Opini
Opini: 150 Tahun Serikat Sabda Allah, Api Misi yang Tetap Menyala di Era Digital
Refleksi 150 tahun juga membawa kita pada kesadaran bahwa NTT bukan lagi “tanah misi,” melainkan “tanah pengutus.”
Dari sekolah rakyat hingga seminari, dari rumah sakit hingga pusat-pusat karya sosial, SVD telah meletakkan fondasi pembangunan manusia di daerah yang kala itu dianggap tertinggal.
Flores, misalnya, tidak hanya menjadi pusat penyebaran iman, tetapi juga pusat pendidikan yang melahirkan imam-imam lokal, bruder, suster, bahkan kaum awam yang berpendidikan.
Keberadaan STFK Ledalero (saat ini berubah menjadi IFTK Ledalero) menjadi salah satu sumbangan terbesar SVD bagi Gereja universal.
Kampus filsafat itu bukan hanya mencetak calon imam, melainkan juga melahirkan pemikir, jurnalis, penulis, dan tokoh-tokoh sosial.
SVD juga mendirikan sekolah-sekolah menengah dan universitas. Semua ini menjadikan SVD bukan sekadar misionaris, tetapi juga motor penggerak kemajuan sosial di NTT.
Kontribusi lain yang tak kalah penting adalah di bidang antropologi dan ilmu sosial. Melalui Anthropos Institute, SVD menjadi pelopor dokumentasi budaya, bahasa, dan tradisi masyarakat NTT.
Karya-karya ini sangat penting untuk memahami identitas lokal dan menjaga warisan kultural yang rentan hilang. Namun, di sinilah juga muncul catatan kritis.
Tidak sedikit tulisan etnografis awal SVD yang masih sarat dengan bias kolonial, di mana budaya lokal dipandang dari kacamata Barat.
Refleksi 150 tahun ini harus berani mengakui bahwa misi bukan semata soal “membawa terang ke kegelapan,” melainkan juga proses dialog yang harus lebih mendengarkan suara lokal.
Kini, setelah 150 tahun, api misi itu diuji oleh tantangan baru. Dunia digital telah mengubah wajah komunikasi, pola hidup, bahkan cara manusia mencari makna.
Generasi muda NTT, yang dahulu terbentuk di sekolah-sekolah misionaris, kini lebih banyak dibentuk oleh gawai dan media sosial.
Di sinilah muncul pertanyaan kritis: apakah misi Gereja, khususnya SVD, masih relevan jika hanya bertumpu pada metode lama?
Bermisi di zaman digital berarti berani hadir dalam ruang maya sebagai tempat pewartaan, pengajaran, bahkan pembelaan martabat manusia.
Injil harus dikabarkan bukan hanya di mimbar dan kelas, tetapi juga di feed Instagram, di kanal YouTube, di ruang-ruang virtual tempat anak muda mencari identitasnya.
Lebih jauh lagi, misi zaman digital menuntut SVD untuk bersuara terhadap isu-isu global yang sangat dekat dengan NTT: perubahan iklim, krisis ekologi, migrasi tenaga kerja, dan ketidakadilan struktural.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.