Manggarai Terkini
Fraksi Demokrat Kritisi Rencana Revisi Perda Pajak dan Retribusi
Adapun Sidang Paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Manggarai, Agnes Menot, dan dihadiri oleh jajaran eksekutif daerah.
Penulis: Robert Ropo | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo
POS-KUPANG.COM, RUTENG -- Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Manggarai menyoroti tajam rencana Pemerintah Daerah (Permda) untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hal ini dibacakan Frederikus Ongkor, sebagai pelapor Fraksi Partai Demokrat dalam rapat Paripurna ke-IX masa sidang II tahun 2025, yang berlangsung di ruang sidang utama DPRD Kabupaten Manggarai di Ruteng, Jumat (10/10/2025).
Adapun Sidang Paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Manggarai, Agnes Menot, dan dihadiri oleh jajaran eksekutif daerah.
Dedi Ongkor yang akrab disapa ini mengatakan, Fraksi Demokrat belum memahami secara utuh maksud dan arah revisi Perda Pajak dan Retribusi Daerah yang diajukan pemerintah.
"Kami tidak ingin revisi ini hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa alasan substansial. Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka, apakah revisi ini untuk menyesuaikan regulasi nasional, memperkuat sistem digital, memperbaiki tata kelola, atau hanya untuk menambah pendapatan tanpa kajian yang matang?,"Ujarnya.
la menyoroti pula absennya naskah akademik yang komprehensif, padahal setiap perubahan peraturan perundang undangan harus memiliki landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis yang jelas.
"Dalam negara hukum, perubahan satu ayat pun harus punya alasan. Jangan sampai ada pasal yang dihapus atau ditambah tanpa nalar akademik. Itu sama saja menciptakan kekacauan hukum di tingkat daerah,"ujarnya.
Dikatakan Dedi Ongkor, Fraksi Demokrat menilai bahwa kebijakan fiskal yang menyangkut pajak dan retribusi tidak boleh dibuat secara tergesa-gesa tanpa dasar akademik dan argumentasi yang kuat.
Frederikus Ongkor, anggota DPRD Manggarai dari Dapil I itu mengajak seluruh peserta sidang untuk menempatkan pembahasan pajak dan retribusi bukan hanya dalam kerangka angka-angka pendapatan, melainkan dalam semangat keadilan dan tanggung jawab sosial.
"Pajak dan retribusi bukan semata-mata alat memungut dana. Ini adalah instrumen moral dan sosial yang menunjukkan seberapa besar pemerintah menghargai keadilan dan kesejahteraan rakyatnya,"tegas Dedi Ongkor yang akrab disapa ini.
Ia mengatakan, Fraksi Demokrat mendukung penuh setiap upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meski demikian, peningkatan harus berimbang dengan kemampuan masyarakat.
"Kami mendukung penguatan PAD, tetapi pemungutan pajak harus mempertimbangkan kemampuan (ability) dan kesediaan (willingness) wajib pajak. Jangan sampai rakyat yang sudah kesulitan justru dibebani aturan yang tak berpihak pada keadilan," ujar Dedi Ongkor.
Menurut Dedi Ongkor, dalam konteks pembangunan daerah, pajak dan retribusi merupakan tulang punggung fiskal daerah yang menopang pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik. Namun demikian, jika kebijakan fiskal tidak dikelola secara transparan, maka legitimasi pajak di mata masyarakat bisa luntur.
"Masyarakat mau taat pajak kalau pemerintah juga jujur dan transparan. Jika hasil pajak tidak jelas pemanfaatannya, maka kepercayaan publik bisa hilang. Itu yang harus dihindari,"ujarnya tegas.
Fraksi Demokrat juga mempertanyakan apakah revisi Perda tersebut benar-benar berpotensi menambah pendapatan atau hanya mengulang proyeksi yang sama.
"Kalau tidak ada tambahan potensi PAD, maka buat apa direvisi? Jangan sampai revisi ini hanya kosmetik fiskal yang tidak berdampak nyata bagi masyarakat,"ujar Dedi Ongkor.
Fraksi Demokrat juga mengritik keras terhadap Inkonsistensi Hukum dalam Raperda.
Fraksi Demokrat menemukan kejanggalan redaksional dalam draf perubahan Perda yang diajukan. Dedi Ongkor menyebut, penghapusan Pasal 12 dan Pasal 13 yang mengatur subjek opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tidak diikuti oleh penghapusan pasal-pasal turunan yang seharusnya ikut direvisi.
"Ketika pasal pokok dihapus, maka pasal pasal ikutan seperti Pasal 2 huruf h dan i, Pasal 3 ayat (1) huruf d dan e, hingga Pasal 88 huruf a, semestinya juga disesuaikan. Tetapi dalam Raperda ini, pasal-pasal itu tetap tercantum. Ini menunjukkan lemahnya kehati-hatian pemerintah dalam menyusun regulasi,"ujar Dedi Ongkor.
la menegaskan, kelalaian semacam itu bukan hal kecil karena dapat berdampak pada kekacauan administrasi pajak dan kesalahan implementasi di lapangan.
"Kalau pasal-pasal saling bertabrakan, aparat pajak di bawah bingung, rakyat juga jadi korban. Karena itu, kami meminta Bupati menjelaskan alasan hukum di balik penghapusan dua pasal itu,"katanya.
Dalam bagian lain pandangannya, Demokrat menekankan pentingnya modernisasi sistem pajak dan retribusi melalui digitalisasi pembayaran dan pengawasan.
"Pajak harus dikelola dengan sistem yang bisa diaudit setiap waktu, bukan sistem manual yang rawan manipulasi. Digitalisasi bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal integritas,"ujar Dedi Ongkor.
la menegaskan bahwa praktik pungutan liar (Pungli) dan manipulasi data masih menjadi tantangan dalam tata kelola fiskal daerah. Karena itu, Fraksi Demokrat mendorong agar pemerintah menutup ruang bagi oknum birokrasi yang bermain dalam urusan pajak dan perizinan.
"Setiap rupiah pajak harus bisa ditelusuri jejaknya. Setiap pelayanan publik harus terbebas dari pungli. Pemerintah wajib memastikan bahwa keuangan daerah steril dari praktik korupsi, sekecil apa pun,"ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Manggarai, Lexy Armanjaya menegaskan bahwa kebijakan fiskal harus pro rakyat dan anti elitisme
Lexy menegaskan, Fraksi Demokrat bukan menolak perubahan Perda Pajak, melainkan ingin memastikan revisi itu benar-benar berpihak pada rakyat kecil dan dunia usaha lokal.
"Demokrat tidak alergi dengan perubahan, tapi perubahan itu harus punya arah yang jelas dan berpihak pada rakyat. Jangan sampai kebijakan pajak daerah justru menjadi beban tambahan bagi pelaku ekonomi kecil,"ujarnya.
Baca juga: Pemkab Manggarai Dukung Program Gubernur NTT Bangun NTT Mart
Lexy juga mengatakan, Fraksi Demokrat juga menyoroti belum maksimalnya implementasi Perda sebelumnya karena lemahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) di perangkat daerah.
"Berdasarkan evaluasi kami, banyak aparatur di tingkat dinas belum siap menjalankan sistem pemungutan dan pelaporan pajak sesuai standar UU Nomor 1 Tahun 2022. Jadi kalau mau revisi Perda, pemerintah juga harus menyiapkan SDM yang kompeten,"ujarnya.
Menurutnya, pemerintah daerah harus menjadikan pajak sebagai alat pemerataan ekonomi, bukan sekadar sumber kas daerah.
"Pajak dan retribusi itu wajah dari keadilan sosial. Pemerintah harus menjadikan kebijakan fiskal sebagai alat pemerataan, bukan eksploitasi. Setiap kebijakan fiskal yang adil pasti berbuah legitimasi publik,"tegas Lexy.
la juga menekankan pentingnya evaluasi berkala terhadap kebijakan pajak daerah agar selalu relevan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Fraksi Demokrat ingin agar Perda Pajak Daerah bukan hanya berlaku di atas kertas, tapi benar-benar memberi manfaat dan rasa adil bagi seluruh warga Manggarai.
Meski menyampaikan banyak catatan kritis, Fraksi Demokrat tetap menyatakan menerima Rancangan Perda tentang Perubahan atas Perda Nomor 6 Tahun 2023 untuk dibahas lebih lanjut pada tahap pembahasan berikutnya di DPRD Manggarai.
"Kami tidak menolak, tapi kami ingin setiap pasal dibahas secara transparan, rasional, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Demokrat akan terus mengawal agar revisi ini tidak menyimpang dari semangat keadilan fiskal," tutup Lexy. (rob)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.