Liputan Khusus
Filosofi DeMAM Membangun dari Desa
Saat ini terutama pada tahun 2015 ini sudah ada banyak program yang ada di desa.
POS KUPANG.COM - Berikut ini pandangan Dr. Thomas Ola Langoday, SE,
Dosen Fakultas Ekonomi Unwira Kupang terkait program Desa Mandiri Anggur Merah dari Pemerintah Provinsi NTT.
Filosofi membangun dari desa dipersepsikan sebagai orang luar yang berinisiatif membangun desa untuk menolong masyarakat desa yang mendiami desanya. Sebaliknya filosofi desa membangun dipersepsikan sebagai orang desa yang berinisiatif membangun desanya sendiri. Bahwa akan datang bantuan berbagai sumber daya dari pemerintah dan atau lembaga non pemerintah, itu urusan lain lagi.
Saat ini terutama pada tahun 2015 ini sudah ada banyak program yang ada di desa. Untuk masyarakat NTT, program membangun dari desa tidak dapat dipisahkan dengan program Desa Mandiri Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera atau sering disebut Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM).
Program ini disebut membangun dari desa karena inisiatornya pemerintah provinsi. Masyarakat desa diminta membentuk kelompok dengan fasilitator sarjana yang direkrut pemerintah daerah.
Adapun tujuannya adalah 1. Mengurangi angka kemiskinan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif sesuai keunggulan komparatif dan kompetitif Desa/kelurahan. 2.Memberdayakan kelembagaan pedesaan yang dapat mendukung pelaksanaan 4 (empat) tekad pembangunan dan 8 (delapan) agenda pembangunan daerah. 3.Menciptakan calon wirausahawan baru yang dapat membuka lapangan kerja yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Desa/Kelurahan.
Program DeMAM telah dilaksanakan sejak 2011 dengan dana Rp 250.000.000/desa/kelurahan di kecamatan penerima. Sampai tahun 2015 sudah 1.093 desa yang menerima dengan total dana Rp 524.000.000.000. Memperhatikan tujuan dan penelusuran data yang diperoleh, maka beberapa catatan kritis yang perlu dikemukakan agar khalayak dapat mengetahuinya.
Pertama, tidak dapat dipungkiri angka kemiskinan di perdesaan NTT mengalami penurunan sepanjang periodesasi pelaksanaan DeMAM. Sejak awal pelaksanaan program DeMAM tercatat 208,461 KK miskin di NTT dan pada akhir tahun 2014 jumlah KK miskin berkurang menjadi 186,710 KK miskin. Namun demikian, belum dapat dipilah dengan jelas apakah penurunan angka kemiskinan tersebut sebagai dampak dari pelaksanaan DeMAM atau dampak dari program lain di desa seperti program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPM-MP), program keluarga harapan (PKH) atau inisiatif masyarakat lokal lainnya.
Pada sisi lain, pengembangan usaha ekonomi produktif sesuai keunggulan komparatif dan kompetitif desa/kelurahan belum dapat dipilah secara baik. Hal ini terjadi karena masih banyak kelompok usaha masyarakat menggeluti usaha koperasi atau unit simpan pinjam dan sejenisnya tanpa mengetahui apakah usaha tersebut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Kedua, patut diakui tujuan program DeMAM yang sudah dicapai dan paling spektakuler adalah memberdayakan kelembagaan perdesaan terutama dengan pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif sebagai syarat pencairan dana DeMAM. Sampai tahun 2014, sudah terbentuk 5,884 kelompok usaha ekonomi produktif dengan jumlah terbanyak adalah kelompok ternak babi sebanyak 34.13%; sapi 26.31%; kambing dan dagang masing-masing 11.66%; disusul industri, koperasi/SP dan ternak ayam masing-masing 6.93%, 6.20% dan 3.09%.
Ketiga, tujuan DeMAM yang menurut pengamatan ini belum tersentuh sama sekali adalah menciptakan calon wirausahawan baru yang dapat membuka lapangan kerja yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja di desa/kelurahan. Dari data lapangan dan laporan institusi terkait, belum ada satu pun pendamping DeMAM yang mampu merintis usaha di perdesaan sebagai pilot projeck percontohan pengembagan usaha ekonomi produktif. Juga sekaligus mempekerjakan tenaga kerja local dan dengan demikian menjadi calon entrepreneur hasil tempaan program DeMAM.
Mengamati tiga tujuan DeMAM tersebut, publik dapat saja memberikan penilaian capaian program DeMAM sampai saat ini. Satu hal yang pasti program DeMAM telah diadopsi pemerintah pusat dalam kerangka penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Roh dari program ini adalah desa membangun. Namun, dalam prakteknya sampai akhir tahun 2015 adalah program membangun dari desa.
Aparat desa didorong menyiapkan berbagai dokumen yang sebelumnya tidak pernah diketahui asal muasalnya. Yang penting ada dokumen RPJMDes, ada dokumen RKPDes, dokumen RAPBDes, dokumen Rincian ABDes dan sebagainya. Akhirnya secara nasional sampai dengan akhir tahun 2015 dari total Rp 20 triliun dana desa masih sisa Rp 2,9 triliun yang belum disalurkan ke desa.
Tantangan pada program DeMAM dengan Dana Desa mirip, yaitu pemerintah tidak sungguh-sungguh menyiapkan tenaga pendamping yang profesional sebagai ujung tombak di desa. Sampai saat ini masih banyak DeMAM yang belum memiliki pendamping, jika ada pun pendamping tersebut tinggal di kota dan tak berkontribusi langsung pada pembangunan desa yang didampinginya. Pada tingkat nasional juga mengalami nasib yang sama yaitu dana desa sudah lama disalurkan tetapi sampai akhir tahun 2015 belum ada satu pun desa yang memiliki pendamping. Inilah yang disebut filosofi membangun dari desa dan bukan desa membangun. *