Wawancara Eksklusif

Mantan Intel BIN Ungkap Aktor Utama Demo:  Massa dan Aparat yang Kendalikan Satu Orang

Mantan anggota Intel pada BIN Sri Radjasa Chandra mengungkap skenario di balik demo ricuh.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
SRI RADJASA - Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Inf (purn) Sri Radjasa Chandra saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Kantor Redaksi Tribunnews.com, Jakarta pada Selasa (2/9/2025). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Gelombang  demonstrasi terjadi berturut-turut setelah Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan ke-80 tahun. Demo terjadi di sejumlah wilayah pada mulai 25, 28, 29 dan 30 Agustus 2025. 

Bahkan, sejumlah aksi unjuk rasa ini berujung kericuhan dari massa yang tak dikenal hingga melakukan pengerusakan terhadap fasilitas umum.  

Tak hanya itu, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan beberapa anggota DPR nonaktif seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya hingga Nafa Urbach pun dijarah oleh massa yang marah.

Seorang mantan anggota Intel pada Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Inf (purn) Sri Radjasa Chandra mengungkap skenario di balik demo ricuh tersebut. 

Analisisnya, massa dan aparat kemananan yang terlibat bentrok sejatinya dikendalikan oleh sosok yang sama. Hal itu diungkap Sri Radjasa saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Kantor Redaksi Tribunnews.com, Jakarta pada Selasa (2/9/2025). 

"Bahwa aksi demo kemarin adalah aksi yang menggunakan pola dua pihak dikendalikan. Pedemo dan aparat keamanan dikendalikan oleh satu (sosok). Ini boleh saya katakan bahwa non-state actor. Bukan aktor negara ya, bukan," kata Sri Radjasa.

Menurutnya, sosok yang masih memiliki sahwat yang sangat besar untuk bermain pada kontestasi politik 2029 mendatang menjadi aktor yang menginisiasi aksi demo ini ricuh.

"Kita lihat, bagaimana sahwat Jokowi ini untuk menghadapi 2029 masih sangat besar. Oleh karenanya, ketika ada hambatan terhadap sahwat Jokowi itu itu, akan terjadi. Kan aneh, Pak, kalau sampai saat ini relawan masih dipertahankan. Bahkan ada organisasi baru yang secara eksplisit mendukung Jokowi. Ini kan cawe cawe," tuturnya.

Berikut kutipan wawancara Sri Radjasa soal skenario demo ricuh yang terjadi di berbagai wilayah:

Kenapa sampai rumah pribadi Sri Mulyani kebobolan menjadi sasaran penjarahan padahal sebelumnya sudah beredar ancaman di sosmed?

Saat warning diberikan, akhirnya jebol juga. Artinya, ini ada sebuah skenario besar, ada pembiaran. Terjadilah perusakan. Saya lihat semacam politikal terorisme. Karena ada rumah anggota dewan yang juga kena. Dampak dari kejadian ini, saya tanya beberapa anggota dewan, secara psikologis terpukul. Saya tegas aja, bagaimana masslah pemakzulan Gibran lagi, nggak berani saya kalau seperti ini.

Dalam dunia Intelijen bukannya sudah ada deteksi dini?

Pasti, Itu memang tugas pokok intelijen, deteksi, cegah. Intelijen bekerja pada tahapan sebelum terjadi. 

Intelijen kita sudah punya pengalaman panjang untuk mendeteksi hal-hal seperti yang terjadi kemarin? 

Betul, persoalannya, ketika intelijen mampu mendeteksi adanya kerawanan. Tapi kalau kita bicara kejadian kemarin, ada sesuatu yang lain dari aksi-aksi demo yang lalu. Aksi demo kemarin adalah aksi yang menggunakan pola dua pihak dikendalikan. Demo dan aparat keamanan dikendalikan oleh satu. Ini boleh saya katakan bahwa non-state actor. Bukan aktor negara ya, bukan.  Bayangkan, kantor polisi dibakar, gedung dibakar. Karena pembiaran. Jadi ada agenda dari kejadian ini. Ada agenda besar yang ingin menciptakan situasi chaos.

Orang yang ingin ciptakan chaos punya tujuan tertentu?

Jelas, artinya begini, kita tidak bisa menutup mata tentang peristiwa ini. Siapa yang menginginkan situasi ini menjadi chaos atau tidak terkendali adalah orang-orang yang sangat memiliki sahwat politik, untuk berkuasa di 2029, itu saja. Kita bisa baca siapa yang mengembuskan demo 25 Agustus kemarin dengan agenda gusur DPR, bubarkan DPR. Itu terlihat.

Soal isu pembubaran DPR, ada agenda yang ingin disampaikan nggak kira-kira?

Kita lihat kronologisnya, awalnya ada ajakan demo pada 25 Agustus yang menamakan diri revolusi rakyat Indonesia. Narasinya adili Jokowi, makzulkan Gibran dengan mekanisme DPR. Nah, ini dilihat oleh kelompok yang merasa terusik, DPR bisa jadi ancaman. Dimulailah membangun opini DPR menerima tunjangan begitu besar, DPR menerima gaji besar,. muncul kebencian.

Langsung berubah, terbentuklah opini DPR harus dibubarkan. Di tengah krisis masyarakat yang miskin, dia (DPR) bisa menikmati luxury. Mulailah bergulir, sehingga munculah aksi demo. Dengan narasi yang berbeda, dihantam DPR. Ada yang terusik jika DPR digunakan untuk melakukan upaya-upaya pemakzulan Gibran, adili Jokowi. Kalau soal Buruh, pak Jumhur sudah mengatakan Jumhur sebelumnya. Ini ada aksi demo yang kita nggak tahu, nggak jelas. Makanya menhindar, Jumhur sudah membaca itu. 

Habis Buruh keluar masuk mereka, orang-orang bayaran, Mereka datang dari titik yang berbeda-beda. Biasa kalau demo yang normal. Mereka kumpul satu titik, terus bareng-bareng. Ini kan nggak terjadi. Dan ternyata terbukti kan, ditemukan adanya orang-orang yang dibayar. Termasuk mereka yang melakukan aksi perusahaan. By design semua. 

Dan kenapa harus rumah anggota DPR? Itu teror politik, membuat anggota dewan secara psikologis down. Tidak punya keberanian untuk membuat acara pemerintahan. 

Tapi kenapa Menteri juga ikut diserang, apa ada kesalahan informasi?

Mungkin untuk menutupi, ini sasaran bukan hanya DPR. Sebenarnya targetnya DPR.  Kalau kita lihat, kejadian terjadi di 29 kota. Terjadi aksi unjuk rasa, dengan sasaran yang sama, kemudian tingkat anarkis juga sama. Mereka tidak datang sekedar memberikan orasi. Mereka datang langsung melakukan perusakan. Artinya apa? Ada perencanaan.

Kalau misalnya targetnya adalah rusuh, sasaran kantor pemerintah risikonya tidak terlalu. Tapi kalau sasaran rumah masyarakat mungkin dia akan berhadapan dengan masyarakat.

Lalu, soal pelibatan prajurit TNI kemarin untuk pengamanan seperti apa?

Pelibatan pasukan TNI kemarin untuk membantu polisi, ini ada yang janggal menurut saya. Dalam situasi yang belum pada setingkat rawan. Polisi memberi ruang kepada TNI untuk terlibat langsung dalam penanganan demo. Ini satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Karena buat TNI, ini adalah semacam kayak harga diri mereka dalam penanganan ini. 

Tidak pernah polisi menyerahkan kepada TNI dalam situasi yang masih seperti kemarin. Saya melihat upaya menempatkan TNI masuk ke dalam killing zone yang sebetulnya dapat merusak. Apalagi TNI yang dilibatkan itu pasukan Kostrad, satuan tempur. Dia tidak pernah dibekali PH untuk anti huru hara. Yang lebih patut untuk melakukan, ya itu pasukan teritorial lah, ada Kodam, Kodim, Korem, Koramil. 

Berarti kejadian kemarin bisa disebut Intelijen kecolongan?

Kejadian (kemarin) ini diakibatkan oleh ego sektoral. Kemudian penggunaan pengamanan, satuan pengamanan untuk kepentingan politik. Sehingga membuka peluang terjadinya aksi-aksi seperti ini. Kita tidak menutup mata, polisi banyak digunakan untuk kepentingan politik, politik praktis. Pemilu kemarin, demo kemarin juga seperti itu. Bisa dibayangin, satu hal yang nggak pernah terjadi, Gegana dengan mudah dimasukkan oleh massa.

Apakah ini murni soal evaluasi pimpinan tertinggi Polri?

Sebenarnya kalau tuntutan pergantian Kapolri, itu sudah merupakan akumulasi persoalan. Karena kita lihat selama ini, Kapolri tidak bisa bersikap adil dalam beberapa kasus hukum. Banyaknya keterlibatan polisi di kasus persoalan baking tambang dan segala macam. Jadi tuntutan rakyat kemarin bukan semata-mata kejadian ini, ini sudah akumulasi. Dan ini harus didengar oleh Presiden. Kalau Presiden menginginkan polisi yang lebih baik untuk ke depan. Kalau enggak, ini bisa terjadi masyarakat marah, targetnya presiden.

Untuk kelompok yang murni menyuarakan aspirasi tetap jalan gimana ke depan?

Ketika aparat penegak hukum masih seperti ini, masih ada kepentingan politik yang menunggangi mereka, ini tidak akan jalan. Akan terjadi kriminalisasi. Makanya itu kan tuntutan publik cukup rasional. Ganti kapolri, udah begitu saja. Benahi reformasi di tubuh polisi. Makanya ini akan jalan. Tapi kalau tidak, akan terjadi aksi-aksi yang lebih besar. (tribun/abdi)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved