Pilkada dan Makelar Kebencian

Konsolidasi politik seperti itu adalah keniscayaan dalam demokrasi elektoral, sebab hanya dengan begitulah publik bisa

Editor: Dion DB Putra

Oleh: Inosentius Mansur
Pemerhati sosial-politik dari Seminari Ritapiret -Maumere

POS KUPANG.COM-- Tidak lama lagi, perhelatan demokrasi elektoral akan dilaksanakan. Kita bersyukur karena beberapa calon pemimpin sudah ditentukan dan kini sedang "mendekatkan" diri kepada masyarakat.

Konsolidasi politik seperti itu adalah keniscayaan dalam demokrasi elektoral, sebab hanya dengan begitulah publik bisa menilai siapa calon yang layak untuk diberi kepercayaan.

Rakyat memang pantas untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang calon pemimpin agar tidak salah dalam memberikan pilihan politik. Tentu saja kita berharap agar para calon pemimpin menyadari bahwa mereka juga adalah "elite-elite sosial" yang mesti memberikan edukasi politik yang benar kepada rakyat.

Mereka harus mampu menampilkan diri sebagai tokoh yang memastikan bahwa momentum elektoral tidak menciptakan situasi distortif. Mereka harus menjadi agen yang mengindari bahaya polarisasi dalam masyarakat lantas menyebabkan sendi-sendi sosial terfragmentasi secara masif-destruktif.

Namun demikian, agaknya harapan seperti ini tidak mudah terwujud. Kalau kita perhatikan, cikal bakal distorsi dan polarisasi sudah mulai bermunculan. Ruang publik kita telah menjadi forum untuk menyebarkan politik kebencian.

Saling hujat kini mulai bertumbuh ibarat rumput di musim hujan. Kalau tidak diantisipasi secara baik, maka hal semacam ini akan memproduksi cara berpolitik yang nirdemokratis. Alih-alih menjadi momentum elektoral bermartabat, Pilkada kita bisa mengandung embrio perpecahan diantara masyarakat.

Makelar Kebencian

Harus diakui bahwa salah satu metode berkampanye yang akhir-akhir ni cukup tren (mungkin juga dipandang efektif) adalah viralisasi kebencian melalui ruang publik (seperti media sosial).

Kebencian didesain secara pragmatik, lantas menggunakan isu-isu sensitif sambil secara elegan mengaduk-aduk emosi publik.

Kekurangan calon pemimpin dieksploitasi lalu direproduksi untuk menjadi rujukan diskursus sosial yang tentu saja tidak sehat. Publik pun terkooptase lantas mengira bahwa isu valid. Padahal, yang menjadi orientasi dalam desain pragmatik seperti itu bukanlah soal benar atau salah, tetapi soal bagaimana tujuan mereka tercapai.

Kita memang tidak bisa memastikan siapakah dalang yang menciptakan cikal-bakal munculnya potensi keretakan dalam ruang demokrasi.

Namun demikian, saya meyakini bahwa ada orang atau kelompok tertentu yang memang bertugas atau juga ditugaskan secara khusus untuk menciptakan kebencian dan memperkeruhnya menjadi gerakan yang "mempersekusi" calon atau lawan politik tertentu.

Merekalah yang oleh Cherian George (2016) disebut sebagai makelar yang berusaha meracik cara/motede lalu memutuskan apakah menjadi kepentingan mereka untuk memodifikasi provokasi menjadi gerakan publik.

Mereka memang tidak tampak secara fisik, tetapi efek destruktif dari apa yang mereka lakukan itu mampu menghancurkan tatanan sosial politik. Para makelar itu berusaha untuk menjebak publik agar antipati kepada calon tertentu.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved