Suasana di Kelas Violeta
Suatu siang, pelajaran Bahasa Inggris berlangsung. Violeta berdiri di depan, menuliskan kata-kata sederhana: “Good morning, how are you?” Suaranya jernih, penuh intonasi. Anak-anak pun menirukan dengan tawa dan semangat, meski lidah mereka sesekali berbelit.
Violeta tidak pernah marah ketika muridnya salah. Baginya, setiap kesalahan adalah pintu belajar.
“Saya ingin kelas menjadi tempat yang menyenangkan. Kalau anak-anak bahagia, mereka akan berani mencoba,” katanya sambil mengusap pundak seorang murid yang sempat ragu menjawab.
Baca juga: Sosok Rachel Boling, Perajin UMKM Tas Anyam Tenun Lokal yang Tembus Pasar di Bali
Dedikasi Violeta tidak berhenti ketika lonceng pulang berbunyi. Ia kerap tinggal lebih lama di sekolah, mendampingi murid-murid yang masih kesulitan membaca atau berhitung.
“Saya tidak ingin ada yang tertinggal. Semua punya hak yang sama untuk berhasil,” ujarnya.
Bahkan di rumah, pikirannya tak lepas dari siswa-siswanya. Ia kerap menyiapkan metode pembelajaran kreatif, dari permainan bahasa hingga nyanyian sederhana.
“Kadang malam saya terjaga, memikirkan bagaimana caranya agar anak-anak tidak cepat bosan,” ungkapnya jujur.
Dalam perjalanan hidupnya, Violeta tak lupa akan pesan sederhana orangtuanya.
“Apa pun yang kamu kerjakan, lakukan dengan hati.”
Baca juga: Sosok Ni Made Widya, Haru Ketika Keinginan Menjadi Anggota Paskibraka Tercapai
Kalimat itu, katanya, menjadi pegangan dalam setiap langkah.
“Mengajar dengan hati jauh lebih penting daripada sekadar menyelesaikan kurikulum,” ucapnya.
Mimpi untuk Anak-anak Kupang
Bagi Violeta, keberhasilan seorang guru bukan diukur dari gelar atau penghargaan, melainkan dari keberanian murid-muridnya untuk bermimpi.
“Harapan saya sederhana. Saya ingin anak-anak SD 3 Kelapa Lima Kupang tumbuh percaya diri, punya mimpi besar, dan berani bersaing di mana pun mereka berada,” katanya dengan suara bergetar.