Kemarau Panjang dan Ketahanan Pangan
Keresahan petani ini cukup beralasan karena secara normal di bulan Januari dalam siklus bertani justru
Saat ini metode sistem tanam tumpang sari telah ditinggalkan para petani. Empat puluh tahun yang lalu di kampung penulis sistem tanam tumpang sari sangat akrab dengan para petani. Ada ubi tertentu (ubi tatas, ubi ratih, ubi jalar, keladi, ohu) bahkan disimpan kurang lebih 1,5 tahun untuk menjaga ketahanan pangan. Caranya, pada saat digali untuk disimpan tidak boleh terkelupas/tergores kulit luarnya. Kalau tergores/terluka, maka akan terjadi pembusukan. Ini menjadi tugas PPL untuk kembali membangkitkan kearifan lokal dalam bertani.
Operasi Pasar Murah
Mengingat ini saat belum turun hujan yang dapat sedikit membantu memberikan kesuburan tanaman para petani, maka dapat diprediksi akan terjadi gagal panen, sementara stok pangan para petani dapat dipastikan akan semakin menipis. Lagi-lagi kasihan para petani! Kemarau panjang membawa petaka, ketahanan pangan menipis. Siapa gerangan yang akan membantu petani dalam menghadapi kondisi ini?
Dalam jangka panjang, penulis ingin mengajak para petani untuk kembali membangkitkan kearifan lokal berkaitan dengan sistem tanam tumpang sari. Sistem tanam ini telah terbukti menjaga ketahanan pangan. Di samping itu, pemerintah daerah dalam hal ini PPL, Badan Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian dan Perkebunan harus setia mendampingi para petani untuk memberikan motivasi dan pembinaan.
Untuk saat ini, perlu dilakukan langkah konkret dalam mengantisipasi keringnya tanaman para petani. Bupati Sikka, Drs. Yoseph Ansar Rera, telah menginstruksikan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sikka untuk menyiapkan bibit jagung (Pos Kupang, 12 Januari 2016) guna ditanam pada kebun yang sudah disiapkan.
Di samping itu, hemat penulis, perlu ada Operasi Pasar Murah untuk membantu masyarakat yang mengalami penipisan stok pangan. Operasi ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak mengalami kelaparan yang berdampak pada persoalan lain, seperti gizi buruk.
Mengubah Perilaku
Menjaga ketahanan pangan dapat dilakukan dengan mengubah perilaku masyarakat. Masyarakat yang senang berpesta pora menghabiskan uang berpuluh-puluh juta dalam waktu sekejap diarahkan untuk hidup lebih sederhana. Pesta yang bernuansa melestarikan budaya, menguatkan atau merekat-eratkan persaudaraan memang penting, namun perlu disederhanakan agar masayarakat memiliki ketahanan pangan karena masyarakat memiliki saving atau tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ketika mengalami gagal panen.
Budaya menabung perlu dihidupkan di tengah masyarakat. Perilaku konsumtif yang berlebihan perlu dikurangi apalagi konsumtif yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, tetapi menghabiskan uang yang relatif banyak. Perilaku hedonisme perlu dipangkas dalam kehidupan masyarakat. Kecenderungan untuk mengikuti irama hidup orang lain perlu dijaga agar kita menjadi diri sendiri dan tidak terpengaruh oleh gaya hidup orang lain.
Kebijakan Publik
Keberpihakan pada rakyat (petani) menjadi sebuah sikap yang arif dari Pemerintah Daerah dan DPRD saat ini, tatkala melihat kondisi petani yang mengalami nasib yang memprihatinkan yakni gagal panen. Perlu dilakukan kebijakan publik melalui alokasi sejumlah dana yang mendahului perubahan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan masyarakat.
Menipisnya stok pangan akibat dari mandeknya kesinambungan, ketersediaan pangan akibat dari gagal panen. Alokasi dana yang mendahului perubahan ini bisa dalam rangka Operasi Pasar Murah maupun penyediaan air bersih bagi masyarakat karena masyarakat tertentu di wilayah NTT kebutuhan air minum bersih sangat tergantung air hujan. Kebijakan politik ini penting untuk menekan ekses sosial lainnya, seperti pencurian, perampokan akibat orang terhimpit masalah sosial ekonomi.*