Laporan Adiana Ahmad
Dua Tahun Gaji Tak Dibayar
WAINGAPU, Pos-Kupang.Com -- Agus Rangga (36) mengadukan Edy Riwong, salah satu pengusaha di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumba Timur karena tidak membayar gajinya selama 23 bulan.
WAINGAPU, Pos-Kupang.Com -- Agus Rangga (36) mengadukan Edy Riwong, salah satu pengusaha di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumba Timur karena tidak membayar gajinya selama 23 bulan.
Namun Edy Riwong dalam keterangannya kepada Disnakertrans Sumba Timur membantah pernah menjanjikan gaji kepada yang bersangkutan. Riwong mengaku Agus Rangga tinggal di gudang bukan karena dipekerjakan, tapi karena permintaan Agus dan istrinya.
Agus ditemui saat mendatangi Disnakertrans Sumtim untuk kedua kalinya, Jumat (14/1/2011), mengatakan, dirinya bekerja di gudang Edy Riwong sejak 15 Februari 2009.
Ia mengaku bekerja di gudang atas permintaan Edy Riwong dengan gaji disepakati Rp 500 ribu/bulan dan beras 5 kg/minggu.
"Saat itu saya minta gaji Rp 500 ribu/bulan. Tetapi yang dia sanggupi Rp 400 ribu. Saya terima. Ternyata gaji saya tidak dibayar-bayar. Sudah dua kali saya minta, dia (Edy Riwong, Red.) bilang, nanti baru diberikan satu kali saat saya keluar atau berhenti bekerja. Ternyata sampai saya berhenti bekerja di gudangnya, gaji saya tidak dibayar. Begitu pun beras. Janji lima kilogram setiap minggu yang diberikan satu kilogram. Itu pun kalau kebetulan bertemu," kata Agus.
Kepala Disnakertrans Kabupaten Sumba Timur, Drs. Marthen M. Ndima, M.M, mengatakan, pihaknya sudah dua kali mempertemukan Edy Riwong dengan Agus Rangga.
Pertemuan terakhir pada Kamis (13/1/2011). Namun dalam dua pertemuan itu, belum ada titik temu. "Kita sudah periksa kedua belah pihak, juga saksi-saksi. Namun belum ada titik temu.
Majikan Agus, Edy Riwong tidak mengaku Agus bekerja di gudangnya, apalagi menjaga kuda milik yang bersangkutan. Yang bersangkutan siap memberi upah kepada Agus, tapi tidak sebesar permintaan Agus. Kita akan mempertemukan lagi kedua belah pihak, Selasa (18/1/2011) dan meneliti lagi keterangan kedua belah pihak dan para saksi," kata Marthen.
Marthen mengungkapkan, dari keterangan kedua belah pihak dan keterangan para saksi, pihaknya mengambil kesimpulan bahwa pekerjaan Agus tidak hanya menjaga dan memberi makan kuda, tapi menjaga gudang yang di dalamnya ada babi, ayam dan lain-lain.
Dari fakta-fakta itu, katanya, tidak beri makan kuda pun, Agus tetap mendapat upah karena tugasnya menjaga gudang. "Kita coba mediasi lagi. Kalau belum ada kesepakatan, kita limpahkan ke Pengadilan Ad Hoc di Kupang," kata Marthen.
Dalam kasus ini, jelas Marthen, pelanggaran tidak hanya karena tidak membayar gaji, tapi juga karena mempekerjakan orang tanpa perjanjian tertulis dan gaji di bawah upah minimum propinsi (UMP). Pada tahun 2009 dan 2010, UMP sekitar Rp 725.000/bulan.
Gaji Sopir
Permasalahan yang sama menimpa Nau Maramba Djawa. Maramba yang bekerja sebagai pengemudi mobil pengangkut ternak milik Muhamad Pua Langu mengaku sudah hampir empat bulan tidak menerima upah dari majikannya.
Ia mengaku selama hampir empat bulan bekerja pada Muhammad Pua Langu hanya dibayar Rp 250.000.
Terhadap kasus ini, Marthen Ndima mengatakan telah melakukan mediasi kedua belah pihak dan majikan yang bersangkutan sudah bersedia membayar sisa upah yang belum terbayar.
"Kita sudah panggil majikan, Muhammad Pua Lango. Yang bersangkutan sudah sepakat untuk membayar sisa upah yang belum dibayarkan kepada tenaga kerja tersebut. Hanya realisasinya selalu tertunda. Terakhir janji hari ini, Jumat (14/1/2011), datang bayar di sini (di Kantor Disnakertrans, red.). Ternyata belum juga datang. Nanti staf kita yang coba datangi lagi ke rumahnya," tambah Marthen.
Marthen mengakui sebagian besar persoalan tenaga kerja di Sumba Timur yaitu bekerja tanpa perjanjian kerja, tidak bayar gaji dan gaji masih di bawah UMP.
Karena itu mulai tahun ini, demikian Marthen, pihaknya akan mensosialisasikan kembali UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan UMP 2011 sebesar Rp 850.000.
Setelah sosialisasi, katanya, baru diikuti dengan pengawasan dan penindakan jika masih ditemukan pelanggaran terhadap undang-undang tersebut. (dea)