Mereka tidak mau mengedukasi publik karena takut publik jadi cerdas, dan kalau publik cerdas, mereka akan mulai bertanya: “Kebijakanmu dasar dan tujuannya apa?”
Itulah sebabnya, konten politik di media sosial sangat dangkal dan penuh basa-basi.
Tak ada penjelasan APBD. Tak ada evaluasi perda. Tak ada data tentang ketimpangan, angka kemiskinan, atau efektivitas kebijakan.
Yang ada hanyalah testimoni warga yang diberi bantuan, live streaming saat reses (yang kosong isi), dan tentu saja: endorse diri sendiri.
Sementara itu, kebijakan publik disusun tanpa diskursus publik, dan karena tanpa diskursus, maka kualitasnya rendah. Lahir regulasi absurd, prioritas anggaran janggal, dan program pembangunan yang hanya menguntungkan kontraktor atau kroni politik.
Parlemen Sabu Raijua
Wahai para wakil rakyat di Sabu Raijua, kami tahu, kalian hadir di media sosial. Ada unggahan seremonial, potret kegiatan reses, dan kadang-kadang tarian ringan mengisi linimasa. Itu sah-sah saja.
Tetapi izinkan kami berkata dengan jujur dan penuh hormat: yang rakyat harapkan bukan sekadar gerak tubuh, melainkan gerak pikiran. Bukan sekadar visualisasi aktivitas, tetapi artikulasi visi.
Kami tidak menyoal gaya. Tapi di tengah ruang digital yang kian padat oleh pencitraan, rakyat bertanya: di mana suara yang menjelaskan arah pembangunan? Di mana narasi yang menyalakan harapan?
Di tanah yang kita cintai bersama ini, dari Menia hingga Raijua, abrasi kian mengikis pantai dan ketahanan hidup warga pesisir.
Di desa-desa, anak-anak masih menempuh perjalanan jauh (kadang) tanpa guru tetap - sementara sekolah-sekolah kekurangan guru dan fasilitas paling dasar.
Di tengah masyarakat, kekerasan seksual terus menghantui, tapi banyak yang memilih diam demi menjaga “nama baik keluarga” atas nama adat.
Di lautan, nelayan bersiasat dengan musim yang berubah, tanpa perlindungan nyata dari negara. Dan di sektor pariwisata, pekerja lokal hanya menjadi pelengkap dalam agenda elitis, bukan subjek yang dimuliakan.
Kami tidak menuntut kehadiran fisik Anda di setiap tempat. Tapi kami berharap, ketika Anda hadir di media sosial, hadirlah juga dengan gagasan, dengan penjelasan yang bernas, dengan keberanian menyusun narasi kebijakan yang menyentuh akar persoalan.
Kami tak sedang mencari konten liburan atau dokumentasi makan malam. Kami mencari pemikiran yang jernih tentang bagaimana daerah ini bertahan di tengah krisis pangan dan krisis ekologi.