. Krusialnya pada empat tahapan. Pembentukan PPK, PPS, dan KPS; pemutakhiran data dan daftar pemilih; pendaftaran pasangan calon, serta pemungutan dan penghitungan suara.
Penyelenggara Bawah, Ujung Tombak Yang Tajam Terpercaya
Semangat menjadikan pemilihan berkualitas mendorong KPU mengeluarkan PKPU No 3 Tahun 2015 tentang tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten, PPK, PPS, dan KPPS dengan sejumlah persyaratan yang lebih ketat. Khususnya syarat usia, pendidikan, dan pembatasan periode menjadi penyelenggara.
Pendidikan paling rendah adalah SLTA atau sederajat, dengan usia paling rendah dua puluh lima tahun. KPU kabupaten/kota mengalami masalah serius mengingat kurangnya calon di kecamatan dan desa seperti disyaratkan. Banyak sarjana yang tidak dapat diterima terkendala usia yang belum cukup.
Sebaliknya ada calon yang sudah berusia 25 tahun tetapi cuma
SD atau SMP. Periode menjadi penyelenggara tidak lebih dari dua kali. Periodisasi dimaksud pernah menjadi penyelenggara pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilihan kepala daerah (gubernur atau bupati atau walikota).
Semangat regulasi ini merupakan perbaikan atas refleksi buruknya penyelenggaraan pemilu pada pemilihan sebelumnya. Ujung tombak dari penyelenggaraan pemilihan adalah badan penyelenggara bawah. Jika proses pada aras bawah bagus dan benar, tentu ke atasnya akan terbawa. Usia berkaitan dengan kematangan intelektual dan emosional dan pendidikan untuk mengawal proses administrasi. Banyak format isian yang harus tepat mengisinya dan benar logika berhitungnya. Kombinasi pendidikan dan kematangan usia mendorong ketekunan penyelenggara berjalan dalam jalur integritas.
Meskipun premis ini mudah dibantah oleh argumen bahwa integritas dan pendidikan kadang tidak berkorelasi, pembuat aturan menyadari bahwa sedapatnya masih banyak kaum terpelajar di kecamatan dan desa yang berintegritas.
Pembatasan periodisasi penyelenggara bawah, untuk meretas kebekuan dan kebuntuan tatkala atas nama telah berpengalaman, penyelenggara malas mempelajari aturan baru, atau terlalu mengandalkan kasadaran kolektif seolah-olah lama menjadi penyelenggara berarti tahu segalanya. Kesalahan menulis administrasi, tidak berintegritas karena 'bermain' mata dengan peserta pemilihan itulah ujiannya. Karena itu perlu penyelenggara yang masih fresh, taat pada aturan, loyal pada atasan adalah 'pasukan komando' terlatih yang siap menjadi tim sukses penyelenggara. (*)