NTT Terkini

‎Eks Kapolres Ngada Ajukan Pledoi: Pengacara Tuntut Lepas Bukan Bebas, Singgung Anak Melacurkan Diri

Sidang lanjutan kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dengan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman digelar di PN Kupang.

POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
KUASA HUKUM - Akhmad Bumi, SH, Kuasa hukum terdakwa eks Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja usai Pledoi 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail


POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dengan terdakwa eks Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kupang Kelas 1A pada Senin (29/9/2025). 

Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan pledoi atau nota pembelaan. Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra PN Kupang, tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan pembelaan yang menekankan perbedaan antara tuntutan bebas dan lepas. 

Menurut mereka, perbuatan yang dilakukan Fajar tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Akhmad Bumi, SH, kuasa hukum terdakwa mengatakan pihaknya bukan meminta bebas, tapi lepas.

"Kalau bebas itu terbukti namun bukan tindak pidana, sedangkan lepas adalah perbuatan terbukti tetapi bukan termasuk tindak pidana. Dalam kasus korban berinisial M dan W, itu terjadi karena ada kesepakatan,” ujar  Akhmad Bumi, Senin (29/9). 

Kuasa hukum terdakwa Fajar juga menyoroti celah hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka menilai UU tersebut hanya mengatur eksploitasi dan pelacuran oleh pihak lain, bukan kondisi anak yang secara sukarela melacurkan diri.

“Dalam UU Perlindungan Anak tidak diatur bila anak menyerahkan dirinya sendiri. Pertanyaannya, apa konstruksi hukumnya, dan apakah anak seperti ini bisa dibina, mengingat ada Undang-Undang Pengadilan Anak,” ujar Akhmad.

Selain itu, pihak pengacara membantah alat bukti video yang diajukan jaksa. Mereka menilai video tersebut tidak sah karena tidak ditemukan di ponsel terdakwa dan tidak menampilkan wajah terdakwa.

“Ahli digital forensik Mabes Polri juga menyebutkan video itu tidak ada di ponsel terdakwa. Jadi pertanyaannya, adilkah kalau terdakwa diminta bertanggung jawab atas video yang bukan miliknya,” jelas Akhmad.

Kuasa hukum juga mengajukan permohonan agar majelis hakim mempertimbangkan penempatan Fajar di rumah sakit jiwa maksimal satu tahun sesuai Pasal 84 ayat 2 KUHP. Hal ini, kata mereka, untuk memastikan kondisi kesehatan terdakwa yang diduga mengalami pedofilia dan membutuhkan pemeriksaan ahli.

Dalam pembelaan pribadinya, Fajar memohon agar jasa-jasanya selama bertugas sebagai polisi menjadi pertimbangan majelis hakim.

“Dia sudah lebih dari 20 tahun mengabdi sebagai polisi, pernah menjabat Kapolres Sumba Timur, Ngada, hingga Sukabumi Kota,” ucap Akhmad Bumi.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda replik dari jaksa penuntut umum pada persidangan berikutnya. (iar)

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

 


 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved