POS-KUPANG.COM, JAKARTA -- Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kasus penganiayaan berakibat kematian yang dialami Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
PP PMKRI juga meminta 20 prajurit yang menjadi tersangka dalam kematian Prada Lucky tidak hanya dipecat dari TNI, namun diproses sesuai hukum pidana yang berlaku.
Hal ini disampaikan Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI Raymundus Yoseph Megu melalui keterangan kepada POS-KUPANG.COM, Senin (25/8/2025).
“Kejadian ini kembali menyingkap wajah kelam budaya kekerasan dalam sistem pembinaan prajurit di tubuh TNI. Ironisnya, Prada Lucky diduga disiksa secara keji oleh seniornya di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan yang baru diresmikan Presiden," ungkap Raymundus.
Dua mengungkapkan, terdapat dua pelanggaran HAM serius dari kematian Prada Lucky. Pertama, pelanggaran atas hak untuk bebas dari penyiksaan dan segala perlakuan lain yang tidak manusiawi dan hak untuk hidup.
Keduanya merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun, termasuk dalam situasi darurat perang.
Untuk memastikan fair trial, maka investigasi menyeluruh, imparsial dan transparan harus dilakukan oleh lembaga yang independen di luar TNI, apalagi ada dugaan keterlibatan perwira TNI dalam penyiksaan itu. Investigasi perlu mengejar tanggungjawab komando dari pimpinan batalyon.
Baca juga: Direktur RSUD Aeramo, Nagekeo Beberkan Hasil Pemeriksaan Medis Prada Lucky Namo
Baca juga: Ternyata Ada Saksi yang Lihat Prada Lucky Namo Terluka Parah Saat Dibawa ke Puskesmas Danga
Dia mengatakan, para pelaku harus diadili melalui peradilan umum, bukan hanya peradilan militer yang lemah akuntabilitasnya.
Vonis ringan dalam pengadilan militer kerap mengemuka akibat faktor kepangkatan, kultur kekerasan yang mengakar, lemahnya akuntabilitas, semangat korsa yang sempit, hingga kepentingan elite seperti pemberian gelar kehormatan untuk sejumlah purnawirawan TNI yang pernah tersandung pelanggaran HAM.
Selain itu, kasus ini kembali menunjukkan mendesaknya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.
"Revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004," ungkap Raymundus.
Hanya dengan langkah ini, lanjut dia, publik dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut.
"Kami juga mengecam keras jika ada dugaan intimidasi yang terjadi pada keluarga korban untuk menekan mereka agar tidak mempersoalkan kasus kematian Prada Lucky. Beri akses seluas-luasnya kepada keluarga korban untuk mendapatkan informasi terkait kematian Prada Lucky," kata Raymundus.
Dia berharap tidak ada upaya untuk menutup-nutupi proses peradilan yang bisa berakibat dilanggarnya hak keluarga korban untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Prada Lucky. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS