Liputan Khusus

Dana Program DeMAM Dikira Sumbangan Gratis

Satu di antara sejumlah penyebab macetnya pengembalian dana DeMAM itu karena banyak

Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS/HERUDIN
ilustrasi 

POS KUPANG.COM, KUPANG - Program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) yang merupakan andalan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) di bawah kepemimpinan Gubernur Drs. Frans Lebu Raya dililit persoalan serius. Dana bergulir di kelompok masyarakat (Pokmas) tersendat bahkan macet karena masyarakat menganggap dana itu sumbangan gratis.

Dari total dana yang sudah digelontorkan selama lima tahun (2011-2015) sebanyak Rp 517-an miliar untuk mendukung usaha ekonomi produktif, 52 persen atau senilai Rp 272-an miliar macet pengembaliannya.

Satu di antara sejumlah penyebab macetnya pengembalian dana DeMAM itu karena banyak yang mengira bantuan dana itu gratis sebagai balas jasa setelah memilih Frans Lebu Raya sebagai Gubernur NTT dalam dua periode.

"Masyarakat yang belum mengembalikan berpikir lantaran sudah habis pilgub dan sudah memilih gubernur maka uangnya dipakai begitu saja, tidak perlu dikembalikan. Mereka juga mengangggap program DeMAM sebagai hadiah lantaran sudah memenangkan Pak Frans dalam pilgub," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTT, Angelino Da Costa kepada Pos Kupang, Selasa (15/12/2015) sore.

Ketua Fraksi PAN DPRD NTT itu menemukan fakta ini saat ia berkunjung ke Kabupaten Kupang dan TTS beberapa waktu lalu. Kondisi itu terjadi lantaran kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat penerima bantuan.

"Misalnya, kenapa ada yang gagal dalam program ini lantaran masyarakat kurang diberikan pemahaman dan sosialisasi lebih awal. Akhirya ada masyarakat yang menganggap ini programnya Gubernur Frans Lebu Raya lantaran pilih beliau maka mereka menyangka dana itu bantuan gratis. Padahal dana yang dipinjamkan harus dikembalikan. Faktor lain sanksinya tidak jelas bagi masyarakat yang belum mengembalikan dana tersebut," kata Angelino.

Selain itu, kata Angelino, banyak ditemukan Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM) bukan berasal dari desanya, tetapi ditunjuk dari desa lain yang berakibat lemahnya kontrol. Saat perekrutan juga ditengarai ada pilih kasih.

"Semestinya PKM dipilih dari sarjana-sarjana yang berasal dari desa itu sehingga serius memberikan perhatian kepada kelompok masyarakat penerima dana. Bagaimana mungkin kalau PKM itu dari Kota Kupang kemudian mengawasi desa di Kabupaten Kupang dengan beberapa desa. PKM itu tidak memberikan pengawasan yang maksimal dan terjadilah kegagalan," jelas Angelino.

Bagaimana dengan pengembalian kelompok masyarakat peminjam dana DEMAM 2011-2014 yang menunggak hingga Rp 272 miliaran, sebagai anggota DPRD Komisi IV yang membidangi langsung bidang ini tentunya akan memanggil dan meminta pertanggung jawaban dan penjelasan dari pemerintah. Tak hanya itu, Angelino akan mendesak pamerintah agar dana yang sudah dipinjamkan itu harus segera dikembalikan untuk dapat digulirkan kepada kelompok masyarakat lain. Dengan demikian desa-desa lain bisa mendapatkan semuanya. Apalagi target pemerintah tahun 2017 harus sudah terpenuhi semua desa dan selesai program tersebut.

Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Program Pembangunan DeMAM dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT juga menemukan macetnya pengembalian dana DeMAM tahun anggaran 2011-2014. Hasil uji petik di beberapa kabupaten menunjukkan 145 desa/kelurahan belum pernah melakukan pengembalian dana dengan total senilai Rp36,25 miliar.

Menurut BPK, rendahnya tingkat pengembalian pinjaman dan pengguliran dana tersebut terutama dilatarbelakangi bebeberapa persoalan. Pertama, jenis usaha yang dilakukan adalah jenis usaha yang membutuhkan waktu lama untuk menghasilkan. Kedua, usaha pokmas sudah tidak berjalan. Ketiga, adanya informasi yang diterima pokmas dana DeMAM merupakan hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.

Keempat, tidak adanya surat perjanjian tertulis yang mengikat anggota pokmas terkait sanksi yang jelas atas keterlambatan pengembalian dana. Kelima perguliran tidak berjalan karena masih menunggu pengembalian dari seluruh pokmas ke rekening desa/kelurahan terkumpul.

Dari laporan pemeriksaan kinerja BPK menyimpulkan pengelolaan Program DeMAM untuk pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP) desa dan pemberdayaan kelembagaan desa/kelurahan belum memadai. Kondisi itu mengakibatkan tujuan program DeMAM untuk mengurangi angka kemiskinan di NTT melalui pengembangan UEP belum tercapai sesuai target.

Tak hanya itu, hasil pemeriksaan menunjukkan secara umum usaha pokmas belum sepenuhnya berjalan secara optimal dalam membantu mengembangkan ekonomi pedesaan. Hal tersebut terjadi terutama karena belum adanya penerapan prinsip usaha bersama pada pokmas dan dana pinjaman yang diterima anggota pokmas terlalu kecil sehingga tidak memadai untuk pengembangan usaha.

Permasalahan tersebut mengakibatkan tingkat pengembalian pinjaman oleh pokmas kepada pemerintah desa/kelurahan relatif rendah rata-rata baru 27,18%, yang pada gilirannya perguliran dana DeMAM belum berjalan baik.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved