Tamu Kita
Elizabeth Blantran de Rozari: Jangan Menjadi Orangtua yang Egois
Di balik keberhasilan suami dan anak-anak, ada seorang istri dan ibu yang hebat. Salah satu wanita yang hebat itu adalah Elizabeth Blantran de Rozari
Bagaimana cara menemukan potensi yang ada pada setiap anak?
Orangtua, teristimewa seorang ibu, harus bisa melihat dan menemukan setiap potensi yang dimiliki anak-anaknya. Caranya, perhatikan perkembangan anak sejak kecil, lihat apa yang suka dikerjakannya atau permainan apa yang diminati dan dilakukannya sejak mulai balita hingga sekolah. Lalu bicarakan dengan anak tentang minat dan bakatnya itu dan lihat prestasinya di sekolah.
Diskusikan bersama dengan anak tentang minatnya itu lalu mulailah mengarahkannya untuk lebih intens terhadap minatnya itu dan kemudian pantaulah hasilnya dalam prestasi belajar di sekolah. Dari situlah kita bisa 'mengontrol', mensuport sekaligus mengawasi bagaimana potensi yang ada dalam diri anak itu bisa berkembang dengan baik dan benar.
Nah, untuk bisa mencapai hal itu maka orangtua, teristimewa seorang ibu, harus bisa meluangkan waktunya buat anak-anak.
Harus meluangkan waktu dengan anak. Bagaimana dengan wanita/istri atau ibu yang berkarier di luar rumah?
Tak jadi masalah apakah seorang ibu atau istri itu bekerja di luar rumah atau hanya di dalam rumah. Karena setiap istri yang berkarier atau hanya sebagai ibu rumah tangga, harusnya mau dan bisa menjalankan peranannya sebagai ibu dan istri yang baik. Jika perannya bisa dijalankan dengan baik, maka siapapun dia yang bekerja di luar rumah atau hanya sebagai ibu rumah tangga, itu akan bisa menyukseskan suami dan anak-anaknya.
Sekarang begini, kalau wanita itu hanya berada di rumah sebagai ibu rumah tangga, tapi dia tidak bisa memberikan waktunya buat anak-anak, maka tidak ada gunanya kan? Sebaliknya, wanita yang berkarier di luar rumah dan dia bisa membagi waktu untuk memperhatikan anak dan suaminya di rumah - meski hanya beberapa jam saja - maka pastinya hal itu sangat bermanfaat bagi anak-anak dan suaminya.
Saya mau katakan bahwa yang mempengaruhi keberhasilan anak-anak dan suami itu bukan karena seorang wanita berada selama 24 jam di rumah atau karena wanita itu berkarier di luar rumah. Tapi karena wanita itu mau dan bersedia menjalankan perannya yang baik dan benar sebagai seorang ibu dan seorang istri bagi anak dan suaminya.
Bukan kuantitas waktu yang diperlukan, namun kualitas menggunakan waktu yang ada. Bagaimana dengan waktu yang minim itu, seorang ibu dan istri bisa menggunakannya secara maksimal untuk bermain, berdiskusi tentang apa saja dan memantau prestasi serta mengawasi anak-anak serta suaminya.
Anda hanya memiliki dua orang anak, apakah hal ini direncanakan sebelumnya bersama suami Anda agar bisa merencanakan masa depan yang baik bagi anak-anak?
Ketika memasuki perkawinan, saya dan suami tidak punya rencana harus memiliki berapa orang anak. Bagi kami, berapapun anak yang diberikan Tuhan dalam kehidupan ini, akan kami terima dengan ucapan syukur. Dan, karena Tuhan memberikan dua orang anak, maka kepercayaan itu kami jalani dengan penuh tanggung jawab untuk membesarkan dan menjaga kedua anak kami.
Kenapa Anda mengarahkan kedua anak Anda ke Fakultas Kedokteran?
Sebagaimana saya katakan tadi. Kami mengarahkan anak-anak ke profesi dokter karena melihat potensi yang mereka miliki. Saya ceritakan sedikit ya, anak pertama saya, Cathy, saat dia berusia 3 tahun, sudah terlihat senang memilih mainan boneka dan alat-alat kedokteran. Ketika masuk Taman Kanak-Kanak, saya bertanya, soal cita-citanya dan dia mengatakan mau menjadi dokter.
Dari situ saya mulai mengamati perkembangan kehidupan dan pendidikannya. Dan, saya lihat Cathy suka membaca dan tekun belajar sehingga saya berpikir itu modal dasar dan potensinya untuk bisa mewujudkan cita-citanya itu. Dari situlah saya lalu mulai memberinya motivasi, terutama sejak dia masuk ke jenjang pendidikan SD.
Saya mulai mengontrol rutinitasnya, khususnya jadwal belajarnya. Syukurlah, hingga saat ini Cathy tidak menemukan kendala dalam mewujudkan impiannya itu. Saat ini Cathy sedang praktek belajar lapangan di Puskesmas Dayeuh Kolot Bandung. Dan, jika tidak ada halangan, maka akhir Mei ini Cathy sudah bisa menjadi dokter.
Begitupun anak kedua saya, Aldo. Saya juga melihat potensi yang sama dalam dirinya dan saat ini dia sedang menjalani pendidikan dokternya di Universitas Ukrida Jakarta. Ingat satu hal bahwa orangtua tidak boleh egois untuk menentukan masa depan anak-anaknya.
Apa maksudnya orangtua tidak boleh egois?
Banyak orangtua yang terlalu egois dalam menentukan masa depan anak-anaknya. Ada orang tua yang selalu memaksakan kehendaknya untuk diikuti oleh anaknya. Anak-anak dipaksa mengikuti suatu jurusan pendidikan yang tidak diminati oleh anak itu, bahkan tak ada potensi dari anak itu. Akhirnya si anak hanya menjadi boneka dan malah bisa jadi tidak akan menyelesaikan pendidikannya itu.
Atau jika pun dipaksa selesai, mungkin saja anak itu tidak maksimal menjalankan profesinya itu nanti. Dan, saya melihat saat ini masih banyak orangtua yang egois seperti itu. Karenanya jadilah orangtua yang tidak egois. Biarkan anak-anak memilih sesuai dengan potensi yang ada padanya. Karena dengan begitu maka hasil yang dicapai akan maksimal dan masa depan anak-anak pun akan terjamin.
Selain tips mendidik anak yang Anda jelaskan di atas, apa lagi yang Anda tanamkan dalam diri anak?
Saya menekankan soal 'nilai' yang harus mereka miliki dalam hidup bermasyarakat. Anak-anak harus memiliki 'nilai' yang baik, yakni nilai akhlak, budi pekerti. Bagi saya dan suami, nilai di dalam masyarakat itu bukan diukur dari angka-angka materi, bukan diukur dari berapa banyak harta yang dimiliki, berapa banyak rumah dan mobil yang dimiliki.