Nasional Terkini 

Cerita WNI Terjebak Kerusuhan di Nepal: Suasana Mencekam, Terdengar Suara Tembakan

Dosen dari Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jakarta, Hetty Astri menjadi saksi bagiamana kerusuhan di Nepal terjadi.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM/KEMENKES RI
DOSEN SELAMAT - Terjebak saat kerusuhan di Nepal, Kathmandu tiga dosen Poltekkes tiba dengan selamat dan sehat di Indonesia. Ketiganya dosen Poltekkes ini sedang memenuhi undangan Kementerian Kesehatan Nepal dan WHO SEARO sebagai co-facilitator dalam Midwifery Leadership Training Program yang berlangsung pada 7 – 12 September 2025. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Hetty Astri, Warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai dosen dari Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jakarta menjadi saksi bagiamana kerusuhan di Nepal berlangsung pada 7-8 September 2025.

Kerusuhan bermula saat aksi unjuk rasa kelompok muda atau generasi Z yang memprotes pemerintah setempat tekait pemblokiran media sosial (medsos).

Sedianya, Hetty bersama sejumlah WNI menjadi perwakilan dari WHO Collaborating Center yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung agenda global.

Khususnya untuk pengembangan pendidikan, penelitian, dan kapasitas tenaga keperawatan dan kepidanan yang mana tidak hanya di Indonesia tetapi juga di level regional dan internasional.

Dalam acara itu, ia akan memberikan sharing serta berbagi pengalaman kepada para tenaga kesehatan di Nepal dalam program tersebut.

Namun, hal ini harus ditunda dengan alasan keamanan setempat. Hetty  mengungkap, situasi Kathmandu, Nepal masih kondusif saat dirinya bersama rombongan WNI tiba. 

Namun,situasi berubah mencekam setelah aksi ujuk rasa meluas menjadi kerusuhan pada 8 September pukul 15.00 waktu setempat. Hal itu disampaikan Hetty saat wawancara khusus dengan Tribunnews dalam program On Focus secara virtual, Rabu (17/9/2025).

“Kami mendapatkan laporan bahwa demonstrasi yang awalnya berlangsung damai di beberapa titik kota berubah menjadi bentrokan yang luas. Dan informasi yang kami terima menyebutkan bahwa ada aksi protes yang dipicu oleh ketidakwawasan publik, khususnya generasi muda atau mereka menyebutnya sebagai Gen Z terkait dengan kebijakan pemerintah dan isu-isu sosial yang berkembang,” kata Hetty.

Dia juga menceritakan soal proses pengamanan di lokasi tempat menginap selama di Nepal. Petugas keamanan melakukan penjagaan ketat terhadap hotel yang menjadi lokasi tempat menginap para WNI.

Ia juga menceritakan soal kekhawatiran pihak keluarga tentang keberadaanya di Nepal saat kerusuhan terjadi.

“Kami sempat menghubungi keluarga di Indonesia. Mereka tentu saja khawatir karena media internasional juga memberitakan, jumlah korban tewas yang meningkat hingga puluhan orang dan ratusan terluka. Mereka tahu betapa dekatnya dengan hotel dengan area kerusuhan tempat kami tinggal,” jelasnya.

Hetty juga menceritakan detik-detik dirinya bersama WNI lainnya di evakuasi menggunakan kendaraan milik PBB untuk menuju ke Bandara Internasional. Pasalnya, saat itu keadaan Nepal mencekam dan kerusahan terjadi diberbagai titik.

“Untungnya kami menggunakan kendaraan PBB sehingga lancar sampai dengan di airport, dan kami juga akhirnya bisa terbang tepat waktu untuk menuju Kuala Lumpur dan meneruskan perjalanan kami menuju Indonesia,” jelasnya.

Berikut petikan wawancara dengan Hetty Astri, Warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai dosen dari Piliteknik Kesehatan (Poltekes) Jakarta bersama Tribunnews dalam program On Focus;

Tanggal 9 terjadinya demonstrasi di sana atau kerusahan di sana. Bisa digambarkan pada tanggal 7 atau 8 itu apakah sudah ada tanda-tanda atau masih bisa dibilang kondusif suasana di Nepal mungkin bisa dijelaskan oleh Bu Hetty mungkin? 

Awalnya sih situasi Kathmandu sebenarnya normal-normal saja pada saat kami datang di tanggal 7. Kami datang masyarakat beraktifitas juga seperti biasa dan pada saat itu kami juga fokus pada pelaksanaan program. Namun di hari pertama kegiatan, di tanggal 8 September sore pukul 15.00 waktu Nepal, kondisi jadi berubah sangat cepat. 

Kami mendapatkan laporan bahwa demonstrasi yang awalnya berlangsung damai di beberapa titik kota berubah menjadi bentrokan yang luas.

Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa ada aksi protes yang dipicu oleh ketidakwawasan publik, khususnya generasi muda atau mereka menyebutnya sebagai Gen Z terkait dengan kebijakan pemerintah dan isu-isu sosial yang berkembang.

Dalam hitungan jam, kemudian skala protes meluas jadi kerusuhan di berbagai distrik.  Di luar hotel tempat kami menginap suara sirine ambulans dan kemudian mobil keamanan terdengar terus menerus dari jendela kami juga melihat beberapa asap dan akibat dari pembakaran ban dan jalan-jalan juga ditutup. Lalu lintas jadi lumpuh dan suasana kota terasa tegang. 

Kami mendapatkan informasi dari media internasional yang memberitahukan bahwa adanya korban jiwa dan kerusakan pada sejumlah fasilitas publik.

Suasana mencekam karena di satu sisi kami tengah berbicara tentang kepemimpinan bidan di ruang-ruang pelatihan tetapi di sisi lain kami menyadari bahwa kepemimpinan justru sedang diuji di luar gedung ketika masyarakat menghadapi situasi daurat. 

Hotel saat itu menginap dan kondisi di sana saat itu bagaiman?

Kami menginap di Hotel Himalaya yang tidak berafiliasi dengan pemerintah, aman. Awalnya tidak ada kerusuhan di hotel. Tapi, pukul 15.00 kabar tentang protes mulai memanas dan akhirnya masuk di dalam jaringan komunikasi kami.

Awalnya kami mengira itu hanya berdampak pada beberapa titik saja tapi menjelang malam justru laporan masuk bentrokan semakin meluas.

Bandara Internasional juga ditutup dan pemerintah memperlakukan jam malam di beberapa wilayah. Di hari kedua situasi jadi semakin sulit diprediksi. Dari dalam hotel kami mendengar suara tembakan dan melihat asap semakin dekat.  

Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui terjadi perusuhan di Nepal?

Kami sempat menghubungi keluarga di Indonesia. Mereka tentu saja khawatir karena media internasional juga memberitakan bahwa jumlah korban tewas meningkat, puluhan orang dan ratusan terluka dan mereka tahu betapa dekatnya dengan hotel dengan area kerusuhan tempat kami tinggal kemudian.

Kami juga berusaha menenangkan kami berada di hotel.Dukungan doa dari keluarga dan kolega di tanah air juga memberikan kekuatan besar untuk dapat kami bertahan selama proses itu di Nepal.

Bisa dijelaskan, kepulangan dari Nepal ke Tanah Air? 

Kami selalu dibersama tim dari WHO CRO Ibu Ai Taning Jizu dan Ibu Ai. Juga berkoordinasi dengan keamanan PBB untuk memastikan kepulangan kita dan mereka juga mengandalkan tiket kepulangan kita untuk bisa mendapatkan first flight bagaimana keluar dari Nepal.

Akhirnya kami mendapatkan tiket hari Kamis di pukul 9.55 malam.P erjalanan kami dari hotel ke bandara menggunakan kendaraan PBB. Untungnya kami menggunakan kendaraan PBB sehingga lancar sampai airport. Terbang tepat waktu menuju Kuala Lumpur dan meneruskan perjalanan menuju Indonesia.

Adakah hikmah yang dipetik setelah mengalami pengalaman ini?

Kehadiran kami di Nepal ini menunjukkan bahwa Poltekes, Kemenkes sebagai WHO Collaborating Center bukan hanya simbol, tapi benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan kebidinan secara global.

Bagi kami, pengalaman ini menjadi manifestasi nyata dari apa yang kami ajarkan dalam Midway Free Leadership Program, bahwa kepemimpinan bidan bukan sekedar memimpin di ruang kelas, tetapi bagaimana kami hadir di tengah krisis menjaga harapan, mengambil keputusan bijak, dan menularkan ketenangan pada orang lain. 

Kami bangga bahwa Indonesia melalui Poltekes, Kemenkes sebagai WHO Collaborating Center bisa ikut mendampingi bidan di Nepal di saat yang paling sulit. Kami datang untuk berbagi ilmu, tetapi pulang membawa pelajaran besar bahwa bidan adalah garda depan kemanusiaan. (Tribun/ Yuda)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved