Opini
Opini: Keletihan Demokrasi
Demokrasi menjanjikan kebebasan dan keadilan, tetapi yang dirasakan banyak orang justru korupsi, ketimpangan, dan kebisingan politik tanpa makna.
Oleh: Ferdinandus Jehalut
Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana Kupang dan Direktur Ranaka Institute
POS-KUPANG.COM - Seperti mesin tua, demokrasi di banyak negara kini kehilangan tenaganya.
Pemilu tetap digelar, parlemen masih bersidang, dan media masih bekerja. Namun semangat yang dulu menjadi nyawa demokrasi kini melemah.
Varieties of Democracy Institute (V-Dem) dalam laporannya tahun 2025 mencatat, tingkat demokrasi dunia telah turun ke posisi terendah sejak pertengahan 1980-an.
Rata-rata warga dunia kini menikmati kebebasan politik yang setara dengan kondisi empat puluh tahun lalu.
Baca juga: Opini: NTT dan Ironi Keadilan, Hukum yang tak Lagi Memanusiakan
Laporan itu juga menyebut bahwa untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua puluh tahun, jumlah negara otoriter (91) telah melampaui jumlah negara demokratis (88).
Hanya 29 negara yang masih tergolong demokrasi liberal penuh. Dalam konteks ini, dunia bukan saja mengalami kemunduran politik, melainkan juga kemerosotan moral: demokrasi berjalan, tetapi tanpa daya.
Keletihan demokrasi berawal dari jarak antara janji dan kenyataan.
Demokrasi menjanjikan kebebasan dan keadilan, tetapi yang dirasakan banyak orang justru korupsi, ketimpangan, dan kebisingan politik tanpa makna.
Warga diminta memilih, tetapi jarang benar-benar didengar. Akibatnya, demokrasi kehilangan semangatnya: partisipasi berubah menjadi rutinitas, dan politik menjadi urusan elite.
V-Dem menggambarkan fenomena ini sebagai gelombang ketiga autokratisasi yang telah berlangsung lebih dari dua puluh lima tahun.
Banyak pemimpin otoriter masa kini tidak lagi merebut kekuasaan dengan senjata, melainkan melalui pemilu yang dikendalikan dari dalam.
Pemilu memang tetap ada, tetapi dipenuhi rekayasa hukum, tekanan terhadap media, dan pembungkaman oposisi. Pengadilan dan parlemen tetap berdiri, tetapi otonominya melemah.
Proses autokratisasi kini mencakup 45 negara, dengan 3,1 miliar penduduk dunia atau hampir 40 persen populasi global hidup di negara-negara yang sedang mundur secara demokratis.
Sebaliknya, hanya 19 negara yang sedang mengalami proses demokratisasi, dan dua pertiganya berada di Brasil, Polandia, dan Thailand.
Opini: NTT dan Ironi Keadilan, Hukum yang tak Lagi Memanusiakan |
![]() |
---|
Opini: Transformasi Stilistika Sastra Luring di Era Digital |
![]() |
---|
Opini: Jagung NTT, Potensi Emas di Lahan Kering Timur Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Hikmah di Balik Bencana Alam di Musim Kemarau |
![]() |
---|
Opini: Artificial Intelligence, Komunikasi dan Hilangnya Kepercayaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.