Resensi Buku

Membaca Lompat Kapal ke Amerika dan Deadline: Kisah di Balik Liputan Jurnalis Kompas 

Kedua buku ini, meski ditulis dari pengalaman jurnalistik, merekam perjalanan eksistensial manusia yang sedang berjuang menjadi bebas dan otentik. 

|
Editor: Dion DB Putra
POSKUPANG.COM/ONONG BORO
PELUNCURAN BUKU - Romo Leo Mali (ketiga dari kiri), narasumber lain dan undangan saat meluncurkan dua buku karya jurnalis Kompas, Frans Pati Herin di kampus Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Kamis (9/10/2025). 

Inilah makna transendensi diri manusia. Transendensi historis tidak berarti lari dari dunia melainkan melampauinya dengan memberi makna. 

Imajinasi masa kecilnya - mendengarkan radio dari Surabaya di rumahnya di Pandai - menjadi bingkai bagi semua lompatan hidupnya. 

Ia menulis sejarah dengan menebus mimpi-mimpi masa kecil melalui tindakan nyata.

Langkah Menuju Diri Sendiri

Setiap keberanian untuk melompat, sebagaimana setiap liputan jurnalistik penulis, adalah respons terhadap panggilan hidup. 

Dalam arti ini, kedua buku Frans Pati Herin menandai perjalanan manusia untuk menjadi dirinya sendiri dalam arus dan kemelut sejarah. 

Dari lompatan geografis yang menyeberangi ruang, ke lompatan eksistensial yang menembus batin, hingga lompatan historis yang menulis arah baru bagi dunia—semuanya memperlihatkan satu hal: sejarah bergerak karena manusia berani melompat. 

Manusia menulis sejarah bukan karena ia kuat, tetapi karena ia percaya. 

Ia melompat bukan karena tahu pasti hasilnya, melainkan karena sadar bahwa hidup adalah panggilan yang harus dijawab. 

Luigi Giussani menegaskan: la naturadell’uomo è rapporto con l’infinito — hakikat manusia adalah relasi dengan yang tak terbatas. 

Amerika, dalam kisah Lompat Kapal ke Amerika, menjadi metafora horison tak terbatas yang terus memanggil manusia untuk bergerak. 

Dalam setiap lompatan manusia, sejarah dunia ikut bergerak. Dan dalam setiap keberanian manusia, rahmat Allah menemukan jalan untuk bekerja. 

Yang Tak Terbatas itu bukan hanya janji di ujung pandangan, tetapi berdiam di hati setiap orang yang tak henti mencari. 

Akhir Kata

Saya berterima kasih kepada Frans Pati Herin karena telah meminta saya membaca dan merefleksikan kedua bukunya. 

Saya menemukan di sana semangat yang tak patah - dari seorang anak manusia yang terus berjuang menjadi diri yang otentik.

Kierkegaard mengatakan, perjalanan terjauh dalam hidup ini adalah perjalanan menuju diri sendiri. 

Tidak semua orang sanggup menjalaninya, karena jalan itu sempit dan sepi. 

Namun, mereka yang berani melangkah akan menemukan kebebasan sejati. Itulah sebabnya Santo Carlo Acutis, pelindung generasi digital, pernah mengingatkan: “Semua orang lahir sebagai orisinal, tetapi banyak yang mati sebagai fotokopi.”

Kedua buku ini membuktikan sebaliknya: bahwa manusia yang berani melompat akan selalu hidup sebagai orisinal: karena ia terus mencari, percaya, dan melampaui batas. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved