Nasib TKI Wilfrida Soik

Kami Tidak Bela Pembunuh

Selain pawai, juga menyalakan 1.000 lilin, mengumpulkan tanda tangan dan seruan moral di atas kain putih.

Editor: Alfred Dama
POS KUPANG/FREDI HAYONG
Suasana saat menyalakan lilin oleh peserta pawai untuk mendoakan terdakwa Wilfrida Soik, di GOR Rai Belu, Sabtu (25/1/2014). 

POS KUPANG.COM, ATAMBUA -- Ratusan pejuang hak perempuan Kabupaten Belu bersama simpatisan lainnya menggelar pawai damai sebagai bentuk dukungan untuk terdakwa Wilfrida Soik, Sabtu (25/1/2014).

Selain pawai, juga menyalakan 1.000 lilin, mengumpulkan tanda tangan  dan seruan moral di atas kain putih. Perjuangan para aktivis pejuang perempuan ini bukan untuk membela pembunuh, tetapi menyelamatkan nyawa Wilfrida karena yang berhak mencabut nyawa manusia hanyalah Tuhan.

Pantauan Pos Kupang, pawai damai pejuang hak perempuan di Belu ini bergerak dari lapangan umum Kota Atambua menyusuri Jalan Sudirman terus ke Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Moruk Pasunan, Jalan IJ Kasimo, Jalan Gajah Mada masuk jalan jurusan Atapupu kemudian finish di GOR Rai Belu.

Pawai yang dikawal aparat Satlantas Polres Belu ini mendapat simpati dari ribuan warga kota yang memadati jalan-jalan. Setelah tiba di GOR, peserta diterima tokoh lintas agama kemudian ditunjukkan latarbelakang kehidupan Wilfrida Soik sekeluarga hingga proses persidangan di Malaysia yang dipandu Ketua Forkom P2HP Belu, Magdalena Tiwu Samara.

Setelah itu dilakukan sosialisasi mengenai migran aman buat para remaja dan diakhiri dengan penyalaan seribu lilin dengan doa dari pimpinan agama juga peserta diminta menulis pesan moral di atas kain putih sepanjang 200 meter.

Ketua Forkom P2HP Belu, Magdalena Tiwu mengatakan, pawai damai ini merupakan gabungan dari  Perempuan Belu Bangkit, Bagian Pemberdayaan Perempuan Dinas KB Belu dan didukung  PPSE-KA dan TIFA bersama para pihak terkait. Tujuannya, dengan doa bersama diharapkan  Wilfrida dihukum seringan-ringannya.

"Apa yang kami lakukan ini memang mendapat kecaman dari beberapa pihak. Katanya kami membela orang yang membunuh. Kami tidak berjuang untuk membela seorang Wilfrida yang diduga membunuh majikan. Vonis persidangan belum ada. Kita jangan melihat kasus ini hanya karena majikan tewas tapi ada juga latarbelakang lainnya, itu mestinya digali. Kita berjuang agar nasib Wilfrida tidak dihukum mati dan dihukum seringan-ringannya. Nyawa manusia tidak bisa dicabut manusia hanya Tuhan yang berhak," tegas Magdalena.

Ketua PPSE-Keuskupan Atambua, Romo Urbanus Hala, Pr, menambahkan, kegiatan yang dilakukan ini semata-mata untuk menggugah para hakim di Malaysia agar tidak menjatuhkan vonis hukuman mati. Bahwa dugaan Wilfrida membunuh majikannya hanyalah satu dari sekian sejarah hidup Wilfrida yang tidak diusut secara baik.

Selain itu, kegiatan inipun memberikan pembelajaran untuk calon TKI untuk mengikuti program ke luar negeri secara resmi. "Kita berharap kegiatan doa bersama untuk Wilfrida ini tidak hanya hari ini, tetapi jadikan sebagai doa harian agar hukumannya bisa lebih ringan. Karena yang berhak mencabut nyawa manusia hanyalah Tuhan," kata Romo Urbanus. (yon)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved