Breaking News

Artikel Kesehatan

Tuberkulosis: Penyakit Lama yang Masih Menjadi Ancaman

Namun, di balik bayangan lama itu, TB hingga kini masih menjadi masalah kesehatan global dan bahkan menempati posisi serius di Indonesia.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
dr. Joy January Almighty Solideo Ninu (Instansi: RSUD Sabu Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur) 

Gizi buruk dan malnutrisi melemahkan pertahanan tubuh. Merokok, konsumsi alkohol berat, dan paparan polusi udara berhubungan dengan risiko lebih tinggi. Kepadatan hunian, ventilasi buruk, dan kemiskinan mempermudah penularan di komunitas.

Semua ini menegaskan bahwa TB bukan hanya persoalan mikrobiologi, melainkan juga persoalan pembangunan dan keadilan sosial.

Diagnosis dan pengobatan — ada harapan, tapi perlu disiplin

Deteksi TB modern menggunakan kombinasi: skrining gejala (batuk >2 minggu, penurunan berat badan, demam, keringat malam), foto rontgen dada, pemeriksaan dahak (mikroskop), dan tes molekuler cepat seperti Xpert MTB/RIF.

Diagnosis dini menyelamatkan nyawa dan mencegah penularan. Untuk TB sensitif obat (drug-susceptible TB), regimen standar tetap 6 bulan (dua bulan fase intensif kombinasi isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, ethambutol, diikuti oleh empat bulan lanjutan kombinasi isoniazid dan rifampicin).

Kepatuhan penuh terhadap pengobatan sampai tuntas adalah kunci penyembuhan. Untuk TB kebal obat (MDR/RR-TB), WHO merekomendasikan regimen baru yang lebih pendek dan lebih efektif (misalnya regimen BPaLM atau BPaL tergantung profil resistensi), tetapi akses dan biaya masih menjadi tantangan.

Di Indonesia, obat TB dasar disediakan gratis melalui puskesmas, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan yang terafiliasi program nasional — namun hambatan akses, stigma, dan putus obat masih sering terjadi. Program seperti TOSS-TB (Temukan-Obati-Sampai-Sembuh) adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan deteksi dan menyelesaikan pengobatan.

Masalah besar: TB kebal obat dan kesenjangan layanan

Perkembangan TB kebal obat (multidrug-resistant TB/MDR-TB) menimbulkan ancaman serius. WHO memperkirakan ratusan ribu kasus MDR/RR-TB setiap tahun, namun kurang dari separuh dari mereka mendapatkan pengobatan yang tepat.

Kegagalan menemukan, mendiagnosis, dan merawat kasus-kasus ini memperbesar risiko transmisi strain yang lebih sulit diatasi.

Pencegahan praktis— apa yang dapat kita dilakukan?

Pencegahan TB memerlukan kombinasi tindakan individu dan kebijakan publik:

1. Kenali gejala, periksakan diri segera. Jika batuk >2 minggu, ada penurunan berat badan, demam, keringat malam maka periksakanlah diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat. Deteksi dini menyelamatkan nyawa.

2. Dukung pasien, jangan mengucilkan. Stigma menyebabkan penundaan pengobatan dukungan keluarga dan tetangga memperbesar kemungkinan penyelesaian terapi.

3. Jaga ventilasi dan kebersihan udara ruangan. Buka jendela, gunakan ventilasi alami tindakan sederhana yang mengurangi konsentrasi droplet.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved