Willybrodus Lay: Hilangkan Primordialisme

Pembawaannya tenang. Tidak banyak bicara. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana bekerja sebagai bentuk sumbangsih terhadap

Editor: Alfred Dama
zoom-inlihat foto Willybrodus Lay: Hilangkan Primordialisme
Ist
Willybrodus Lay bersama istri

Bagaimana kita berpikir bersama untuk kemandirian ekonomi itu sehingga orangtua yang mau sekolahkan anak tidak musti repot-repot jual tanah. Lahan cukup, bagaimana kita kelola sumber daya. Pembangunan oke, tapi pembangunan manusianya yang belum maksimal. Pembangunan selama ini mungkin saja karena datang dari atas. Sekarang pola itu harus dibalik, kita bangun dari bawah (akar rumput, Red).

Biarlah masyarakat yang mengusulkan sesuai kebutuhan yang ada pada mereka. Contoh kecil, tanaman kunyit. Tanaman ini di hutan sangat banyak, tapi orang tidak pernah berpikir untuk membudidayakannya. Jahe, ini kan sumber pendapatan yang baik. Jika ini dikembangkan, ekonomi keluarga kita di desa akan berkembang maju. Intinya usaha itu harus bisa mendatangkan uang.


Tahun 2013 bakal digelar Pilkada Kabupaten Belu. Dari sederetan nama yang ada di masyarakat, salah satunya nama Anda. Bagaimana Anda menyikapi hal ini?
Semua orang Belu tentu tahu bahwa saya berlatar belakang pengusaha. Memang benar, saat ini nama saya sudah ramai juga disebut di masyarakat untuk ikut bertarung pada pilkada nanti. Memang awalnya saya menilai diri saya, apakah saya sudah pantas dan layak untuk ikut bertarung dalam pilkada.

Sebelum saya menjatuhkan pilihan untuk maju, memang saya seringkali berdiskusi banyak dengan banyak kalangan. Saya lebih banyak mendengar masukan dari berbagai kalangan, termasuk keluarga. Memang keluarga awalnya mengharapkan agar tetap di partai, tapi kader Partai Demokrat terus mendorong saya untuk maju.

Teman-teman menilai saya sudah pantas untuk maju. Karena dukungan teman-teman dan keluarga serta terdorong oleh kata-kata bijak dari semua orang bahwa ini  ziarah hidup dan panggilan jiwa. Apa yang saya pilih untuk maju merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai salah satu warga Belu ke depan. Memang sebagai seorang pengusaha oke, tapi belumlah lengkap jika belum berbuat yang lebih untuk masyarakat Belu.

Kalau sudah memilih untuk maju, maka konsekuensinya harus berani berbuat untuk banyak orang. Ini juga sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menepis penilaian negatif bahwa kami dari etnis Tionghoa ini hanya fokus pada usaha saja, tidak berpikir tentang pembangunan masyarakat.

Persaingan politik di Belu menghadapi Pilkada nanti akan sangat seru. Ada berbagai nama termasuk Anda dengan latar belakang yang berbeda pula. Bagaimana Anda menyikapinya?
Saya anggap semua yang siapa bertarung di pilkada Belu adalah baik. Di antara semua yang baik itu, pasti ada yang terbaik. Kembali lagi kepada pilihan masyarakat untuk menentukan siapa yang terbaik dari yang baik itu. Yang terbaik itu biasanya diberkati. Jangan karena melihat dari latar belakang A lalu yang lain merasa kecil hati.  Kalau sudah menyatakan diri siap berarti harus bisa menjadi yang baik. Semuanya kita kembalikan kepada rakyat. Yang maju kan pasti semuanya baik.

Konsep pembangunan yang pas untuk Belu menurut Anda seperti apa?

Bicara soal pembangunan di Belu tidak seperti 'membangun' jalan atau jembatan atau gedung. Pembangunan yang sesungguhnya adalah bagaimana kita membangun lebih dahulu sumber daya manusia (SDM). Image selama ini bahwa suksesnya pembangunan karena ada jalan yang bagus, jembatan yang besar atau gedung bertingkat. Pola pikir ini harus diubah. Kita jangan berpikir dari hal-hal yang besar, tapi mulailah dari berpikir mengenai hal kecil. Saya ambil contoh kecil saja, kalau kita budayakan menabung bagi anak usia SD dengan sehari Rp 2.000.

Coba dihitung pada akhir tahun nanti berapa uang hasil tabungannya. Ini baru contoh kecil hal sederhana. Budaya seperti inilah yang belum kita coba. Kita hanya berpikir bagaimana gedung yang baru atau jembatan yang panjang. Kalau budaya menabung itu dikembangkan, maka untuk membiayai pendidikan anak-anak tidak sulit. Kita tidak perlu susah payah jual tanah atau ternak untuk biaya pendidikan anak.

Memang selama ini kecenderungan orang di Belu lebih berpikir hal yang besar. Kita selalu berpikir bagaimana menciptakan sesuatu yang besar. Pola pikir ini harus diubah, bahwa untuk mendapatkan hasil yang besar harus melalui hal kecil dan sederhana. Jika kita sudah bisa me-manage hal sederhana, maka otomatis yang besar akan lebih mudah.

Bagaimana Anda menilai apakah mengelola pemerintahan harus dari kalangan birokrat?
Saya memang dari swasta murni. Memang selama ini yang mengelola pemerintahan kecenderungan dari latar belakang birokrasi. Tapi belakangan di beberapa tempat orang swasta bisa memimpin pemerintahan. Memang selama ini orang lebih cenderung memilih yang berlatar belakang birokrasi murni. Dan saya mau sampaikan bahwa kalau di pemerintahan memang sistemnya sudah baku.

Uang begitu banyak masuk ke kas daerah. Sekarang tinggal bagaimana mengelola uang itu untuk pembangunan. Sementara orang swasta, berusaha untuk mencari uang untuk membesarkan usaha. Jadi kalau mau bandingkan tata kelola pemerintahan dan di swasta, justru di swasta lebih susah. Bagaimana pengusaha mencari uang untuk membesarkan usaha.

Tapi kalau di pemerintahan uang sudah ada, tinggal pemimpinnya mengelola uang itu lebih efisien. Jadi saya melihat pengelola pemerintahan itu sesungguhnya tidak sulit karena anggaran tersedia, SDM ada, tinggal bagaimana kita me-manage lebih baik. Jadi bukan soal birokrat atau tidaknya, tapi bagaimana mampu mengelola yang sudah ada menjadi lebih bermanfaat. Di sektor swasta, kita harus rekrut tenaga kerja sendiri, cari dana sendiri. Seperti itu saja seorang wiraswastawan bisa berhasil dengan baik mengelola usahanya. Saya bisa ambil contoh, Walikota Solo, Jokowi, kan bukan berlatar belakang birokrat, tapi dia mampu mengelola pemerintahan secara baik dan dia dianggap sebagai salah satu walikota yang sukses.(ferdinandus dole hayong)

Mulai dari Titik Nol

BARATHI Subramaniam, seorang penyair terkenal, pernah berkata, "Jika Anda bisa memimpin diri sendiri, Anda bisa memimpin seseorang. Jika Anda mampu untuk memimpin seseorang, maka seutuhnya Anda bisa memimpin semua orang".

Apa yang dikatakan Barathi ini sesungguhnya sangat dihayati pemilik nama lengkap Willybrodus Lay. Pria kelahiran Atambua, 18 Juni 1961 ini sungguh memahami bagaimana menjadi seorang pemimpin mulai dari diri sendiri.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved