Alexander Lay Pembela Tangguh yang Innocent
Masih ingat "cicak versus buaya?" Ungkapan yang spontan lahir dari Komjen Susno Duadji, mantan Kabareskrim Mabes Polri
Dengan keterbatasan sumber daya manusia, maka KPK perlu melakukan prioritas dalam menangani kasus, baik dari segi sektoral maupun magnitude kasus tersebut.
Boleh dikatakan Anda bermain di tingkat atas. Tangani kasus-kasus besar, sensitif dan politis. Berada di lingkaran tahta, kuasa, dan harta dimana mafia hukum dan pengadilan itu bisa menjebak, disungkurkan, dan jatuh. Apa tidak takut?
Saya meyakini bahwa pembelaan bisa optimal jika advokat tersebut innocent. Mungkin ini istilah yang terlalu ekstrem karena saya yakin tidak ada manusia yang tanpa dosa apalagi seorang advokat yang menjalankan profesinya dalam sistem peradilan di Indonesia. Saya juga tidak luput dari kesalahan. Yang hendak saya katakan adalah dalam menangani kasus-kasus yang sensitif dan melibatkan kepentingan para pemangku kekuasaan, kepentingan klien akan lebih terjamin kalau sang pembela tidak mudah diserang dan diancam karena pernah melakukan hal-hal yang dapat digunakan untuk menyandera sang pembela. Takut dan khawatir adalah hal yang normal dan kadang saya merasakannya. Namun keyakinan bahwa saya sedang melakukan hal yang benar selama ini dapat membantu saya mengatasi rasa takut itu.
Ada hal lain yang membangun keberanian dan keyakinan dalam berkarier sebagai advokat di tingkat nasional?
Saya lahir dan besar di Flores dalam masyarakat yang egaliter dan keras. Kultur masyarakat Flores, khususnya Ende, ikut membentuk karakter saya dan membantu saya dalam menekuni profesi advokat. Kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Unika Atma Jaya Jakarta, membantu membentuk keyakinan saya untuk berkarier secara nasional karena semenjak kuliah kita berinteraksi secara intensif dengan tokoh-tokoh nasional.
Sekarang menjadi advokat KPK, masih muda, baru 39 tahun. Apa rencana ke depan?
Suatu waktu nanti, mungkin sepuluh sampai lima belas tahun lagi, saya akan terjun ke dunia publik. Saat ini saya bekerja untuk mencapai posisi keuangan yang independen (financially independent). Jika jalan hidup saya menghendaki saya akan sepenuhnya bekerja dalam ranah publik untuk berkontribusi bagi masyarakat banyak. (dis)
Kerja Keras dan Disiplin Tidak Cukup!
ALEXANDER LAY kelahiran Ende-Flores, 21 September 1973, merasa enjoy dengan pekerjaannnya sekarang sebagai advokat di bawah bendera Lasut, Lay & Pane (LLP) di Jakarta. Laki-laki yang masih lajang ini menyadari bahwa wajahnya yang sering muncul di televisi dalam kasus-kasus besar yang melibatkan KPK membuatnya dikenal banyak orang.
"Tapi informasi yang muncul di televisi hanya sepenggal dari diri kita. Tidak banyak orang tahu bahwa saya lahir, besar dan bersekolah di Ende sampai menyelesaikan SMA di tahun 1992". Begitu kata Alex yang merupakan alumnus SD Ende IV, SDK Ende II, SMPK Ndao dan SMAK Syuradikara Ende.
Alexander Lay lulus dari Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta tahun 2003 dengan predikat cum laude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,90. Pada tahun 2005 Alex mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di University of Sydney yang diselesaikannya di tahun 2006 dengan gelar Legum Magister (LL.M) dengan nilai rata-rata setara distinction. Alexander berpendapat bahwa prestasinya yang baik ketika menempuh studi hukum lebih disebabkan karena bidang yang ditekuni adalah kegemarannya.
"Ada passion atau hasrat yang dalam pada bidang hukum sehingga proses belajar menjadi perjalanan yang menyenangkan. Saya adalah seorang pelajar yang disiplin dan pekerja keras, namun saya percaya bahwa tanpa passion yang dalam pada bidang hukum tidak mungkin saya dapat mencapai titik sekarang ini. Untuk menjadi bagus Anda perlu disiplin dan kerja keras, namun untuk menjadi cemerlang, disiplin dan kerja keras semata tidaklah cukup. Diperlukan passion atau hasrat yang mendalam pada bidang yang ditekuni. Saya meyakini itu."
Sebelum menempuh studi hukum Alex pernah kuliah selama setahun di jurusan Elektronika dan Instrumentasi Universitas Gajah Mada (UGM) melalui program Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD). Setahun di UGM, Alex mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 1993 dan bergabung di jurusan Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Selama kuliah di ITB Alexander aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan sempat menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Mahasiswa ITB, Boulevard. Setelah lulus dari ITB pada tahun 1997 Alexander Lay bekerja sebagai International Drilling Services Engineer di Schlumberger Oilfield Services (Anadrill) dengan daerah penugasan di Timur Tengah dan Afrika.
Tahun 1999 Alexander mengundurkan diri dari Schlumberger dan kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta untuk menggapai cita-citanya yang selama ini terpendam sebagai seorang advokat/penasihat hukum.
"Berhenti dari Schlumberger adalah keputusan yang tidak mudah karena pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang tergolong besar bagi seorang insinyur muda seperti saya pada waktu itu yaitu sekitar USD 5,000 - 8,000 perbulan" ujar Alex.
"Sampai sekarang saya tidak pernah menyesali. Saya bersyukur atas keputusan tersebut karena saya memang tidak memiliki talenta seorang oilfield services engineer. Saya bertahan dengan disiplin dan kerja keras selama hampir dua tahun bekerja di padang pasir, di laut dan bahkan di hutan sekalipun karena penghasilannya sangat tinggi tapi saya paham bahwa saya tidak menikmati pekerjaan ini karena saya tidak menyukai pekerjaan yang terkait dengan mekanikal dan elektrikal yang merupakan elemen penting dari pekerjaan saya saat itu," kata Alex.
"Kali pertama saya mulai menyadari bahwa pekerjaan ini tidak cocok buat saya adalah saat jelang dini hari ketika operasi pengeboran dihentikan (round trip) untuk mengganti mata bor. Saat itu tidak ada pekerjaan berarti sehingga saya memiliki cukup waktu untuk merenung dan lebih mengenal diri saya. Saat itulah saya bertekad untuk berhenti dari profesi ini. Beberapa bulan kemudian saya benar-benar berhenti dan mendaftarkan diri di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya," tambah Alex.
Selama masa mahasiswa hukum Alex bekerja sebagai volunteer (sukarelawan) di Indonesia Corruption Watch (ICW) dan terlibat dalam berbagai aktivitas ICW termasuk mengkoordinir pembelaan bagi para pelapor perkara korupsi yang digugat atau dituntut. Di tahun 2002 Alexander bersama tiga mahasiswa asal Indonesia lainnya terpilih mewakili Indonesia untuk menghadiri Hitachi Young Leaders Initiative (HYLI) Forum, pertemuan mahasasiswa ASEAN dan Jepang yang berlangsung di Singapura.
Dari tahun 2002 sampai 2004 Alexander bekerja di kantor hukum Widjojanto, Sonhadji & Associates sambil mengajar di Fakultas Hukum Atma Jaya. Dalam masa ini Alex juga dipilih untuk menjadi anggota Tim Teknis yang membantu Panitia Seleksi yang ditunjuk Presiden untuk menseleksi Pimpinan KPK jilid pertama.