Berita Kabupaten Sikka
Peneliti University of Bern Swiss Beberkan Riset Perilaku Anjing di Sikka
Charlotte Warembourg dari Veterinary Public Health Institute University Of Bern Swiss membeberkan hasil riset Dampak Interaksi Anjing
Penulis: Eugenius Moa | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Wartawan Pos-kupang.com,Eginius Mo’a
POS-KUPANG.COM,MAUMERE--- Charlotte Warembourg dari Veterinary Public Health Institute University Of Bern Swiss akhirnya membeberkan hasil riset Dampak Interaksi Anjing terhadap Dampak dan Pengendalian Rabies di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur,Jumat (31/8/2018) di Aula Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sikka.
Penelitian ini kelak mengajikan kembali apakah rekomendasi penanganan rabies masih releven, dihadiri para dokter hewan dari Bidang Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan,Ir.Henky Sali, dan pegiat rabis, dr.Asep Purnama, S.Pd.
Baca: Polisi Buser Polsek Buru Pelaku Begal Jalan Baru Alak-Kota Kupang
Charlotte melakukan penelitian ke Maumere melanjutkan kerjasama dengan Dr. Ewaldus Wera, dari Program Pendidikan Kesehatan Hewan Politeknik Negeri Undana Kupang.Lima tahun yang lalu, Ewaldud melakukan riset rabies di Sikka untuk program doktoralnya di Negeri Belanda.
“Charlotte lakukan penelitian ini untuk program doktoralnya. Pembimbingan saya dulu di Belanda, sekarang ini membimbing Charolette. Saya diminta melanjutkan kerjasama ini,“ kata Ewaldus.
Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor apa saja dalam interaksi anjing berlangsung seberapa lama terjadi dilakukan di Desa Habi, Kecamatan Kangae untuk wilayah populasi anjing tinggi. Desa Hepang di Kecamatan Lela untuk populasi sedang dan Desa Pogon di Kecematan Waigete, daerah populasi anjing rendah.
Dalam riset ini, kata Ewaldus, anjing dipasang dengan GPS, diambil darahnya, divaksinasi rabies dan mewawancarai pemilik anjing.
“Dari riset ini ditemukan 43 persen anjing divaksin dan 94 persen anjing bebas berkeliaran. Tentun saja ini potensial menyebarkan virus rabies,” kata Ewal menjadi penerjemah.
Meski hasil penelitian belum menghasilkan rekomendasi, Ewaldus mengatakan cakupan vaksinasasi 70 persen yang ditetapkan badan dunai WHO tidak bisa disamaratakan untuk semua wilayah.” Harus dilihat karakteristiknya. Tidak bisa disamakan,” kata Ewaldus.*)