Nasional Terkini
Masyarakat Sudah Gerah Bising Sirine dan Silau Lampu Strobo
Djoko Setijowarno menilai penolakan masyarakat terhadap penggunaan sirine dan Rotator bukan tanpa alasan.
Bagi pelanggar, Pasal 287 ayat 4 mengatur pidana kurungan maksimal satu bulan atau denda Rp250 ribu. Namun, Djoko menilai sanksi tersebut terlalu ringan. “Sanksi pidana dan denda harus ditingkatkan agar ada efek jera,” katanya.
Selain itu, Pasal 59 menyebut lampu isyarat merah atau biru serta sirene diperuntukkan bagi kendaraan yang memiliki hak utama, sementara lampu isyarat kuning digunakan sebagai tanda peringatan bagi pengguna jalan lain.
Sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho memastikan pihaknya akan melakukan pembekuan sementara penggunaan sirine dan rotator di jalan raya.
Kendati begitu, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu akan tetap dilakukan. Tapi, anggota pengawalan tidak akan menggunakan sirine dan strobo demi menjaga lalu lintas yang tetap aman dan nyaman.
"Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirine dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan," kata Agus dalam keterangan resmi.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, meminta pejabat negara tak lagi menggunakan sirine dan lampu strobo di jalan raya. "Kalau alasannya karena pejabat sibuk, apakah masyarakat juga tidak sibuk? Semua juga punya kesibukan," kata Soedeson.
Soedeson mempertanyakan logika di balik penggunaan sirene dan strobo oleh sejumlah pejabat yang ingin cepat sampai di lokasi tujuan. Menurut Wakil Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) ini, prinsip kesetaraan di jalan raya harus tetap dijunjung.
“Pertanyaannya, apakah pejabat perlu cepat, lalu masyarakat tidak? Kalau ingin cepat, ya berangkat lebih awal. Jangan ‘wuk wuk wuk’ begitu. Itu bukan hanya melukai perasaan rakyat, tapi juga menunjukkan seolah-olah pejabat punya hak istimewa,” ujarnya.
Soedeson juga menyoroti potensi bahaya dari penggunaan strobo dan sirene yang tidak semestinya. Ia menegaskan bahwa perilaku tersebut bisa menyebabkan pelanggaran lalu lintas hingga kecelakaan.
“Penggunaan seperti itu seringkali diikuti manuver berbahaya, seperti zig-zag di jalan. Itu bisa menimbulkan kecelakaan,” ucapnya.
Soedeson mendesak agar penggunaan strobo dan sirine dibatasi hanya untuk pihak-pihak tertentu, seperti Presiden atau tamu negara.
"Sehingga kebiasaan-kebiasaan itu menurut saya tidak perlulah. Kecuali presiden atau tamu negara, silakan. Kalau yang lain itu, nggak perlulah,” tuturnya.
Ia juga mencontohkan dirinya yang memilih datang lebih awal apabila ada acara penting, alih-alih meminta prioritas di jalan.
"Saya tidak pernah menggunakan kayak begitu-begitu. Kalau acaranya saya melihat bahwa acaranya itu macet, saya datang lebih awal saja ke sana ya kan," imbuhnya.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto buka suara terkait adanya gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk'. Adapun gerakan ini terkait bentuk protes atas penggunaan sirine dan strobo yang berlebihan. Nyatanya, Agus mengaku juga merasa terganggu jika mendengar sirene, strobo, maupun rotator saat melintasi jalan umum.
Listrik PLN Masuk 24 Jam, Ratusan Siswa di Maluku Utara Bisa Rasakan Digitalisasi Pendidikan |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Teken Perpres Tetapkan IKN Ibu Kota Politik 2028 |
![]() |
---|
Telkomsel Gelar IndonesiaNEXT Summit 2025, Pertajam Kepiawaian Generasi Muda Manfaatkan Teknologi AI |
![]() |
---|
Cerita WNI Terjebak Kerusuhan di Nepal: Suasana Mencekam, Terdengar Suara Tembakan |
![]() |
---|
Cek Kesehatan Gratis Sudah Menjangkau Hampir 30 Juta Penerima Manfaat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.