Mahasiswa Indonesia Perkenalkan Pendekatan Baru dalam Memahami Isu Sawit di Eropa
Isu sawit di Eropa perlu mendapatkan pendekatan segar dan kreatif, salah satunya melalui simulasi role play isu sawit.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM - Kelapa sawit di Eropa kerap kali dikampanyekan negatif dari segi lingkungan dan kesehatan. Di sisi lain, Indonesia berupaya mendekati isu kelapa sawit dari aspek non-diskriminasi perdagangan dan upaya pengentasan kemiskinan mengingat besarnya jumlah tenagakerja yang terlibat.
Maka dari itu, isu sawit di Eropa perlu mendapatkan pendekatan segar dan kreatif, salah satunya melalui simulasi role play isu sawit yang dikenalkan pada rangkaian Latsis symposium 2018 "Scaling-up Forest Restoration" 6-9 Juni 2018 di ETH (Swiss Federal Institute of Technology) Zurich.
Dalam siaran pers KBRI Bern yang diterima Pos Kupang.com dari mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin, Selasa (10/7/2018), dijelaskan bahwa simulasi sawit yang diciptakan oleh Nur Hasanah, seorang mahasiswi doktor asal Indonesia di ETH Zurich, digambarkan melalui role play dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), seperti antara lain Pemerintah (pusat dan daerah), Perusahaan (korporasi) Sawit, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO), petani, dan kelompok tani sawit.
Baca: Rektor Undana Dilapor ke KPK, Diduga Korupsi Rp 6,2 Miliar di Bank NTT
Melalui role play ini diharapkan masing-masing pihak dapat melihat isu sawit lebih komprehensif. Simulasi ini dipimpin oleh seorang koordinator atau master yang mengatur diskusi antar pihak terkait dan menentukan skenario terutama menyampaikan perkembangan faktor eksternal yang berada di luar kendali para pihak, seperti perubahan cuaca, perkembangan harga sawit global, dan kebijakan pemerintah.

Simulasi role play yang dijalankan mirip permainan monopoli yang masing-masing peserta memiliki tujuan atau target masing-masing dengan modal atau bekal yang dimilki masing-masing.
Selama simulasi yang dimainkan sekitar1 jam ini, para peserta diberikan kebebasan untuk membentuk kesepakatan sesama petani dan melakukan negosiasi dengan perusahaan sawit.Simulasi berakhir dengan pemahaman para peserta atas pentingnya membangun visi yang sama yang dilandasi semangat saling menguntungkan para pihak yang terlibat.
Baca: Didakwa Terima Suap Rp 5,9 Miliar, Marianus Sae Tidak Ajukan Eksepsi
Duta Besar RI untuk Swiss, Muliaman Hadad, yang hadir dan ikut berpartisipasi dalam simualsi tersebut menyampaikan apresiasi terhadap simulasi yang dimainkan oleh berbagai pihak yang mewakili berbagai pemangku kepentingan yang sengaja datang dari berbagai negara untuk mengikuti simulasi dimaksud.
Dubes Muliaman mengatakan bahwa dengan simulasi ini dapat digambarkan bahwa isu sawit bukan masalah sederhana yang hanya dapat dilihat dari satu sisi saja karena tidak hanya terkait dengan kepentingan bisnis dan lingkungan hidup, tetapi juga kepentingan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan petani yang jumlahnya mencapai lebih dari 5 juta jiwa dan menyerap lapangan kerja tak langsung lebih dari 10 juta.
"Simulasi role play ini diharapkan mampu membuka mata, bahkan mengubah pandangan orang Eropa tentang isu sawit dengan perspektif yang lebih komprehensif," ujar Dubes Muliaman.
Baca: Saleh Husin Sebut Rumah Kreatif Sinar Mas Tingkatkan Nilai Tambah Produk Khas Humbang Hasundutan
"Pada dasarnya simulasi role play ini adalah strategi dan survivor," tutur Nur Hasanah sang pencipta simulasi.
"Bagaimana setiap peserta dituntut untuk mengatur strategi bertahan hidup dengan sumber daya yang terbatas, tetapi perlu mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup di tengah tantangan yang bertubi-tubi."

Nur Hasanah mengaku membutuhkan sekitar empat bulan menciptakan simulasi ini. Simulasi role play ini merupakan bagian dari penelitiannya dalam program doktor di salah satu universitas terbaik di dunia, ETH Zurich.
Baca: Bersepeda 63 Kilometer, Saleh Husin Promosi Wisata Indonesia di Jepang
Gabiya, salah seorang peserta asal Lithuania, mengaku lebih tercerahkan tentang isu sawit melalui simulasi ini.
"Saya tidak membayangkan bagaimana sulitnya para petani sawit skala kecil bisa bertahan hidup dengan segala tantangan yang ada," ujarnya yang datang ke Swiss karena mengikuti Latsis Symposium di ETH Zurich.
Sedangkan Clara, peserta simulasi yang juga mahasiswa doktor ETH asal Perancis, mengutarakan pentingnya kolaborasi antara pengusaha sawit dengan para petani skala kecil untuk keberlanjutan lingkungan hidup.