Opini
Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal
Hitungan secara matematika, kurang lebih Rp19 miliar pajak per tahun bagi 580 orang DPR akan ditanggung oleh rakyat.
Kebijakan ini menciptakan standar ganda yang merusak kredibilitas sistem perpajakan nasional.
Perbandingan Internasional
Praktik pembayaran pajak pejabat oleh negara relatif jarang dijumpai di negara-negara dengan good governance.
Mayoritas negara demokratis menerapkan prinsip equality before tax law, di mana semua warga negara, termasuk pejabat, tunduk pada ketentuan pajak yang sama.
Bahkan di negara-negara dengan sistem kesejahteraan yang kuat, pajak tetap dipotong dari penghasilan individu, bukan dibayarkan negara.
Rekomendasi Perbaikan
1. Revisi Regulasi
Perlu dilakukan revisi terhadap ketentuan yang memungkinkan PPh 21 ditanggung negara untuk pejabat negara. Prinsip equality before the law dalam perpajakan harus ditegakkan tanpa kecuali.
2. Transparansi Kompensasi
Jika memang dipandang perlu memberikan kompensasi tambahan kepada anggota DPR, sebaiknya diberikan dalam bentuk tunjangan yang transparan dan kena pajak, bukan dengan membiayai kewajiban pajak mereka.
3. Audit Komprehensif
Perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh fasilitas dan tunjangan pejabat negara untuk memastikan tidak ada pemborosan atau privilege yang tidak wajar.
Penutup
Tunjangan pajak bagi anggota DPR RI merupakan anomali dalam sistem perpajakan yang mencerminkan ketimpangan struktural antara penguasa dan rakyat.
Di tengah tekanan ekonomi yang dialami masyarakat, praktik ini tidak hanya tidak etis secara moral, tetapi juga kontraproduktif bagi upaya reformasi perpajakan nasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.