Opini

Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal

Hitungan secara matematika, kurang lebih Rp19 miliar pajak per tahun bagi 580 orang DPR akan ditanggung oleh rakyat. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI WILHELMUS M ADAM
Wilhelmus Mustari Adam 

Namun, keabsahan hukum tidak serta merta menjamin keabsahan moral dan rasa keadilan publik.

Dimensi Ketidakadilan Sistemik

1. Diskriminasi Pajak Berdasarkan Status

Fenomena ini menciptakan dua kelas wajib pajak: rakyat biasa yang pajaknya dipotong dari penghasilan, dan elit politik yang pajaknya dibayarkan negara. 

Sebanyak 580 anggota DPR dari 38 provinsi menikmati privilege ini, sementara rakyat yang mereka wakili menanggung beban pajak secara normal, bahkan ikut membiayai pajak wakil rakyat mereka sendiri melalui APBN.

2. Pemborosan Fiskal yang Tidak Rasional

Dengan 580 anggota DPR yang masing-masing menerima tunjangan PPh sekitar Rp 2,7 juta per bulan, negara mengeluarkan sekitar Rp 19 miliar per tahun hanya untuk membayar pajak para wakil rakyat. 

Dana ini sebenarnya bisa dialokasikan untuk program yang lebih produktif seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur.

3. Kontradiksi Filosofis Perpajakan

Pajak hakikatnya adalah kontribusi wajib rakyat untuk membiayai penyelenggaraan negara. 

Ketika negara justru membayar pajak para penyelenggaranya, terjadi kontradiksi filosofis yang mendasar. 

Rakyat tidak hanya membiayai gaji pejabat, tetapi juga ikut menanggung kewajiban pajak mereka.

Implikasi Terhadap Kredibilitas Reformasi Pajak

Pemerintah saat ini sedang gencar melakukan reformasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan. 

Namun, bagaimana pemerintah bisa meyakinkan rakyat untuk taat pajak ketika para elit politik justru mendapat perlakuan istimewa? 

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved