Opini

Opini: Menyelamatkan Desa Pesisir dari Regulasi Setengah Hati

Artinya, Perdes yang disusun hanya sebatas memenuhi kewajiban administratif tanpa diiringi dengan komitmen implementasi yang nyata.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI TRY SURIANI L TUALAKA
Try Suriani Loit Tualaka 

Karena itu, penguatan tata kelola desa harus dilihat sebagai investasi jangka panjang: ketika Perdes disusun dengan legitimasi sosial dan basis analisis yang kuat, ia tidak sekadar menjadi aturan tertulis, melainkan menjadi kontrak sosial yang menjaga keberlanjutan pembangunan desa.

Perdes adalah benteng terakhir masyarakat pesisir untuk menjaga ruang hidup, sumber daya, dan masa depan mereka. 

Jalan menuju Perdes yang ideal memang tidak sederhana: birokrasi yang rapuh, tarik-menarik kepentingan, hingga kerumitan regulasi kerap menghadang. 

Namun, justru di situlah letak strategisnya karena sebuah kebijakan yang lahir dari pergulatan nyata akan jauh lebih berakar dan relevan.

Ketika desa pesisir berani menjadikan Perdes sebagai instrumen keberpihakan, otonomi desa tidak lagi berhenti pada jargon administratif. 

Ia menjelma sebagai kenyataan yang bisa dirasakan: desa yang berdaulat atas regulasinya sendiri, teguh menghadapi intervensi, dan berani menata masa depan dengan visi kolektif. 

Sebab pada akhirnya, desa yang kuat bukanlah desa tanpa ombak, melainkan desa yang tahu bagaimana menaklukkan gelombang dengan dayung kebijakannya sendiri. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved