Jurnalisme Warga
Arista: Anak Saya Tidak Mati Karena Ubi Beracun
Pernyataan Arista itu disampaikan kepada Even Edomeko, Kepala Bagian Humas Setda Sikka, yang berziarah ke makam anaknya
POS-KUPANG.COM, MAUMERE - Arista (20), ibu dari bocah Priska Anasatria (2,2), yang konon meninggal akibat makan ubi beracun, sebagaimana dikabarkan oleh media massa cetak dan elektronik nasional pada Jumat 6 Oktober 2017 dan Sabtu 7 Oktober 2017, mengatakan bahwa kabar itu tidak benar.
Menurut Arista, putrinya meninggal di Puskesmas Tanarawa karena sakit diare.
Pernyataan Arista itu disampaikan kepada Even Edomeko, Kepala Bagian Humas Setda Sikka, yang berziarah ke makam anaknya dan menyampaikan ungkapan belasungkawa dari Bupati Sikka, Drs. Yoseph Ansar Rera, pada Sabtu 7 Oktober 2017.
Baca: Gara-Gara Persedian Pangan Kurang, Warga Natarmage, Sikka Makan Ubi Hutan
Priska yang lahir pada 4 Juli 2015 dan meninggal pada 1 Oktober 2017 itu dimakamkan di halaman belakang rumah keluarga di Dusun Natarmage, Desa Natarmage, Kecamatan Waiblama, pada 2 Oktober 2017.

Berdiri di samping kubur anaknya, Arista yang didampingi suaminya Boni Soge (22), mengatakan, “Anak saya mencret dan saya antar berobat ke Pustu Natarmage. Lalu ke Puskesmas Tanarawa. Tapi tak tertolong.”
Haram Makan Magar

Ketika ditanya kemungkinan anaknya meninggal akibat mengonsumsi ubi hutan yang mengandung racun, yang oleh warga setempat disebut “magar”, Boni Soge membantahnya.
Kata Boni, “Ia hala. Ami mogam sawen ele gea magar, loning ami pire.” (Itu tidak benar. Kami sekeluarga tidak makan magar (ubi hutan) karena haram).
Keterangan Boni Soge dibenarkan oleh Gabriel Manek, Kepala Suku Soge di Desa Natarmage.
Kepada Humas Sikka, Gabriel Manek berkata, “Saya Kepala Suku Soge, dan suku kami ini tidak boleh makan “magar” karena belum semua acara adat kami laksanakan.”
Gabriel lalu menjelaskan, dalam adat orang Natarmage, Waiblama, setiap anggota suku tidak boleh makan hasil hutan termasuk ubi magar, jika belum semua ritus adat dilaksanakan.
Suku Soge, kata Gabriel, termasuk salah satu suku yang belum melaksanakan semua ritus itu, sehingga tidak boleh makan (pire), termasuk Boni Soge sekeluarga.
Magar Tidak Mematikan
Emanuel Nong, salah satu tokoh adat yang dimintai keterangannya, mengatakan kepada Humas Sikka, bahwa “magar” tidak pernah buat orang mati.
“Ubi hutan magar itu biasa kami makan sejak dulu, sejak leluhur kami, dan mereka tidak mati karena itu. Memang magar harus diolah dengan benar. Semua warga di sini tahu cara mengolahnya. Kalaupun salah olah dan keracunan, akibatnya hanya pusing-pusing, belum pernah ada yang mati. Dan kalau keracunan seperti itu, kami tahu obatnya, yaitu air kelapa muda. Minum itu, langsung baik.” Demikian penjelasan Emanuel Nong.