Cara Unik Siswa SMATER Lewoleba Terima Hasil UN, Intip YUK Aksinya
Seperti ini cara siswa-siswi SMA Frater (SMATER) Don Bosco Lewoleba, Kabupaten Lembata, menerima hasil ujian nasional (UN) tahun 2019, Senin (13/5/201
Penulis: Frans Krowin | Editor: Ferry Ndoen
laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Frans Krowin
POS KUPANG.COM, LEWOLEBA -- Seperti ini cara siswa-siswi SMA Frater (SMATER) Don Bosco Lewoleba, Kabupaten Lembata, menerima hasil ujian nasional (UN) tahun 2019, Senin (13/5/2019) petang.
Cara unik itu, adalah siswa/siswi tersebut menerima hasil UN dengan mengenakan pakaian yang tak biasanya. Para siswa mengenakan jas sementara para siswi mengenakan kebaya. Mereka senantiasa didampingi orang tua/wali yang juga mengenakan pakaian bebas rapi.
• BREAKING NEWS- Penyidik Polres Belu Tetapkan Empat Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa
Sementara manajemen sekolah itu menyiapkan suasana penerimaan hasil UN itu seperti sebuah pesta. Sebelum acara dimulai, adik-adik kelasnya mempersembahkan lagu-lagu terindah.
Kepala SMATER Lewoleba, Fr. Nisensius Metty, mengatakan, hasil UN tahun 2019 ini memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Pasalnya, hasil itu dicapai di tengah guncangan yang luar biasa di sekolah itu.
• Gila ! Biaya Hotel Rp 1,8 Juta Naik Menjadi Rp 50,3 Juta, Ini Pemicunya saat Final Liga Europa
Saat anak-anak didik itu sedang bersiap-siap menghadapi UN, lanjut Nisensius, hampir 10 guru menyatakan menarik diri dari sekolah dan mengikuti tes penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Konsekuensinya, anak-anak terguncang menghadapi suasana itu hal mana berdampak terhadap hasil UN tahun ini.
Akan tetapi, lanjut Nisensius, para siswa ternyata mampu mengatasi masalah tersebut. Itu terlihat dari hasil yang diraih dalam ujian nasional yang lalu. "Mereka bisa meraih hasil yang membanggakan walau sesungguhnya itu belum sesuai target yang ditetapkan sekolah," ujar Nisensius.
• Bantai Arema FC Skor 2-0, PSIS Semarang Raih Hasil Positif
Dan, sebelum pengumuman dimulai, ada acara unik lainnya, yakni menanggalkan atribut sekolah, berupa pelepasan atribut topi dan dasi siswa sekolah tersebut. "Pelepasan atribut sekolah ini sebagai tanda bahwa mereka telah tamat dari sekolah. Kalian boleh pergi tapi hati dan cerita masih ada di sekolah ini," ujar Nisensius. (*)