Bukan Gerimis yang Bertepi
PINTU Unit Gawat Darurat masih tertutup rapat hingga jam dua belas malam. Orang tua George menunggu dengan tak sabar
Natal nanti kuharap engkau datang dan kita bisa bersama, bermain kembang api bersama. Aku tunggu kedatanganmu. Jarak di antara kita tak sekali-kali mengurangi besar dan tulus kasihku.
Yang selalu merindukanmu
George Castilas
.............................
"Mengapa ini harus terjadi padaku. Saat aku masih ingin bersamamu, ternyata engkau pergi meninggalkan aku sendiri," batinnya.
***
Langit tak seindah biasanya. Bayu senja seakan dihalangi oleh sederet awan yang tiba-tiba muncul. Langit terlihat gelap, seperti hati Caesil yang kehilangan seorang George. Hawa yang mulai terasa dingin menusuk hingga ke tulang. Gadis itu seolah tegar dengan hati yang hancur. Hanya bertemankan kehampaan dan penyesalan.
Dara itu terus melangkahkan kakinya menuju makam.
Tempat peristirahatan kekasihnya tersisa beberapa langkah lagi. Matanya hanya tertuju pada sebuah kubur yang berhiaskan krans bunga, lilin-lilin yang mulai redup dihembus angin dan papan jati berukuran kecil, berbentuk salib yang mengisyaratkan penghuninya sedang tenang dalam peristirahatannya. Langkah kakinya terasa berat, seakan kekuatannya telah mendahuluinya. Sekali berkedip, kedua matanya meneteskan air mata sebagai lambang ketidakrelaan dan kesedihan yang belum bertepi. George telah pergi untuk selamanya.
Ada dua hal yang tak akan aku lupakan dalam hidup ini: yaitu membiarkan dirimu hadir dalam kehidupanku, membagi perasaan yang sama dan mengakui bahwa engkau harus pergi untuk selamanya. Selamanya. Satu janjiku, tempatmu selalu ada di hatiku dan tak akan dapat digantikan oleh orang lain. Aku yakin suatu saat nanti kita akan bertemu di surga. Nantikan aku.*
Akhir November 2011
*) San Juan Community, SMASSTRA