Memahami Gus Dur

Rabu, 30 Desember 2009. Kita semua kaget dan sudah tentu sangat kehilangan. Berita duka datang dari

Editor: Dion DB Putra
zoom-inlihat foto Memahami Gus Dur
ANTARA
Gus Dur (kanan)

Oleh Theodorus Widodo
Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) NTT

POS KUPANG.COM - Hari ini genap enam tahun sudah Gus Dur meninggalkan kita untuk selamanya. Ia pergi menghadap Tuhan sang pencipta dan pemilik kehidupan ini.

Rabu, 30 Desember 2009. Kita semua kaget dan sudah tentu sangat kehilangan. Berita duka datang dari Jakarta atau lebih tepatnya RS Cipto Mangunkusumo. Gus Dur, mantan Presiden dan mantan ketua Tanfidziyah PB NU berpulang. Apa mau dikata. Sekalipun Gus Dur sakit-sakitan, berita ini tetap saja mengagetkan semua orang. Tak disangka. Tuhan tega memanggil pulang hambanya yang baik ini begitu cepat.

Mestinya dia belum perlu diistirahatkan karena ia masih mau bekerja keras membimbing bangsa yang dicintainya. Tapi sekali lagi apa boleh buat. Gus Dur sendiri juga waktu itu pasti terheran-heran karena tiba-tiba saja sudah sampai di pangkuan Gusti Allah. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Sang pemilik kehidupan pasti punya rencana lain yang tidak bisa kita pahami.

Tulisan singkat di bawah ini semoga mampu menyegarkan kembali ingatan kita tentang sosok Sang Guru Bangsa, tokoh pluralis yang belum ada tandingannya dalam sejarah Indonesia. Orang boleh tidak setuju untuk pendapat ini. Pemujaan yang berlebihan akan terkesan terlalu mengkultusindividukan seseorang apalagi untuk seorang Gus Dur yang entah kenapa sampai sekarang belum juga diangkat jadi pahlawan nasional.

Tapi lepas dari semua itu, paling tidak ini kesan banyak orang termasuk saya yang sangat mendambakan kehadiran seorang pemimpin yang mampu mengayomi siapa saja tanpa peduli asal- usul suku, agama, ras dan golongan.

Untuk soal yang satu ini pasti semua orang setuju. Bahwa sesungguhnya Gus Dur belum ada tandingannya. Maka sebagai ungkapan taqzim, saya selalu berusaha mengenang kembali pemimpin yang saya kagumi ini di setiap ulang tahun wafatnya.

Paling tidak, bagi saya, tulisan singkat tentang sang tokoh adalah bagian dari tanggung jawab kecil saya dalam upaya melawan lupa sekaligus sebagai ungkapan dedikasi kepada sang waliyullah.

Tak bisa dipungkiri bahwa di negeri ini belum pernah ada seorangpun pemimpin yang selalu konsisten membela siapapun yang lemah dan tertindas. Dan pembelaan ini tanpa reserve menembus batas ruang dan waktu. Gus Dur selalu konsisten membela kaum tertindas sejak zaman masih susah yaitu bicara saja bisa ditangkap sampai akhir hayatnya di saat orang bebas bicara. Toh mengenang orang yang telah berjasa dalam hidup itu juga tidak ada salahnya. Keteladanan itu perlu sebagai refleksi akhir tahun dan bekal menapaki tahun baru yang sudah di depan mata.

Budayawan Mohamad Sobary dalam artikelnya berjudul "Gus Dur, Fenomena Sebuah Kitab Kuning" 28 Juni 2000 di harian Kompas menulis: Gus Dur itu sebuah fenomena yang sulit dipahami. Ia fenomena budaya yang terselip di tengah kaum Nahdliyin "tradisionalis" yang tiga puluh juta jumlahnya. Di saat yang sama ia mungkin juga ironi sejarah bagi kaum "modernis"-karena kehadirannya bisa membalikkan diametral kategorisasi ilmiah mengenai siapa sebenarnya yang "tradisionalis" dan siapa yang berhak disebut "modernis".

Untuk soal ini Sobary pasti benar. Dan bukan hanya soal tradisionalis atau modernis semata. Jangan coba-coba mengidentikkan Gus Dur dengan sebuah kategori. Gus Dur itu non-kategorial. Ia seorang Muslim taat tapi selalu cenderung membela yang non-muslim.

Ia sangat ramah kepada agama lain tapi terkesan "keras" kepada agamanya sendiri karena ia selalu mantap dengan agamanya itu. Ia terdidik di Mesir dan Irak, pusat studi dan kultur Islam, tapi pikirannya sangat "barat" karena ia pencinta demokrasi dan penikmat simfoni Beethoven.

Ia santri tradisionalis yang besar di pondok tapi pola pikirnya lebih maju dari mereka yang tumbuh dan besar di rumah gedongan atau gedung mewah full ac. Ia tidak mampu melihat dengan mata fisik, tapi mampu melihat segalanya dengan mata hati melebihi kita semua. Ia tertidur di ruang-ruang rapat, tapi mampu merespons dengan baik semua perbincangan yang berlangsung di saat tertidur lelap. Ia kiyai yang penuh kasih dan lemah lembut, tapi tak jarang juga bertindak bagai raja penuh wibawa yang keras dan tegas membela siapa saja rakyatnya yang datang meminta perlindungan.

Maka untuk memahami Gus Dur jangan salah. Ia tidak bisa dikerangkeng dalam salah satu blok. Ia bukan hanya milik Indonesia. Ia milik dunia. Memahami Gus Dur rumusnya hanya satu dan amat sederhana. Ia selalu berada di tengah, tidak di mana-mana dan tidak pernah ke mana-mana. Ia selalu siap membela siapa saja yang mengalami penindasan.

Sikap ini sudah tentu membuat sebagian orang sebal. Apalagi mereka yang suka menindas menggunakan dikotomi mayoritas-minoritas. Yang sebal di sini juga termasuk para politisi Senayan "Taman Kanak-Kanak" yang saking kesalnya berusaha cari-cari alasan untuk menjatuhkan Gus Dur, presiden yang mereka pilih sendiri. Dan mereka berhasil. Walau dengan alasan yang tidak jelas sampai sekarang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved