Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Senin 1 September 2025, "Tiada Nabi yang Dihargai di Tempat Asalnya"

Tema "Tiada nabi yang dihargai di tempat asalnya" mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita merespons pesan kebenaran, terutama

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Bruder Pio Hayon SVD menulis Renungan Harian Katolik 

Renungan Harian Katolik
Bruder Pio Hayon SVD
Hari Senin Pekan Biasa XXII
Senin, 1 September  2025
Bacaan I:  1Tes. 4: 13-17a
Injil:  Luk. 4: 16-30
“Tiada nabi yang dihargai di tempat asalnya”

Saudari/a terkasih dalam Kristus

Salam sejahtera untuk kita semua. Dalam bacaan hari ini, kita dihadapkan pada dua situasi yang berbeda namun saling melengkapi: penghiburan bagi mereka yang berduka atas kematian orang-orang yang percaya kepada Kristus, dan penolakan Yesus di kampung halaman-Nya sendiri.

Tema "Tiada nabi yang dihargai di tempat asalnya" mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita merespons pesan kebenaran, terutama ketika pesan itu datang dari orang-orang yang kita kenal dengan baik, dan bagaimana kita menghadapi penolakan dan kesulitan dalam mewartakan iman kita.

Saudari/a terkasih dalam Kristus

Dalam bacaan pertama dari surat Paulus, 1 Tesalonika 4:13-17a, Paulus memberikan penghiburan kepada jemaat di Tesalonika mengenai orang-orang yang telah meninggal dalam Kristus. Ia meyakinkan mereka bahwa mereka tidak perlu berdukacita seperti orang-orang yang tidak memiliki pengharapan.

Paulus menjelaskan bahwa kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, karena itu kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.

Tuhan sendiri akan turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. 

Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang kekal bersama Kristus. Dalam Injil Lukas 4:16-30, Yesus kembali ke Nazaret, tempat Ia dibesarkan.

Seperti biasa, Ia masuk ke rumah ibadat pada hari Sabat dan berdiri untuk membaca. Ia membaca dari Kitab Yesaya tentang Roh Tuhan yang ada pada-Nya, yang mengurapi Dia untuk memberitakan Injil kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Kisah ini menunjukkan bahwa kebenaran sering kali sulit diterima, terutama ketika itu menantang keyakinan dan prasangka kita.

Orang-orang Nazaret lebih memilih untuk menolak Yesus daripada mengakui bahwa Ia adalah Mesias yang telah lama dinantikan.

Refleksi kita adalah tentang Pengharapan: Apakah kita memiliki pengharapan yang teguh akan kehidupan kekal bersama Kristus, yang dapat menghibur kita di tengah dukacita dan kehilangan?

Kebenaran: Apakah kita bersedia untuk menerima kebenaran, meskipun itu menantang keyakinan kita dan membuat kita tidak nyaman? Keberanian: Apakah kita berani untuk mewartakan Injil, bahkan ketika kita tahu bahwa kita mungkin akan ditolak atau dianiaya?

Saudari/a terkasih dalam Kristus

Pesan untuk kita, pertama: Hari ini, marilah kita merenungkan panggilan untuk hidup dalam pengharapan dan kebenaran, serta untuk menjadi saksi yang setia bagi Kristus di dunia ini.

Kedua, semoga kita diberi kekuatan untuk menghadapi penolakan dan kesulitan dengan iman yang teguh, serta untuk terus mewartakan Injil kepada semua orang, termasuk mereka yang mungkin tidak menghargai kita. Ketiga, maka marilah kita semakin kuat dalam bersaksi di mana saja kita diutus berkat kasih Allah bagi kita. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved