Opini

Opini: Wisuda Adalah Ritus Cinta dan Tanggung Jawab

Orang tua adalah landasan yang menopang, doa yang tak terlihat, dan kekuatan yang tak pernah lekang. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI SIRILUS ARISTO MBOMBO
Sirilus Aristo Mbombo 

Di Indonesia, para pemikir pergerakan nasional, seperti Soekarno, Hatta, dan Natsir, adalah intelektual yang berani melawan kolonialisme dengan senjata gagasan.

Namun, perubahan pola pikir masyarakat tidak otomatis lahir hanya dengan hadirnya intelektual. 

Jika intelektual hanya berhenti pada menara gading akademik, maka ilmunya mati sebelum menyentuh realitas. 

Antonio Gramsci, seorang filsuf Italia, menekankan konsep “intelektual organik”: intelektual yang hidup bersama rakyat, memahami penderitaan mereka, dan menggunakan pengetahuan untuk membebaskan mereka. 

Intelektual sejati adalah mereka yang menjadikan ilmunya sebagai cahaya bagi yang tertindas, bukan sebagai alat untuk mempertahankan status quo. 

Maka kehadiran sarjana di tengah masyarakat hanya akan mengubah pola pikir jika ia rela turun dari podium akademik menuju jalanan kehidupan, bersama rakyat yang masih berjuang dalam gelapnya ketidakadilan.

Pertanyaan selanjutnya: apakah ilmu benar-benar bisa memajukan bangsa? Jawabannya, ya, jika ilmu dipadukan dengan kebijaksanaan. Francis Bacon pernah berkata, “Knowledge is power.” 

Namun kekuatan itu bisa menjadi cahaya atau tirani. Jika ilmu hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, ia akan melahirkan kesenjangan. 

Tetapi jika ilmu digunakan untuk melayani masyarakat, ia akan menjadi kekuatan yang membangun peradaban. 

Wisuda bukan hanya soal ijazah, tetapi soal janji moral: bahwa ilmu yang diperoleh tidak akan dibiarkan menjadi beku, melainkan dipakai untuk mengangkat martabat manusia.

Dalam konteks Indonesia, kehadiran para intelektual sangat dibutuhkan untuk menantang pola pikir lama yang sering terjebak dalam feodalisme, intoleransi, dan korupsi. Pendidikan adalah kunci untuk membuka belenggu itu. 

John Dewey menekankan bahwa pendidikan sejati adalah rekonstruksi pengalaman, yang membantu manusia menghadapi masalah nyata dalam masyarakatnya. 

Setiap wisudawan memiliki tugas: merekonstruksi pengalaman bangsa ini, agar keluar dari kegelapan menuju peradaban yang lebih adil dan manusiawi.

Wisuda adalah sebuah janji: janji untuk menjaga cinta orang tua, menghormati dedikasi guru, dan menjadikan ilmu sebagai cahaya bagi bangsa. 

“Pengetahuan bukan sekadar gelar, tapi kekuatan untuk membangun peradaban. Gunakan ia untuk mengangkat derajat bangsanya.” 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved