Bagikanlah kepada mereka kebebasan yang telah kalian temukan di dalam Kristus. Orang-orang haus akan kebebasan batin yang sejati.
Mereka merindukan Kehidupan yang Kristus datang untuk berikan dengan berlimpah. Di tangan kalian, pikulah Salib Kristus. Di bibir kalian, sabda Kehidupan. Di hati kalian, kasih karunia Tuhan yang menyelamatkan.”
Melalui perayaan NYD ini Gereja ingin membawa kaum muda kembali ke jalan yang benar dan memberi kepercayaan kepada mereka untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan.
Maskot Babi Dalam Budaya Sikka dan Kedekatan Genetik
Orang muda Keuskupan Maumere ingin menggelar acara NYD 3 di Maumere dalam konteks milenial dipadu dengan warna budaya lokal.
Dari konstruksi Salib Kirab yang memadukan kekohan besi stainless steel berpadu motif tenun ikat Sikka pada pangkuannya sampai pilihan maskot babi.
RD Lexi Luna menjelaskan bahwa pilihan maskot babi dipengaruhi oleh budaya pesta rakyat Sikka yang selalu menjadikan daging babi sebagai makanan pilihan utama.
Seperti biasa maskot diambil dari binatang atau pohon untuk menjadi ikon dalam suatu organisasi atau pada acara tertentu.
Orang-orang muda sepakat bahwa ada dua ekor babi menjadi maskot NYD 3 di Keuskupan Maumere dengan nama Porka untuk babi jantan dan Porki untuk babi betina.
Pertanyaannya mengapa masyarakat Kabupaten Sikka - Umat keuskupan Maumere selalu menyajikan daging babi pada setiap acara?
Sudah sejak lama, sebagian besar dari suku-suku tradisional di Sikka, menjadikan babi sebagai hewan kurban untuk persembahan kepada wujud tertinggi yang mereka sebut dengan Ina Nian Tana Wawa, Ama Lero wulan Reta.
Pilihan babi sebagai hewan kurban dengan alasan bahwa babi merupakan hewan ternak yang dekat dengan manusia dan berdarah dingin atau dalam Bahasa Sikka disebut “Mein Blatan”.
Frasa mein blatan ini digunakan dengan tujuan agar hewan kurban itu mendamaikan kembali keretakan atau putusnya hubungan antara manusia dengan wujud tertinggi yang mereka sembah.
Terputusnya hubungan manusia dengan wujud tertinggi atau pun dengan sesama manusia dan alam semesta menurut orang Sikka merupakan situasi panas (naruk gahu) yang harus segera dipulihkan dengan hewan berdarah dingin.
Kondisi itupun dapat saja menimbulkan kemarahan dari Nian Tana Lero Wulan.