Willybrodus Lay: Hilangkan Primordialisme

Pembawaannya tenang. Tidak banyak bicara. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana bekerja sebagai bentuk sumbangsih terhadap

Editor: Alfred Dama
zoom-inlihat foto Willybrodus Lay: Hilangkan Primordialisme
Ist
Willybrodus Lay bersama istri

Jiwa pengusaha yang melekat pada dirinya tidak membuatnya menjadi congkak hati. Dari sederetan nama pengusaha di Kabupaten Belu, nama Wily Lay sudah sangat memasyarakat. Semua kalangan mulai dari akar rumput hingga elite, baik tingkat daerah maupun nasional, sangat mengenalnya.

Maklum, saat ini Wily Lay menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Belu. Sikap rendah hati  yang diwariskan orangtuanya menjadi modal utama. Di tengah arus kritik yang kuat di Tanah Belu mengenai warga keturunan Tionghoa, bagi Lay bukan halangan. Yang terpenting, berbuat untuk orang banyak dan berguna bagi orang lain.

Semua orang yang merasa diri dilahirkan di Belu, dibesarkan di Belu, mengabdi di Belu dan meninggal di Belu, wajib hukumnya untuk membangun Belu. Sikap rendah hati inilah yang membuat kader Partai Demokrat mempercayakannya untuk  memimpin partai ini. Tentang bagaimana sosok Wily Lay, berikut penuturannya kepada Pos Kupang ketika ditemui di Atambua, Jumat (27/7/2012).

Sebagai seorang pengusaha, Anda dipercayakan juga menjadi pimpinan partai. Bisa diceritakan sedikit awal mulanya?
Begini ceritanya. Saya memang selama ini lebih menekuni usaha sebagai seorang pengusaha. Saya tidak pernah berpikir bahwa suatu saat dipercayakan menjadi pimpinan sebuah partai pemerintah (Partai Demokrat,Red) di Kabupaten Belu. Dipercayakan memimpin Partai Demokrat di Belu memang bermula dari salah satu kader (menyebut nama Magel, Red) bertemu saya di jalan. Saya punya kebiasaan bersepeda sore hari. Saat itu kader Demokrat ini menawarkan kepada saya apa bisa bergabung di Demokrat.

Karena saya kurang mengenalnya, maka saya sampaikan bahwa coba didiskusikan lagi karena jiwa saya seorang pengusaha lalu terjun ke dunia politik tentunya harus banyak mendapatkan masukan. Bertemulah saya dengan kader Demokrat ini untuk tukar-menukar informasi. Jadi tidak ada rapat khusus saat itu. Saya pun coba berdiskusi dengan kader Demokrat untuk melihat seperti apa dunia politik. Banyak kader partai berdiskusi politik, saling berargumen mendorong saya untuk terlibat juga berdiskusi mengenai dunia politik.

Apakah menerima atau tidak tawaran itu?

Saya memang sebelum bergabung dengan Demokrat pernah juga di Partai Golkar dan PDIP. Tetapi jiwa saya seorang pengusaha, maka kecenderungan saya ketika itu lebih pada usaha. Setelah ada tawaran dari kader Demokrat, saya hanya bilang, mari kita bekerja bersama-sama. Karena membesarkan sebuah partai tidak bisa hanya mengandalkan saya seorang. Dan ternyata teman-teman kader Demokrat sepakat untuk saling mendukung.

Dukungan semakin kuat ketika ada tim dari DPP Demokrat datang ke Belu terkait pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Saat itu tim DPP Demokrat meminta saya supaya ikut menjadi tim sukses pemenangan Pemilu Presiden. Mulai saat itu, selain tugas rutin selaku pengusaha, saya juga mulai terlibat dalam urusan politik. Partai Demokrat di Belu sendiri sudah terbentuk sejak tahun 2002.

Baru pada masa bakti 2006-2011, saya terpilih memimpin Partai Demokrat Belu; dan terakhir pada Muscab, saya kembali dipercayakan memimpin Demokrat untuk periode kedua  masa bakti 2011-2016. Perlu saya sampaikan bahwa selama saya memimpin Partai Demokrat, saya terus mendorong kader-kader untuk maju bertarung dalam pemilu legislatif.

Syukur bahwa partai kami menempatkana lima anggota di parlemen (DPRD Belu periode 2009-2014) dan salah satu kader atas nama Simon Guido Seran menjadi Ketua DPRD Belu. Mungkin di NTT kader Demokrat yang jadi ketua dewan hanya di Kabupaten Belu. Ini suatu kebanggaan buat segenap pengurus dan kader Partai Demokrat di Kabupaten Belu.

Dengan latar belakang Anda, bagaimana Anda memimpin Partai Demokrat di Belu?
Mengurus partai tidak semudah yang dibayangkan. Orang bilang, harus berkorban. Ini konsekuensi dari sebuah pilihan. Mau tidak mau dijalani dengan penuh tanggung jawab. Tapi prinsip yang saya pegang, cara mengurus partai harus terbuka dan tidak boleh membeda-bedakan satu dengan yang lain. kita tidak boleh membedakan ras, suku, agama atau golongan.

Kita menganggap semua adalah aset untuk membesarkan partai dan mau berbuat untuk masyarakat Kabupaten Belu. Kita tidak boleh berpikir primordial untuk membesarkan partai. Saya rasa ini yang paling penting. Jangan bilang ini orang Belu, ini orang Rote, ini orang Sabu, ini orang Utara, ini orang Selatan. Kita harus berpikir bahwa semua orang yang lahir, tinggal dan besar di Belu adalah orang Belu.

Mereka semua siap bekerja untuk membangun Belu. Selama pola pikir kita masih menilai dia suku A, suku B, maka apa yang menjadi harapan bersama seluruh masyarakat Belu untuk laju dalam pembangunan tidak akan berhasil. Selama saya memimpin, puji Tuhan berjalan aman dan seluruh pengurus saling terbuka. Kita saling berdiskusi tentang segala hal mengenai Belu. Bagaimana strategi pembangunan yang pas agar Belu ke depan lebih baik.

Dari kacamata seorang pengusaha, bagaimana menilai soal kegiatan studi banding yang sering dilakukan pemerintah maupun dewan ke luar propinsi?
Ya, sesungguhnya hal ini yang sering kali di tingkat partai saya syeringkan kepada teman-teman. Sesungguhnya di NTT ini ada begitu banyak obyek yang menjadi perhatian kegiatan studi banding. Saya sudah mengelilingi Pulau Flores, terutama di Flores Timur khususnya di Kecamatan Tanjung Bunga. Di sana ada potensi jambu mete yang luar biasa. Kita cari anak kerja untuk proyek di Flores sangat susah karena mereka fokus kegiatan di bidang pertanian jambu mete.

Bahkan saya pernah tanya, hasil yang diperoleh mereka bilang kalau ditekuni secara baik, maka dari hasil jambu mete bisa kaya. Kenapa kita tidak studi banding ke daerah-daerah ini. Selain itu di Maumere, ada kawasan tanaman kakao, kopi yang luar biasa. Kalau kita ajak petani dari Belu studi banding ke sana, saya kira ilmu yang diperoleh di sana bisa kita terapkan di Belu. Makanya saya selalu bilang, mulailah dari hal kecil dan sederhana. Jangan kita berpikir hal yang besar. Kita harus mulai dari yang sederhana.

Kenapa petani di Flores bisa berhasil, padahal tanah kita di Belu juga sangat cocok dengan tanaman yang dikembangkan di Flores atau di tempat lain di NTT ini. Saya kira pola pikir sederhana seperti ini perlu kita kembangkan ke depannya.

Bagaimana Anda melihat proses pembangunan di Kabupaten Belu sekarang, apakah berjalan lambat atau cepat?
Begini, pembangunan seperti apa yang kita lihat. Sesungguhnya pembangunan di Kabupaten Belu berjalan tidak lambat. Menurut saya, berjalan cukup baik. Yang selama ini terjadi adalah pembangunan infrastrukturnya yang terlihat sangat jelas. Sementara pembangunan orangnya belum maksimal. Kita bisa lihat, kalau orang mau sekolahkan anak, mereka harus jual ternak, jual tanah. Ini salah satu contoh bagaimana kita belum mandiri soal ekonomi.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved